tirto.id - Beberapa tahun ke belakang, sejumlah riset menyimpulkan ada banyak perusahaan yang belum siap menempatkan perempuan sebagai pemimpin sehingga membuat banyak potensi terkubur. Karier perempuan pun terancam mandek.
Dr. Ros Altmann dari lembaga Business Champion for Older Workers menyebut seksisme dan ageism sebagai penyebabnya. Perempuan hanya akan dipekerjakan selama masih menarik dan yang terpenting masih muda.
Pada 2016, dalam laporan bertajuk “Women at Work”, ILO mencatat selain rasio perekrutan yang jauh berbeda, kesenjangan upah pekerja perempuan dan laki-laki di level global mencapai 23 persen—dengan kata lain upah pekerja perempuan hanya 77 persen dari upah pekerja laki-laki.
Riset Mckinsey (2018) juga mengungkap hanya 20 persen posisi middle management yang diisi oleh perempuan, dan makin ke atas jumlahnya kian menyusut. Posisi Chief Executive Officer (CEO) untuk perempuan hanya tersisa 5 persen. Perempuan dinomorduakan. Kalaupun perempuan berhasil sampai di posisi puncak, kesuksesannya cenderung dikaitkan dengan keluarga atau peran domestik. Berbeda dengan laki-laki sebagai pribadi independen yang leluasa mengejar karier.
Namun lain dulu, lain sekarang.
Industri Ramah Perempuan
Kini jumlah perempuan yang duduk di posisi manajemen perusahaan secara global perlahan tapi pasti menunjukkan peningkatan (menjadi 31 persen setelah 2 tahun stagnan di angka 29 persen). Perempuan yang berada di level C-Suite ikut naik dari 20 persen ke 26 persen. Data tersebut diperoleh dari laporan tahunan Grant Thornton “Women in Business 2021” yang belum lama ini dirilis.
Laporan yang sama juga menunjukkan jika perusahaan Indonesia mulai memperbaiki kesetaraan gender dengan menjamin peluang kerja yang setara. Data BPS (2019) bahkan menyebut adanya pertumbuhan tenaga kerja perempuan dari 2018 ke 2019 sebanyak 47,95 juta orang.
Namun Johanna Gani, CEO/Managing Partner Grant Thornton Indonesia, mengingatkan, “Menciptakan lingkungan bisnis inklusif yang mendukung keragaman gender di jenjang kepemimpinan perusahaan tidaklah mudah. Karenanya, para pemimpin bisnis perlu menjalankan strategi ini untuk jangka panjang serta selalu membagikan apa yang mereka lakukan untuk mendorong perubahan di perusahaan mereka sendiri sehingga pengalaman mereka dapat menginspirasi orang lain.”
Upaya itu pun kini tengah dilakukan oleh PT Vale Indonesia Tbk (Vale). Perusahaan tambang global ini meyakini bahwa menjunjung keberagaman di berbagai level pekerjaan bakal menciptakan lingkungan kerja yang lebih baik—terbuka, transparan, dan saling menghormati—terutama, bermanfaat bagi keberlangsungan perusahaan.
Langkah konkret yang telah dilakukan Vale, di antaranya, menyetarakan upah pekerja laki-laki dan perempuan serta sistem rekrutmen tanpa basis gender. Perusahaan juga berkomitmen meningkatkan persentase pekerja perempuan sebesar 100 persen dan 500 persen pekerja difabel dalam jangka menengah-panjang, termasuk menambah jumlah perempuan di posisi senior leadership di seluruh dunia. Kebijakan yang menarik, sebab saat ini baru ada 257 pekerja perempuan atau 8,5 persen dari total pekerja.
Tahun lalu, Vale Indonesia menambahkan 26 persen tenaga kerja perempuan, dan pimpinan senior perempuan meningkat 36 persen.
Walau jumlah pekerja perempuan masih terbatas, banyak dari mereka yang telah berkarier selama belasan tahun di Vale dan masih bertahan hingga sekarang. Padahal menurut survei International Consortium for Executive Development Research (ICEDR) pada 2016, 67 persen perempuan milenial berpotensi meninggalkan pekerjaan setelah lima tahun bekerja.
Penyebab utamanya adalah perkara gaji yang tak sesuai harapan, disusul alasan pekerjaan yang dianggap tak lagi menyenangkan, entah karena potensi terabaikan, beban kerja tak sebanding dengan penghasilan, atau ingin mendedikasikan waktu sepenuhnya untuk keluarga.
Lalu apa yang membuat para perempuan betah berkarier di Vale yang didominasi oleh pekerja laki-laki? Selain berfokus pada keberagaman gender dan menjadi perusahaan yang ramah perempuan, Vale terus mendorong pengembangan local talents, salah satunya, lewat program Diversity & Inclusion (D&I). Seluruh pekerja, laki-laki maupun perempuan, diberi kebebasan menyalurkan ide dan passion.
Masa Depan di Tangan Perempuan
Proses rekrutmen, promosi, dan renumerasi di Vale murni berbasis kompetensi. Asalkan berpotensi, tanpa memandang gender, siapa pun punya peluang untuk sukses di industri ini. Tak main-main, komitmen Vale dalam menciptakan organisasi yang dimotori oleh SDM kompeten dibuktikan dengan pengangkatan Febriany Eddy—biasa disapa Febri—sebagai CEO dan Presiden Direktur Vale per hari ini, 29 April 2021.
“Saya berkomitmen memimpin Vale dalam melaksanakan agenda pengembangan di Bahodopi, Pomala, dan Sorowako, yang didorong oleh Tujuan (Purpose) Vale, yakni memberi kontribusi dari pertambangan kepada masyarakat secara keseluruhan dan membawa kemakmuran bagi semua. Terlepas dari tantangan yang luar biasa, kami berkomitmen untuk menerapkan praktik karbon netral dalam memproduksi nikel, material penting untuk rencana dekarbonasi dunia,” ungkap Febri.
Febri merupakan kandidat kuat karena memiliki pengalaman kerja internasional di industri finansial maupun pertambangan selama 22 tahun. Sebelum menjabat sebagai CFO Vale pada 2018 hingga 2019 dan Deputy CEO selama 2 tahun, ia pernah bertugas di kantor regional Vale Base Metals Asia Pasifik dan Afrika yang bertanggung jawab terhadap operasional Vale Base Metals di Indonesia, Jepang, China, Taiwan, dan Afrika.
Sarjana Ekonomi dari Universitas Indonesia serta pemegang titel MBA dari UCLA Anderson School of Management dan National University of Singapore itu menjadi satu dari sedikit perempuan (13,2 persen) pemegang jabatan eksekutif level C-Suite di industri pertambangan, menurut S&P Global Ratings.
Selain memiliki karier cemerlang, Febri juga aktif menyuarakan kesetaraan, keberagaman, inklusi, dan keberlanjutan, melalui berbagai forum: Women in Mining & Energy (WIME); Indonesia Business Council for Women Empowerment (IBCWE); dan kini menjabat sebagai Vice Chairman Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD). Kecintaannya terhadap alam Indonesia membuatnya menjadikan keberlanjutan sebagai misi pribadi.
“Tak dapat disangkal, perempuan yang mendobrak peran telah mematahkan paradigma. Sangat keren jika kita terinspirasi oleh perempuan yang mengukir prestasi besar, dan bahkan lebih keren jika kita dapat menyaksikan kesuksesan perempuan di area-area yang menantang dan terkesan mustahil. Penting bagi leaders perempuan untuk menyuarakan diri agar orang lain dapat melihat bahwa prestasi itu mungkin diraih, sehingga mereka merasa aman untuk menempuh jalan yang sama jika memang itu kehendak mereka. Saya dapat menegaskan bahwa hari ini kita melihat apresiasi terhadap perempuan di perusahaan ini dan sangat menyenangkan menjadi bagian dari momen itu,” kata Aline Lorraine, Monitoring and Control Coordinator Vale.
Febri, juga Lorraine dan seluruh pekerja perempuan, menjadi bukti bahwa Vale adalah “rumah” bagi siapa saja yang mau bekerja sekaligus menjalani hidup dengan sepenuh hati. Semua punya peluang yang sama untuk membangun dunia yang lebih berwarna. []
Editor: Advertorial