tirto.id - Grup lawak Srimulat kembali kehilangan anggotanya. Setelah kepergian Eko DJ akhir bulan lalu, kali ini Bambang Gentolet tutup usia. Sosok yang dianggap sesepuh di grup Srimulat ini hingga akhir hayatnya tetap eksis di dunia panggung lawak.
Beberapa rekan seniman di Jawa Timur merasa kehilangan dengan kepergian komedian ini. Kesedihan mendalam tampak dirasakan Sutoyo, seorang komedian yang dalam enam bulan terakhir selalu tampil sepanggung dengan Bambang Gentolet di setiap undangan hajatan.
Dia tidak menyangka, Bambang Gentolet, yang lahir di Yogyakarta, 30 Juni 1941, menghadap Sang Pencipta pada Kamis (27/4/2017) malam.
"Sekitar pukul 20.00, Cak Gentolet mengeluh sesak nafas kepada salah satu putrinya. Sempat minta dibuatkan teh panas dan minta diseka badannya. Lalu perutnya merasa mules ingin buang air besar namun kemudian terkulai lemas di kamar mandi," katanya saat melayat di rumah duka Jalan Manukan Tengah 6-I/1 Surabaya, pada Jumat dini hari.
Lantas putrinya segera melarikan ayahnya ke Rumah Sakit Bakti Dharma Husada yang terdekat dengan rumahnya dengan menggunakan taksi. Namun pria bernama asli Kasbianto itu mengembuskan nafas terakhir di perjalanan pada sekitar pukul 22.00.
Bambang meninggalkan dua orang putri. "Kalau istrinya kan sudah meninggal duluan sekitar tiga tahun lalu," ucap Sutoyo, seperti diberitakan Antara.
Kepergian yang tak terduga, karena menurut Sutoyo, Bambang Gentolet fisiknya selalu terlihat sehat, sama sekali tidak memiliki riwayat penyakit.
Karir Komedi Bambang Gentolet mengembangkan bakat lawaknya sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SMP) di tanah kelahirannya, Yogyakarta. Namun dia tidak pernah melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Di tahun 1967, dia merantau ke Tegal dan bergabung dengan kelompok lawak Lokakarya. Bersama kelompok lawak inilah Bambang Gentolet kerap manggung di Jawa Timur.
Hingga akhirnya dia bergabung dengan kelompok lawak Srimulat yang semula berpusat di Solo, kemudian pindah dan berdomisili di Surabaya. Bambang Gentolet pun turut berperan membesarkan kelompok Srimulat.
Bahkan dia sendiri adalah ikon kelompok Srimulat, dengan gaya rambut cepak berjambul yang menjadi ciri khas lawakannya yang tampaknya akan terus dikenang.
Ciri Khas Gaya Rambut
Di berbagai kesempatan, Bambang berkelakar bahwa gaya rambutnya yang cepak berjambul adalah potongan rambut prajurit KKO (Marinir), yang telah menjadi cita-citanya sejak kecil namun tidak pernah kesampaian.
Gaya rambutnya yang cepak berjambul itu kini ditiru oleh Sutoyo, yang juga anggota Srimulat dengan nama panggung Hunter Parabola. Bedanya, Sutoyo, benar-benar prajurit TNI Angkatan Laut yang kini telah pensiun.
Bersama pria berusia 52 tahun inilah Bambang Gentolet selama enam bulan terakhir kerap manggung bersama.
Sutoyo menjelaskan, gaya rambutnya yang meniru Bambang Gentolet adalah ciri khas untuk penguatan karakter sebagai rasa percaya diri di atas panggung.
"Di era Srimulat itu memang ditekankan setiap seniman harus punya karakter untuk menguatkan lawakannya. Dan saya pilih gaya rambut seperti Bambang Gentolet," ujarnya.
Dia mengatakan, duet lawakan dengan karakter rambut serupa bersama Bambang Gentolet nyatanya banjir orderan, dan mereka laku diundang di berbagai hajatan, meski hanya sebatas lingkup Jawa Timur sejak enam bulan terakhir.
"Terakhir tampil bareng baru kemarin bersama Cak Gentolet," katanya.
Bahkan, dia menambahkan, malam Minggu yang akan datang sudah terjadwal tampil bareng di TVRI dalam acara Pas Rindu bersama Koes Plus, Charlie Setia Band, dan Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf.
Selain itu, tanggal 30 April, Sutoyo dan Bambang Gentolet juga diundang tampil melawak di acaranya Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini di Kecamatan Tambaksari Surabaya.
"Tanggal 1 Mei, juga telah diagendakan jumpa fans dan ngocak bareng di Radio Kota FM Surabaya," ujarnya.
Namun Bambang Gentolet terlebih dahulu berpulang sebelum sempat tampil di tiga acara yang telah terjadwal tersebut.
Mengikuti Zaman
Seniwati ludruk Dewi Wati Agustini, menyebut Bambang Gentolet adalah gurunya. Perempuan 48 tahun ini mengawali karir seni peran dari Kelompok Teater Nol di Surabaya.
"Tahun 2004 saya terpilih sebagai aktris ludruk terbaik yang digelar oleh sebuah stasiun televisi swasta di Surabaya, dan saya langsung diajak oleh ayah Bambang Gentolet untuk ikut tampil bersama Srimulat," katanya.
Ayah, begitu kata sapaan Dewi terhadap Bambang Gentolet, karena dia merasa selalu mendapat bimbingan di setiap pementasan Srimulat yang konvensional, dibandingkan dengan panggung teater yang lebih modern dan lebih dulu dilakoninya.
Dia mengatakan, berkat bimbingan Bambang Gentolet di Srimulat itulah Dewi kemudian banjir order untuk tampil bersama sejumlah kelompok ludruk, yang masih kerap dijalaninya sampai sekarang.
Karenanya, dengan kepergian Bambang Gentolet, Dewi merasa kehilangan seorang guru. "Bagi saya, Ayah Bambang Gentolet adalah sesepuh bagi panggung lawakan Jawa Timur. Sepeninggal Ayah, siapa lagi sesepuh panggung komedi di Jawa Timur, rasanya sudah tidak ada lagi," katanya.
Satu hal yang membuat Dewi merasa salut, karena Bambang Gentolet selalu terus bergeliat di dunia panggung lawakan hingga akhir hayatnya.
Dia menilai, yang membuat Bambang Gentolet selalu laku diundang untuk tampil melawak di setiap hajatan adalah karena selalu mengikuti zaman.
"Ayah Bambang mau belajar dan selalu mengikuti perkembangan zaman. Sehingga lawakannya selalu `up to date' dan itulah yang membuat kami, pelaku seni peran, hormat padanya," ucapnya.
Jenazah Bambang Gentolet dijadwalkan dikebumikan setelah salat Jumat di Tempat Pemakaman Umum Babat Jerawat, Surabaya, tak jauh dari rumahnya.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri