tirto.id - Perkumpulan Petani Surokonto Wetan, Pagerruyung, Kendal, Jawa Tengah mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memberikan rekomendasi untuk penangguhan penahanan 2 rekannya. Kedua petani Surokonto Wetan yang sedang ditahan itu ialah Nur Aziz (44 tahun) dan Sutrisno Rusmin (63 tahun).
Nur Aziz dan Sutrisno Rusmin kini sedang ditahan di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Kendal, Jawa Tengah setelah menjadi korban kriminalisasi karena menggarap lahan yang diklaim milik Perhutani. Lahan itu diserahkan oleh PT Semen Gresik sebagai ganti atau tukar guling untuk hutan di Rembang yang dipakai sebagai lokasi pabrik semen.
Mereka ditahan usai menerima vonis bersalah dari Pengadilan Negeri Kendal pada Maret lalu. Kedua petani itu dituduh melanggar pasal 19 (a) UU Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Pendamping Perkumpulan Petani Surokonto Wetan dari LBH Semarang, Samuel Bona Rajagukguk mengatakan penangguhan penahanan tersebut penting sebab dua petani tersebut masih memiliki tanggungan keluarga dan menghidupi anak-anaknya.
"KLHK bisa memberikan rekomendasi penangguhan penahanan, dan (semestinya) KLHK mengerti pendapat hukum di kasus Surokonto Wetan ini," kata Samuel saat bertemu pimpinan Dirjen Penegakan Hukum KLHK, pada Senin (28/8/2017).
Samuel mengatakan, pada 16 Mei lalu, sebanyak 223 warga telah mengajukan permohonan ke Mahkamah Agung (MA) untuk penangguhan penahanan Nur Aziz dan Sutrisno Rusmin. Namun, hingga saat ini, surat permohonan penangguhan penahanan tersebut belum mendapat tanggapan.
Padahal, menurut Samuel, MA telah berjanji akan memberikan tanggapan seminggu setelah surat permohonan tersebut dilayangkan. "Ini butuh tidakan cepat dan kami harap KLHK bisa memahami."
Perkumpulan Petani Surokonto Wetan meyakini Nur Aziz dan Sutrisno Rusmin adalah korban kriminalisasi. Mereka merupakan dua dari tiga petani yang ditetapkan oleh polisi sebagai tersangka akibat laporan Wakil Administratur Perum Perhutani KPH Kendal, Rovi Tri Kuncoro.
Selain Aziz dan Rusmin, petani lain yang sempat menjadi tersangka ialah Mujiono (39 tahun). Tiga petani itu dituduh oleh Perum Perhutani KPH Kendal menguasai lahan kawasan hutan negara seluas 70 hektar. Perum Perhutani juga menuduh 3 petani itu melakukam pembalakan liar.
Tuduhan itu muncul karena para Petani Surokonto Wetan memiliki lahan garapan seluas 400 hektar, yang diklaim oleh Perum Perhutani, termasuk dalam kawasan Hutan Kalibodri. Kawasan itu menjadi hutan negara karena berstatus lahan tukar guling pemberian PT. Semen Indonesia sebagai pengganti tanah Perhutani di Rembang yang terkena proyek pembangunan pabrik semen.
Ketika kasus tersebut bergulir di pengadilan, Jaksa Penuntut Umum menuntut ketiga petani itu dengan pidana 8 tahun penjara dan denda Rp10 Milyar. Pada 18 Januari 2017, hakim mengabulkan tuntutan jaksa tersebut dalam putusan vonisnya.
Tim kuasa hukum Perkumpulan Petani Surokonto Wetan sudah mengajukan banding dan meminta vonis terhadap ketiga rekan mereka dicabut. Tapi, atas permintaan PN Kendal, pada 30 Maret 2017, dua dari tiga petani tersebut, yakni Nur Aziz dan Sutrisno Rusmin, ditahan di Lapas Kendal. Sementara Mujiono tidak ditahan karena keberadaanya tidak diketahui oleh kepolisian.
Pada 3 April 2017, putusan banding kasus ini sudah keluar. Namun, hakim Pengadilan Tinggi Jawa Tengah hanya memberikan pengurangan masa pidana kepada Nur Aziz dan Sutrisno Rusmin menjadi masing-masing 3 tahun dan 2 tahun penjara, serta denda Rp10 miliar.
Saat ini, warga masih melakukan upaya hukum agar ketiga petani tersebut dibebaskan melalui proses kasasi di Mahkamah Agung.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Addi M Idhom