tirto.id - Pengamat politik UIN Syarief Hidayatullah Jakarta, Tony Rosyid menilai bubarnya Koalisi Indonesia Adil dan Makmur disebabkan karena adanya bentrokan antar partai yang tidak bisa dipadamkan. Alhasil, membubarkan koalisi, akhirnya tidak terhindarkan dan menjadi satu-satunya jalan keluar.
“Kita terperanjat Pak Prabowo mengatakan koalisi bubar. Itu ada bentrok di dalam, tapi jalan keluarnya itu,” ucap Tony dalam diskusi bertajuk 'Setelah Putusan Makhamah...' di Gado-Gado Boplo, Cikini Jakarta, Sabtu (29/6/2019).
Tony meyakini bahwa usai putusan Makhamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, banyak partai sudah tak mau lagi berkompromi. Tanda-tanda partai pendukung meninggalkan Prabowo yang semula hanya berupa kunjungan kecil-kecilan ke istana kini benar terjadi.
“Itu artinya tidak ada lagi kompromi. Makanya silahkan saja Demokrat kalau dari awal ke Istana silahkan. PAN juga sudah berulang kali ke Istana silahkan. PKS masih konsisten,” ucap Tony.
Sejauh ini memang PAN dan Demokrat terpantau meninggalkan koalisi. Namun, Tony menemukan hal menarik dibalik Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang sebenarnya tetap akan menjadi oposisi, tetapi turut sepakat kalau koalisi lebih baik dibubarkan.
Menurutnya, PKS melihat tidak aman jika mereka bertahan dalam koalisi sehingga memutuskan untuk berkiprah sendiri menyongsong Pemilu 2024.
Apalagi kata Tony, PKS tampak yakin jika mereka dapat melakukan “investasi” ini dengan benar, maka mereka bisa jadi partai besar seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang saat ini langganan memenangani pemilu.
“PKS terlalu amat berisiko kalau dia memilih untuk berkoalisi. Lebih baik PKS sendirian kalau jadi oposisi, dia punya potensi jadi partai besar. Ke depan dalam konteks politik sekarang investasi 5 tahun ini penting,” ucap Tony.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Irwan Syambudi