tirto.id - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Kesehatan Masyarakat mendesak pemerintah segera memperbaiki sistem dan mekanisme karantina. Hal ini merespons beredarnya video dan pemberitaan perihal mengularnya antrean WNI di Bandara Soekarno Hatta pada Sabtu (18/12/2021).
Perbaikan sistem dan mekanisme karantina bertujuan melindungi warga dari ancaman penularan virus COVID-19 dan kerugian lainnya, seperti calo makanan maupun karantina di hotel dengan biaya jutaan rupiah.
Ada tiga hal yang disorot koalisi. Pertama, penumpukan antrean bukti bahwa sistem dan mekanisme karantina belum efektif dan rentan menjadi sumber penularan virus.
“Penumpukan ini menunjukkan ketidaksiapan pemerintah dan mengakibatkan banyak warga harus menunggu hingga 20 jam untuk masuk menuju Wisma Atlet yang sedang ditutup karena kasus terdeteksinya kasus Omicron,” kata Muhammad Isnur, perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Kesehatan Masyarakat, Rabu (22/12/2021).
Berdasar video yang beredar media sosial, warga terpaksa tidur di lantai bandara atau conveyor belt. Dalam kondisi lelah setelah menempuh perjalanan jauh, situasi ini bisa menurunkan stamina kesehatan, dan tidak mustahil menjadikan rentan sakit.
Kedua, lanjut Isnur, lemahnya tata laksana dan sistem karantina melahirkan banyaknya calo, seperti calo hotel karantina maupun makanan kecil. Karantina di hotel dipatok Rp9.000.000/orang untuk karantina 10 hari.
Situasi ini juga dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk melakukan aksi suap hingga meloloskan warga agar tidak mengikuti karantina. April 2021, tujuh warga negara India menyuap petugas untuk menghindari ketentuan karantina.
Contoh lainnya, selegram Rachel Vennya membayar anggota TNI Rp40 juta untuk bisa lolos dari karantina. Terulangnya kejadian ini, kata Isnur, menandakan bahwa terjadi pembiaran terhadap aksi calo dan pungli dalam proses karantina pelaku perjalanan luar negeri.
“Pengawasan terhadap alur masuk dan juga karantina bagi pelaku perjalanan internasional masih lemah dan belum ada upaya perbaikan serius dari pemerintah,” sambung dia.
Ketiga, Isnur menyesalkan pemerintah kembali menunjukkan sifat anti kritiknya. Warga yang mengeluhkan dan merekam kejadian penumpukan antrean karantina di Bandara Soekarno Hatta justru dihukum dengan menempatkan antrean di akhir untuk menuju lokasi karantina.
“Penghukuman ini membuktikan pemerintah anti-kritik, represif, dan tidak mengutamakan kesehatan masyarakat. Seharusnya pemerintah melihat aksi tersebut sebagai dorongan untuk memperbaiki sistem karantina,” tegas Isnur.
Pada video yang viral, seorang ibu mengaku mengantre sejak magrib hingga subuh dan ia berpendapat ketidakteraturan tata kelola itu seolah “pemerintah menyiksa rakyatnya”.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan buka mulut Luhut meminta Polda Metro Jaya mengecek antrean tersebut dan hasilnya mereka yang mengantre tidak mau membayar hotel untuk karantina usai dari luar negeri. Para pelaku perjalanan itu menginginkan karantina di Wisma Atlet.
Luhut pun heran mereka yang mengantre itu mampu berbelanja di luar negeri tapi enggan merogoh kocek untuk isolasi di hotel. “Akan kami ambil tindakan (kepada) orang-orang semacam ini. Jangan membuat gosip yang tidak perlu,” kata dia.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Gilang Ramadhan