tirto.id - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso meminta pengesahan RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) dipercepat. Tanpa UU itu, pelanggaran ketentuan data pribadi belum dapat dikenakan sanksi yang tegas karena keterbatasan produk hukum yang sudah ada saat ini.
“Kalau ada penyalahgunaan data pribadi, ini deliknya adalah delik penipuan atau private, ini kurang bisa menggigit atau bisa memberikan efek jera pada para penyalahgunaan,” ucap Wimboh dalam acara Indonesia Fintech Summit 2020: Fintech Visionary Talk, Rabu (11/11/2020).
Wimboh mengatakan tanpa kepastian ini maka sulit memberi keyakinan pada konsumen dan pelaku usaha. Menurutnya DPR perlu didorong lebih lagi agar segera mengesahkan RUU itu.
RUU PDP sudah diinisiasi sejak tahun 2012. RUU ini memuat 15 bab dan 72 pasal. Naskah RUU PDP telah diserahkan pemerintah kepada DPR pada 24 Januari 2020. Awalnya RUU ini ditargetkan selesai paling lambat Oktober 2020. Sayangnya hingga 11 November 2020 belum ada kejelasan bilamana RUU ini dapat segera rampung.
Menurut Wimboh persoalan data pribadi ini menambah rumitnya sektor keuangan digital. Sebab persoalan ini menandakan masih banyak pekerjaan rumah selain hanya terkait masalah jaringan dan koneksi di pelosok tanah air.
Belum lagi Wimboh juga mengingatkan dunia tengah menyoroti isu serangan siber. Ia bilang Indonesia juga perlu segera merespon isu ini.
“Kedua berkaitan dengan siber. Risikonya luas. Seluruh dunia concern terhadap ini sehingga kita harus mengeluarkan guidance pedoman nasional mengenai how to mitigate cyber risk [bagaimana memitigasi risiko serangan siber],” ucap Wimboh.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Bayu Septianto