Menuju konten utama

Kisah Kematian Massal Paus di Dunia, dari Australia hingga NTT

Sejarah kematian massal paus di dunia, dari Australia hingga NTT, mengungkap misteri terdamparnya paus di berbagai pantai. Apa penyebab fenomena ini?

Kisah Kematian Massal Paus di Dunia, dari Australia hingga NTT
Tim penyelamat menyelamatkan seekor paus sperma yang terdampar di Huizhou, provinsi Guangdong, Tiongkok 14 Maret 2017. REUTERS/Stringer

tirto.id - Fenomena paus terdampar dan mati di pantai bukanlah hal baru dan telah terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Salah satu insiden terbaru terjadi di Pantai Liliweri, Kecamatan Pureman, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang mana 17 ekor paus pilot (Globicephala macrorhynchus) ditemukan mati. Mamalia laut besar ini terdampar dan tersebar di sepanjang pantai dengan jarak 10-15 meter, dengan kondisi tubuh yang penuh luka.

Kasus seperti ini menimbulkan pertanyaan tentang penyebab terdamparnya paus di berbagai tempat. Namun, ini bukanlah pertama kalinya dunia menyaksikan tragedi semacam ini. Dari pantai barat Australia hingga pesisir Skotlandia, sejarah telah mencatat berbagai kejadian terdamparnya paus yang menimbulkan duka dan misteri tersendiri.

Sejak zaman dahulu, kisah kematian massal paus di berbagai belahan dunia telah menjadi fenomena yang menimbulkan keprihatinan para ilmuwan, ahli kelautan, dan pecinta lingkungan. Kematian massal ini terjadi di beberapa tempat di dunia, dan penyebabnya sering kali menjadi misteri yang memancing perdebatan.

Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi sejarah kematian massal paus di berbagai tempat, penyebab potensial, serta upaya yang dilakukan untuk melindungi spesies ini dari bencana serupa di masa depan.

Kematian Massal Paus dalam Sejarah

Ikan paus Minke
seekor paus minke diturunkan di pelabuhan setelah penangkapan ikan paus untuk tujuan ilmiah di Kushiro, di pulau utama Hokkaido yang paling utara. Kyodo/via AP

Antara enam hingga sembilan juta tahun yang lalu, di kawasan Samudra Pasifik dekat Amerika Selatan, terjadi peristiwa yang terus-menerus membunuh banyak paus. Sebagaimana dikuti Smithsonian, setidaknya 30 paus baleen mati, tubuh mereka terdampar di dataran lumpur pasang surut dan terkubur seiring waktu.

Selain paus baleen, paus sperma dan paus mirip walrus yang kini telah punah juga mati, bersama dengan anjing laut, ikan pedang, ikan bertulang, dan kukang air. Kejadian kematian massal ini, yang dikenal sebagai mass strandings, tampaknya terjadi berulang kali, dengan hewan-hewan terkubur dalam sedimen di antara setiap episode.

Kisah kematian massal paus pertama kali tercatat dalam literatur ilmiah pada abad ke-16, tetapi fenomena ini sudah berlangsung jauh sebelumnya. Para pelaut kuno sering kali melaporkan melihat bangkai paus terdampar di pantai-pantai terpencil. Salah satu kejadian paling terkenal terjadi pada abad ke-18 di Selandia Baru, di mana ratusan paus pilot ditemukan mati terdampar. Pada abad-abad berikutnya, insiden serupa terjadi di tempat-tempat seperti Australia, Norwegia, Skotlandia, dan bahkan di pantai-pantai Amerika Serikat.

Kisah Kematian Massal Paus di Berbagai Belahan Dunia

OTOPSI PAUS YANG MATI TERDAMPAR

Tim dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh melakukan otopsi terhadap ikan paus sperma yang mati setelah terdampar di pantai Ujong Kareung, Aceh Besar, Aceh, Selasa (14/11/2017). ANTARA FOTO/Irwansyah Putra

Lebih dari 50 Paus Pilot Mati setelah Terdampar di Skotlandia

Pada Juli 2023, lebih dari 50 paus pilot mati setelah terdampar di pantai Isle of Lewis, Skotlandia, menjadikannya salah satu insiden terdampar massal terbesar di negara itu dalam beberapa dekade. Pihak berwenang diberitahu tentang kejadian ini berupaya untuk mengapungkan kembali lebih dari selusin paus yang masih hidup tidak berhasil.

Dikutip laman berita Reuters, tim penyelamat akhirnya memutuskan untuk melakukan eutanasia pada paus yang tersisa demi kesejahteraan mereka. Secara total, 55 paus mati, dan satu paus diperkirakan berhasil bertahan hidup.

Organisasi amal British Divers Marine Life Rescue (BDMLR) menyatakan bahwa seekor paus betina ditemukan dengan prolaps vagina, dan mereka menduga seluruh kawanan terdampar setelah salah satu paus mengalami komplikasi persalinan.

"Paus pilot dikenal memiliki ikatan sosial yang sangat kuat, sehingga sering kali ketika satu paus mengalami kesulitan dan terdampar, yang lainnya mengikuti," kata pihak BDMLR, dikutip Reuters.

Kasus Kematian Massal Paus di Tasmania

Salah satu insiden kematian massal paus yang paling mengejutkan terjadi di Tasmania, Australia, pada tahun 2020. Kejadian ini melibatkan sekitar 400-an paus pilot (Globicephala macrorhynchus) yang terdampar di perairan dangkal dekat Pelabuhan Macquarie, pantai barat Tasmania. Insiden ini menjadi salah satu terdamparnya paus terbesar dalam sejarah Australia.

Kejadian ini pertama kali terdeteksi oleh pesawat pengintai pada 21 September 2020, ketika ratusan paus terlihat di perairan dangkal. Paus-paus tersebut terbagi menjadi tiga kelompok besar yang tersebar di sepanjang garis pantai. Tim penyelamat segera dikerahkan untuk melakukan operasi penyelamatan, tetapi tantangan besar dihadapi karena jumlah paus yang sangat banyak dan kondisi medan yang sulit. Banyak paus sudah berada di perairan yang dangkal, terperangkap di pasir dan karang yang mempersulit mereka untuk kembali ke laut.

Operasi penyelamatan yang melibatkan sukarelawan, ilmuwan, dan badan pemerintah dilakukan dengan cepat. Mereka menggunakan tali dan alat khusus untuk menarik paus kembali ke laut. Meskipun upaya keras dilakukan, hanya sebagian paus yang berhasil diselamatkan dan dikembalikan ke laut. Sisanya, mati akibat kekurangan oksigen dan kelelahan.

Paus pilot terkenal dengan sifat sosialnya yang kuat, sehingga jika satu paus dalam kelompok salah arah atau terjebak, seluruh kawanan cenderung mengikutinya, yang sering kali menyebabkan kejadian terdampar massal. Kasus di Tasmania ini diduga terjadi karena salah navigasi, kemungkinan dipicu oleh disorientasi saat paus mengikuti arus atau karena perubahan topografi laut yang membingungkan mereka.

Kematian Massal Paus di Chili

Pada tahun 2015, Chili menjadi lokasi salah satu kasus kematian massal paus terbesar dalam sejarah modern. Lebih dari 300 paus sei (Balaenoptera borealis) ditemukan mati terdampar di Teluk Penas, wilayah terpencil di Patagonia, Chili. Paus-paus tersebut ditemukan dalam kondisi membusuk, yang menunjukkan bahwa mereka telah mati beberapa waktu sebelum ditemukan oleh tim peneliti.

Kejadian ini pertama kali terdeteksi oleh tim ilmuwan yang melakukan survei udara di wilayah terpencil tersebut. Awalnya, sekitar 30 paus ditemukan, tetapi setelah survei lebih lanjut, jumlah paus yang mati meningkat secara signifikan menjadi lebih dari 300 ekor.

Penyebab pasti dari kematian massal ini belum dapat dipastikan sepenuhnya, namun para ilmuwan menduga bahwa ledakan alga beracun (Harmful Algal Bloom), yang dikenal sebagai red tide, mungkin menjadi penyebab utamanya, demikian dilansir laman resmi Blue Marine Foundation. Alga ini menghasilkan racun yang dapat mencemari perairan dan makanan paus. Ketika paus menelan plankton atau ikan yang telah terkontaminasi, mereka dapat mengalami keracunan yang mematikan.

Melindungi spesies paus agar tidak terdampar dan mati memerlukan pendekatan holistik yang melibatkan berbagai langkah penting. Pemetaan jalur migrasi dan analisis habitat kritis paus membantu dalam perencanaan konservasi untuk mengurangi risiko terdampar. Pengurangan polusi laut, termasuk plastik dan limbah industri, serta peningkatan kesadaran publik mengenai bahaya terdampar bagi paus sangat penting. Edukasi untuk nelayan dan pelaut, bersama dengan penegakan hukum terkait alat tangkap ramah lingkungan, juga berperan besar dalam mencegah terjeratnya paus.

Pemantauan rutin, desain infrastruktur laut yang ramah lingkungan, dan penggunaan teknologi pelacakan canggih seperti satelit memberikan informasi penting untuk merespons situasi darurat dengan cepat. Penelitian berkelanjutan dan kolaborasi internasional mendukung pengembangan solusi efektif dan berbagi pengetahuan. Dengan langkah-langkah ini, kita dapat mengurangi risiko terdampar dan meningkatkan keselamatan paus di habitat alami mereka.

Baca juga artikel terkait SAINS POPULER atau tulisan lainnya dari Yulaika Ramadhani

tirto.id - Edusains
Penulis: Yulaika Ramadhani
Editor: Iswara N Raditya