tirto.id - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tidak mengakui adanya deklarasi damai peristiwa Talangsari yang dibuat oleh beberapa tokoh masyarakat dan disaksikan perwakilan dari Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam).
Menurut Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara, deklarasi itu tidak mempunyai kekuatan hukum.
Deklarasi damai itu tersebar pada akhir Februari 2019. Beka mengaku deklarasi itu dilakukan hanya dengan tokoh masyarakat. Sayangnya, korban atau keluarga korban peristiwa Talangsari malah tidak mendapat konfirmasi, apalagi menandatangani deklarasi itu.
"Yang menandatangani perjanjian damai itu bukan korban dan hanya tokoh masyarakat. Korban yang selama ini komunikasi dengan Komnas segala macam sendiri mengaku tidak tahu," tegas Beka kepada Tirto, Sabtu (2/3/2019).
Beka menyatakan, deklarasi damai itu tidak mengubah apapun. Seharusnya, penyelesaian paling baik adalah mendesak Jaksa Agung untuk meningkatkan status penyelidikan kasus Talangsari tersebut.
Sampai sekarang Komnas HAM juga masih menyelidiki dan tidak mendapat kesimpulan.
"Secara yudisial kasus Talangsari belum selesai. Dan belum naik status penyelidikan ke penyidikan. Sedangkan penyelesaian secara non-yudisial landasan hukumnya harus sesuai dengan undang-undang," tegas Beka lagi.
Beka menegaskan, dia tidak mengerti mengapa kementerian setuju untuk menandatangani deklarasi damai sebagai saksi.
Dalam deklarasi tersebut antara lain ada nama Asisten Deputi Pemajuan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia Brigjen Rudy Syamsir dan Letkol Inf Prabowo sebagai Dandim Lampung Timur.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno