Menuju konten utama

KLHK Sebut Masalah Tata Ruang Jadi Salah Satu Pemicu Longsor Puncak

Berdasar analisis KLHK, perencanaan tata ruang di kawasan sekitar Puncak Bogor masih belum optimal. Potensi longsor di kawasan itu meningkat ketika muncul curah hujan tinggi.

KLHK Sebut Masalah Tata Ruang Jadi Salah Satu Pemicu Longsor Puncak
Petugas gabungan melanjutkan pencarian korban longsor Puncak yang belum ditemukan di Riung Gunung, Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Rabu (7/2/2018). ANTARAFOTO/Yulius Satria Wijaya.

tirto.id - Analisis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyimpulkan longsor di sekitar Puncak, Bogor Jawa Barat terpicu oleh banyak penyebab dan tak hanya cuaca ekstrem di awal pekan ini.

Dirjen Pengendalian DAS dan Hutan Lindung KLHK Hilman Nugroho mengakui faktor perencanaan tata ruang yang belum optimal juga menjadi salah satu pemicu longsor di sekitar kawasan puncak pada Senin pekan ini.

Menurut dia, keterlanjuran aktivitas manusia pada kawasan lindung, kurangnya kesadaran masyarakat, pemotongan tebing untuk jalan sejak era pembangunan jalan Deandels juga merupakan faktor pemicu longsor. Hilman menambahkan kegagalan struktur dinding tanah juga ditemukan di lima lokasi longsor.

"Biasanya setiap tahun terjadi longsor di Puncak, jadi tidak istimewa, tapi kejadian kemarin memang agak lebih besar," ujar Hilman di Jakarta, pada Rabu (7/2/2018) seperti dikutip Antara.

Menurut Hilman, longsor di sekitar kawasan Puncak, Bogor pada awal pekan ini diperparah oleh tingginya curah hujan. Dia mencatat curah hujan tinggi mencapai 148 hingga 152 milimeter (mm) per hari dengan durasi 2-3 hari.

Dia menambahkan, kondisi kelerengan pada sejumlah lokasi longsor di Puncak mencapai 15 hingga 25 persen. Hilman menjelaskan kelebihan beban bangunan di atas tebing ditemukan di sejumlah lokasi longsor seperti di Masjid Attaawun, Grand Hill dan Widuri. Tapi, kondisi itu tidak ditemukan pada titik lokasi longsor di Riung Gunung dan Gunung Mas.

Jenis tanah di lima lokasi longsor itu, menurut dia, Andosol dan regosol dengan ketinggian mencapai 1.110 hingga 1.300 mdpl. Hilman menilai kejadian longsor di Puncak merupakan tipe translasi dan terjadi di kawasan areal penggunaan lain (APL) dengan jenis lahan yang potensial kritis.

Sementara itu, Badan Geologi Kementrian ESDM menyatakan bahwa kawasan Puncak Bogor masuk ke dalam daerah rawan longsor dengan intensitas runtuhan menengah hingga tinggi. "Puncak itu masuk tepat pada kawasan rawan bencana pergerakan tanah," ujar Kepala Badan Geologi, Rudy Suhendar, pada Selasa kemarin.

Berdasarkan peta Geologi lembar Bogor, batuan penyusun di daerah bencana merupakan breksi dan lava Gunung Kencana dan Gunung Limo yang terdiri dari bongkahan andesit dan breksi andesit. Dengan begitu, kawasan Puncak Bogor masuk dalam prakiraan potensi gerakan tanah menengah hingga tinggi apabila curah hujan di atas normal terutama daerah yang berbatasan dengan lembah sungai atau tebing jalan.

"Longsor banyak terjadi di daerah endapan-endapan gunung api, dari pada endapan sedimen lainnya," kata Suhendar.

Menurutnya, terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan longsor di kawasan Puncak pada Senin. Di antaranya, topografi daerah yakni kemiringan lereng yang cukup terjal, batuan atau tanah yang tidak stabil, dan faktor curah hujan yang tinggi. Hal ini juga diperparah dengan adanya alih fungsi atau bukaan lahan di sekitar area Puncak. Menurut Suhendar, air di atas permukaan tanah mengalir dengan tidak teratur karena tertutup bangunan.

"Lereng batuan terhadap longsoran mengalami beban sehingga keseimbangannya berlebih itulah yang terjadi di Bogor," kata Suhendar. "Lereng kadang-kadang terjadi pemotongan lereng berarti ada pengaruh manusia. Bila fungsi tata air di atasnya tidak teratur bisa menyebabkan longsor, kaitannya tertutup bangunan, bukaan lahan dan lain sebagainya."

Baca juga artikel terkait LONGSOR PUNCAK

tirto.id - Sosial budaya
Sumber: antara
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom