tirto.id -
Sebab, hal itu dinilai akan mempersulit upaya lembaga itu untuk melakukan pencegahan terhadap bencana terutama melalui peralatannya.
“Saat melakukan rapat anggaran, BMKG mengajukan anggaran Rp2,9 triliun di 2019. Pada waktu itu kami [Komisi V DPR] setuju, tapi sama pemerintah diturunkan jadi Rp1,7 triliun,” ucap Bambang yang juga merupakan politisi Partai Gerindra seperti dikutip saat siaran langsung Kompas TV pada Selasa (25/12/2018).
Bambang mengatakan anggaran itu diperlukan BMKG untuk menjaga keberlangsungan peralatan mitigasi bencana. Ia pun mencontohkan adanya 22 buoy (pelampung pendeteksi tsunami yang dipasang di laut) yang telah lama tidak berfungsi. Masalah itu, kata Bambang, timbul lantaran anggaran BMKG selalu dipotong.
Akibatnya, BMKG dinilai tidak memiliki kemampuan untuk melakukan perawatan maupun kalibrasi pada peralatan yang sudah tersedia. Apalagi, absennya anggaran itu juga dinilai menghambat BMKG untuk melakukan pengembangan alat serupa secara mandiri.
Sementara itu, Bambang juga mencontohkan ketersediaan alat pengukur guncangan (seismik) yang dimiliki Indonesia dibanding Jepang.
Menurutnya, dengan luas 377 ribu meter persegi, Jepang memiliki 622 peralatan seismik sedangkan Indonesia dengan luas 5 juta meter persegi hanya memiliki 175 peralatan serupa.
“Negara kita lebih luas jadi membutuhkan peralatan yang cukup [banyak] dan memiliki kualtias yang bagus juga. Paling gak kita memiliki jumlah peralatan yang sama seperti Jepang,” ucap Bambang.
Karena itu, Bambang menilai komitmen BMKG dalam melakukan mitigasi bencana dilihat dari anggaran yang diajukan sebenarnya sudah patut diacungi jempol. Hanya saja pemotongan anggaran itu membuat pemerintah tampak kurang peduli. Ia pun juga meminta agar pemerintah mendahulukan keselamatan masyarakat dibanding memotong anggaran.
“Karena itu, kami tidak setuju dengan pemotongan anggaran itu,” ucap Bambang.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri