Menuju konten utama
Pelaksanaan Haji 2023

Kisah Suprapto: Menunggu Antrean 11 Tahun & Meninggal di Madinah

Meski hatinya hancur usai suaminya meninggal, Soejantini akan tetap melanjutkan tujuannya untuk melaksanakan ibadah haji.

Kisah Suprapto: Menunggu Antrean 11 Tahun & Meninggal di Madinah
Sejumlah jamaah calon haji antre menaiki pesawat di Bandara Adi Soemarmo, Boyolali, Jawa Tengah, Rabu (24/5/2023) ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho/foc.

tirto.id - Soejantini (51) masih tak menyangka suaminya, Suprapto Tarlim Kertowijoyo (53) meninggal dunia tak lama setelah tiba di Madinah, Arab Saudi pada Kamis (25/5/2023). Suprapto menjadi jemaah haji asal Indonesia pertama yang meninggal dunia. Ia belum sempat mengerjakan rukun Islam kelima.

Perempuan kelahiran 28 Februari 1972 itu menyaksikan persis detik-detik kepergian sang suami untuk selama-lamanya karena penyakit jantung.

Suprapto lahir pada 21 Juli 1970. Ia merupakan jemaah haji asal Desa Kalisari, Kecamatan Sayung, Demak, Jawa Tengah yang tergabung dalam kloter tiga embarkasi Solo (SOC 03).

Soejantini bercerita, awalnya ia dan sang suami merasa senang karena penantian lamanya untuk berangkat ke tanah suci bisa terwujud. Mereka mulai setor haji pada 9 Februari 2012 dan baru bisa berangkat naik haji tahun ini.

Mereka berangkat dari Demak pada Selasa (23/5/2023) ke Embarkasi Solo, Jawa Tengah. Setelah menginap semalam, lalu keduanya terbang ke Madinah pada Rabu (24/5). Ia bersama para jemaah dari Solo tiba pada Kamis di Hotel Abraj Taba, Madinah sekitar pukul 03.30 Waktu Arab Saudi (WAS).

Ketika sampai di hotel, para jemaah masing-masing diberikan kunci kamar Hotel. Soejanitini mendapat kamar nomor 1.424, berada di lantai 14. Namun saat itu, kata dia, Suprapto belum kebagian kamar.

Sambil menunggu mendapatkan kamar, Suprapto pun mengantar sang istri ke kamarnya. Setelah itu, Suprapto mengatakan kepada istrinya jika ia ingin salat. Tetapi sang istri menyarankan agar Suprapto istirahat terlebih dahulu, sebab habis menempuh perjalanan jauh.

“Saya bilang, sana numpang di kamar teman,” kata Soejanitini kepada reporter Tirto, Jumat (26/5/2023).

Suprapto pun mengikuti saran istrinya dan berisitirahat di kamar 1.423 yang persis berada di sebelah. Kamar itu milik jemaah haji yang berangkat bareng dengan mereka dari Demak, Jawa Tengah.

Ketika di kamar itu, Suprapto ingin mandi dan melaksanakan ibadah salat. Setelah selesai mandi, tiba-tiba Suprapto teriak minta tolong ke temannya.

Mendengar suara itu, temannya sontak langsung menolong Suprapto dan memapahnya ke atas tempat tidur. Saat itu kondisi Suprapto sudah lemas. Tak sempat mengenakan pakaian. Hanya celana dalam saja.

Kondisi sang suami seperti itu, Soejanitini pun langsung dipanggil oleh temannya dan menghampirinya.

“Saya dipanggil, 'Bu, itu bapak sakit. Bagaimana cara penanganannya? Jenengan biasa menangani'," kata Soejanitini menirukan panggilan dari temannya tersebut.

Ketika masuk ke kamar, Soejanitini kaget melihat kondisi suami tercintanya sudah tak sadarkan diri. Ia meminta tolong kepada temannya untuk diambilkan minyak kayu putih. Ia membalur sekujur tubuh suaminya.

“Saya sambil teriak, pak tolong-tolong. Saya bilang ke teman-teman saya, pegang nggak apa-apa, yang penting selamatkan suami saya. Saya kan bilang gitu," ucap Soejanitini kepada saya sambil menangis terisak beberapa detik.

Setelah coba menguatkan diri, ia kembali bercerita. Ia meminta tolong kepada teman-temannya untuk memijat kaki dan tangan sang suami. Namun sang suami belum juga sadarkan diri.

“Saya sampai bilang, Astagfirullahaladzim. Saya bilang, tolong pak panggil dokter, jangan diam di situ, nanti suami saya gimana?" tuturnya.

Sontak saja teman-temannya langsung lari mencari dokter. Ia melihat kondisi sang suami masih tegang dan kejang. Soejanitini terus berteriak, menyebutkan nama Allah SWT.

“Saya menoleh gitu, terus dibilang sama teman, 'Bu itu lidahnya keluar'. Astaghfirullah, terus lidahnya saya masukin, mulutnya saya buka, tak ganjal jari saya," ujarnya.

“Waktu itu berbarengan dengan teman bilang 'Bapak mengeluarkan kotoran, mungkin setelah itu meninggal pada waktu itu'," tambahnya.

Tak lama kemudian dokter datang. Dokter melakukan penanganan semampu mereka. Tetapi mereka sudah pasrah.

“Waktu itu dibilang [dokter bilang] 'Sudah tidak ada'. Saya menjerit sekeras-kerasnya pada waktu itu," imbuhnya.

Ia histeris suami tercintanya sudah meninggal. Soejanitini jatuh pingsan. Ia dibopong oleh temannya ke kamarnya yang berada di sebelah.

Tak lama Soejanitini pun sadar. Ia mengambil air wudu untuk salat subuh, lantas berdoa kepada Tuhan agar suaminya diselamatkan dari penyakitnya.

Masih dalam posisi berdoa, Soejanitini dipanggil oleh temannya untuk masuk ke kamar tempat suaminya berbaring dan diminta nomor telepon keluarganya di Indonesia.

Saat itu, Soejanitini seketika berpikir bahwa suaminya belum meninggal dunia. Lalu ia memberikan nomor telepon keluarganya kepada temannya itu.

"Lalu saya disuruh jangan di situ [Kamar Soejanitini], sini temenin bapak [Di kamar sebelah]. Oh iya saya lari lagi ke tempat. Lalu saya lihat suami saya sudah diselimuti [seperti orang meninggal]. Saya yo jerit lagi," ucapnya.

Kondisi Soejanitini tak menentu, pikirannya kacau, hatinya remuk, dan terus menangis ketika mengetahui sang suami sudah dinyatakan meninggal dunia. Ia pun ditemani oleh Erni Zuhriyati, konsultan Ibadah Sektor 2 Madinah.

Pagi hari tiba. Jenazah Suprapto pun dibawa dengan menggunakan ambulans ke Rumah Sakit Nabawi. Tak lama kemudian Soejanitini pulang ke hotel diantar oleh Erni. Ia dimintai keterangan perihal kronologi.

Erni juga menjelaskan rencana jenazah Soeprapto akan disalatkan dan dimakankan di mana. "Bu Erni berusaha biar saya bisa melihat proses pemakaman jenazah suami saya. Saya juga dijemput Bu Erni buat nengok jenazah di kamar," ujarnya.

Soejantini mengatakan, padahal sang suami sebelum berangkat haji dalam keadaan sehat dan tak ada tanda-tanda sakit. Meski memiliki penyakit asam urat, darah tinggi, dan jantung.

Sedangkan Soejantini, sebelum berangkat sempat diopname di Puskesmas daerah Solo, Jawa Tengah karena mengalami vertigo.

Haji Suprapto akan Dibadalkan

Kepala Daerah Kerja (Daker) Madinah, Zaenal Muttaqin mengatakan, Suprapto disalatkan di Masjid Nabawi usai salat Jumat waktu setempat. Proses tersebut dilakukan setelah melalui pemulasaran dan pengurusan administrasi jenazah.

“Kami sudah berkoordinasi untuk pengurusan administrasi jemaah wafat dengan pihak Muassasah. Alhamdulillah almarhum diurus dengan baik di Miqat General Hospital, rumah sakit di Madinah,” terang Zaenal di Madinah dalam keterangan tertulis dikutip Sabtu (27/5/2023).

Pemulasaran jenazah dilakukan otoritas setempat. Setelah disalatkan di Masjid Nabawi, jenazah almarhum akan dimakamkan di Baqi.

"Sesuai ketentuan, almarhum nantinya juga akan dibadalhajikan oleh petugas yang disiapkan PPIH Arab Saudi," ujarnya.

Meski sang suami tercinta kini telah meninggal dan hatinya hancur, Soejantini menyatakan tetap harus melanjutkan tujuannya untuk melaksanakan ibadah haji.

“Dalam batin saya menguatkan saya harus kuat. Saya bangga karena bapak meninggal dan dimakamkan di Madinah. Tetap mendoakan bapak semoga meninggal husnul khatimah," kata dia.

Wafatnya Suprapto menjadi kasus baru dalam penyelenggaraan haji 2023 ini. Kejadian meninggal jemaah haji di tanah suci pun terus terulang.

Pada 2022, sebanyak 89 jemaah haji meninggal dunia. Jika dibandingkan dengan penyelenggaraan haji lima tahun terakhir pada periode yang sama, terjadi penurunan angka kematian yang cukup signifikan ditahun ini.

Pada periode yang sama di 2019, sebanyak 447 dari 212.730 jemaah haji meninggal dunia (1.94 permil), sementara pada 2018 sebanyak 350 dari 203.350 jamaah haji meninggal dunia (1.70 permil).

Kemudian pada 2017 sebanyak 645 dari 221.000 jemaah haji meninggal dunia (2.94 permil), dan pada 2016 sebanyak 342 dari 168.800 jemaah haji meninggal dunia (2.06 permil).

Kewajiban Kemenag saat Ada Jemaah Meninggal

Kementerian Agama melakukan penanganan jika terjadi jemaah haji yang wafat. Mulai dari dibadalhajikan sampai diberikan asuransi dengan cara dikembalikan dananya 100% sesuai dengan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih).

“Iya jemaah dapat badal haji dan asuransi sama dengan biaya Bipih. Bipih-nya disesuaikan sama daerah keberangkatan," kata Kepala Bidang Bimbingan Ibadah Petugas Penyelenggaraan Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, Suratman kepada Tirto, Jumat (26/5/2023).

Biaya haji untuk Embarkasi Solo, Jawa Tengah yakni sebesar Rp49.893.981,26 sebagaimana tertuang dalam KMA Nomor 352/2023 yang telah ditandatangani oleh Menteri Agama pada 10 April 2023.

Ia mengatakan badal haji merupakan bagian dari program pemerintah dalam operasional penyelenggaraan ibadah haji.

Program ini menjadi bagian dari layanan yang disiapkan bagi jemaah yang memenuhi kriteria. Secara regulasi, kata dia, ada tiga kelompok jemaah yang bisa dibadalhajikan.

Pertama, jemaah yang meninggal dunia di asrama haji embarkasi atau embarkasi antara, saat dalam perjalanan keberangkatan ke Arab Saudi, atau di Arab Saudi sebelum wukuf di Arafah. Kedua, jemaah yang sakit dan tidak dapat disafariwukufkan.

“Ketiga, jemaah yang mengalami gangguan jiwa," kata Suratman.

Dalam proses badal haji, ia menuturkan terdapat beberapa tahap yang dilalui. Pertama, pendataan jemaah wafat sampai dengan 9 Zulhijjah jam 11.00 waktu Arab Saudi (WAS).

Kedua, penyiapan petugas badal haji di Kantor Daker Makkah. Ketiga, petugas badal haji diberangkatkan ke Arafah pada pukul 11.00 WAS tanggal 9 Zulhijjah.

“Keempat, petugas badal haji melaksanakan wukuf dan dilanjutkan rangkaian ibadah haji yang bersifat rukun dan wajib, sampai dengan seluruh rangkaiannya selesai dan diakhiri dengan bercukur sebagai tanda tahallul,” ucapnya.

Tahap kelima, petugas badal haji menandatangani surat pernyataan telah selesai melaksanakan tugas badal haji. PPIH Arab Saudi lalu menerbitkan sertifikat badal haji.

Terakhir, sertifikat badal haji diserahkan ke PPIH Kloter untuk diberikan ke keluarga jemaah yang dibadalkan. “Pelaksanaan badal haji tidak dipungut biaya,” katanya.

Ia juga mengimbau jemaah tidak melakukan transaksi badal haji dengan pihak yang tidak bertanggung jawab.

Selain itu, Suratman mengatakan, langkah mitigasi yang dilakukan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti jemaah sakit hingga meninggal dunia, Kementerian Agama melakukan sejumlah langkah mitigasi.

Saat jemaah berada di dalam negeri, dilakukan pemeriksaan kesehatan secara bertahap yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan sejak dari Puskesmas sampai dengan pemeriksaan di embarkasi.

Lalu ketika di kloter, disiapkan tenaga kesehatan sebanyak tiga orang, terdiri dari satu orang dokter dan dua orang perawat. "Petugas ini membersamai kloter sejak dari Indonesia sampai Indonesia kembali. Adanya Petugas Haji Daerah dari unsur kesehatan," ujarnya.

Kemudian di Arab Saudi, adanya layanan kesehatan yang dilakukan oleh Kemenkes sejak dari kloter, sektor, dan Kantor Kesehatan Haji Indonesia (KKHI), bahkan sampai dengan Rumah Sakit Arab Saudi.

Kemenag juga telah membentuk petugas layanan lansia yang berfokus pada pelayanan bagi jemaah lanjut usia (lansia).

Selanjutnya, petugas Daerah Kerja (Daker) juga membentuk Pendamping Ibadah Jemaah Udzur (PIJU) yang diperbantukan di KKHI. Setiap jemaah dibayarkan asuransi jiwa di Indonesia yang jumlah pertanggungannya sebesar Bipih.

“Kemenag menyediakan badal haji bagi jemaah wafat wafat masuk ke asrama embarkasi sampai dengan wukuf," tuturnya.

Baca juga artikel terkait HAJI 2023 atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Abdul Aziz