tirto.id - Ketua Komisi II DPR RI Zainuddin Amali mengatakan komisinya telah berkomunikasi dengan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri terkait indikasi jual-beli data pribadi di media sosial.
Menurut Amali, Ditjen Dukcapil telah memberikan jaminan kerahasiaan data kependudukan pribadi warga negara Indonesia. Namun,kata dia, yang terjadi justru kebocoran data berasal dari kelalaian atau ketidaktahuan masyarakat karena memberikan e-KTP dan diduplikasikan oleh pihak lain.
"Saya sudah komunikasi dengan teman-teman Dukcapil soal [data pribadi]. Kerahasiaannya benar-benar terkunci. Tapi terkadang bocornya melalui kita sendiri," kata Zainuddin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (1/8/2019).
Politikus Partai Golkar itu mencontohkan, ketika sedang menginap di hotel, mengunjungi area bisnis atau bahkan melamar pekerjaan, masyarakat tak menyadari bahwa memberikan duplikasi e-KTP itu sangat berbahaya dan merugikan diri sendiri.
"Nah, [orang] yang kreatif itu dikumpulin [salinan e-KTP] kemudian diberikan kepada yang butuh. Kalau hanya sekadar selamat ulang tahun, mengingatkan, tidak apa-apa. Tapi kalau digunakan untuk kriminal, bagaimana?" ucapnya.
Untuk itulah, Komisi II DPR mendorong pemerintah untuk segera memulai pembahasan rancangan undang-undang perlindungan data pribadi untuk menjamin kerahasiaannya.
"Saya mendorong melahirkan undang-undang keamanan data pribadi. Jadi siapa pun yang menerima copy dari data seseorang, dia harus menyimpannya, enggak boleh kalau udah selesai dia buang begitu saja," ujar Zainuddin.
RUU Perlindungan Data Pribadi ini merupakan inisiatif pemerintah, namun Amali menyesalkan hingga kini belum ada draf yang dikirimkan ke DPR dari Kementerian Komunikasi dan Informatika.
"Belum ada saya dengar. Kan DPR mau berakhir tanggal 30 September, nah ini pekerjaan rumah dan pemerintah yang akan datang," pungkasnya.
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Alexander Haryanto