tirto.id - Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) seperti WALHI (Wahana Lingkungan Indonesia), Greenpeace Indonesia, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), dan 350.org Indonesia yang tergabung dalam Koalisi Break Free From Coal meminta Presiden Joko Widodo merevisi proyek listrik 35.000 megawatt.
Jurkam Iklim Energi Greenpeace Hindun Mulaika menyatakan proyek tersebut tidak diperlukan oleh Indonesia saat ini. Sebab, menurutnya, produksi listrik di Indonesia sudah over capacity.
"Sekarang reserved energy kita sudah mencapai 30 persen. Itu bisa untuk stok sampai 2030," kata Hindun di Kantor Greenpeace, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (9/10/2017).
Menurut Hindun, proyek yang berencana membangun pembangkit listrik baru itu hanya akan membuat listrik yang dihasilkan terbuang.
"Demand kita tidak setinggi supply yang diproduksi oleh pemerintah," kata Hindun.
Hal itu, kata Hindun, tercermin dari rendahnya pertumbuhan perekonomian Indonesia yang hanya sebesar 4 persen dari target 7 persen. "Kebutuhan produksi menggunakan listrik cukup rendah," kata Hindun.
Ia juga mengkritik pemerintah yang merencanakan ground breaking 3 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) baru di Jawa-Bali pada 2018 dalam proyek listrik 35.000 megawatt. "Itu menggunakan batubara," kata Hindun.
Pasalnya, menurut Hindun, penggunaan batubara bisa menciptakan kerugian dari aspek kesehatan sebesar Rp351 triliun saat proyek tersebut terlaksana sepenuhnya pada 2026.
"Memang itu tidak tercatat karena beban ditanggung personal. Jumlah itu kami valuasi dari penyakit yang mungkin diderita masyarakat karena efek batubara, seperi ISPA dan gangguan pernapasan lainnya," kata Hindun.
Sementara, Manajer Kampanye Urban dan Energi WALHI Indonesia Dwi Sawung menyatakan jumlah kerugian itu belum ditambah dampak lingkungan karena emisi batubara yang dihasilkan.
"Produksi beras nasional akan turun sebanyak 7,7 ton beras karena alih lahan pertanian produktif menjadi pertambangan batubara," kata Sawung di tempat yang sama.
Sawung juga menyebutkan kerugian yang harus diterima oleh PLN adalah sebesar 16,2 miliar dolar AS untuk kapasitas yang terbuang.
"Laporan International Institute for Sutainable Development (IISD) menemukan batubara pada 2015 memakan subsidi sebesar 664 miliar dolar Amerika," kata Sawung.
Sehingga, Sawung menyatakan koalisi meminta agar Presiden Jokowi merevisi total perencanaan proyek listrik 35.000 megawatt. "Bukan hanya diturunkan menjadi 17.000 megawatt yang sebenarnya dipanjangkan saja masa produksinya. Tapi direvisi total," pungkasnya.
Adapun pada 2015, Presiden Jokowi memiliki target membangun pembangkit listrik dalam 5 tahun sebanyak 35.000 megawatt (MW). Proyek ini diperkirakan akan menelan biaya Rp1.189 triliun.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Alexander Haryanto