tirto.id - Kampanye pemilihan gubernur dan wakil gubernur (Pilgub) DKI Jakarta telah berakhir pada Minggu (16/4/2017). Dua kontestan, tim sukses, relawan, hingga simpatisan pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Syaiful Hidayat dan Anies Rasyid Baswedan-Sandiaga Salahudin Uno dilarang melakukan kegiatan kampanye di masa tenang.
Warga ibu kota yang memiliki hak pilih diberikan waktu sekitar tiga hari untuk menimbang kandidat mana yang layak memimpin DKI Jakarta. Sayangnya, belum sampai 24 jam sejak memasuki masa tenang, serangan fajar pun sudah menghantui ibu kota.
Pembagian sembako secara terstruktur, masif, dan serentak menghiasi beberapa penjuru Jakarta dengan modus yang cukup beragam. Ada yang berbentuk pemberian sembako gratis, hingga dengan sistem jual-beli sembako dengan harga murah. Parahnya lagi, tindakan tersebut diduga tidak dilakukan satu pasangan calon saja. Kedua pasangan calon diduga memainkan serangan fajar dengan amunisi sembako.
Bawaslu DKI Jakarta sudah mencium adanya pelanggaran tersebut. Kepala Bawaslu DKI Jakarta Mimah Susanti mengaku pihaknya sudah mendapati sejumlah titik di ibu kota yang telah terjadi pemberian sembako secara masif dan serentak selama dua hari masa tenang.
“Jadi temuan dari hari pertama dan hari kedua itu ada dua titik di Jakarta Barat, ada dua titik di Jakarta Selatan, juga ada di Jakarta Utara hari ini di Warakas, ada juga di Kepulauan Seribu, di Jakarta Timur juga sudah ada juga, di Ciracas,” kata Mimah saat ditemui di silang Monas, Jakarta, Senin (17/4/2017).
Menurut Mimah, dalam dua hari pihaknya sudah menemukan pelanggaran di tujuh titik berdasarkan laporan warga dan pengawas lapangan. Ketujuh titik itu terdiri atas: Jakarta Barat 2, Jakarta Selatan 2, Jakarta Timur 1, Jakarta Utara 1, dan Kepulauan Seribu 1. Pemberian tersebut berupa sembako dan sapi.
Namun demikian, Mimah mengaku pihaknya belum bisa mengetahui asal-muasal dan pelaku serangan fajar tersebut. Ia mengatakan, Bawaslu DKI Jakarta masih mendalami dan mencari tahu siapa pelaku tindak pelanggaran tersebut.
“Jadi sampai hari ini ketika kita mintai keterangan saksi-saksinya itu termasuk terlapornya yang diduga akan membagikan itu belum teridentifikasi paslon mana pun. Tapi kan dugaan-dugaan tetap mengarah kepada paslon nomor 2,” kata Mimah.
Mimah mengatakan Bawaslu DKI baru mendapati motif para penyebar. Menurut dia, motif pelaku sama dengan motif pilkada serentak putaran pertama. Hal ini terlihat ada pembagian KTP, ada permintaan KTP dan ada permintaan KK.
“Modus-modus itu terjadi pada tahapan kampanye. Maka imbauan kepada seluruh masyarakat untuk tidak menerima itu dan bahkan siapapun yang akan membagikan tidak melakukannya di masa tenang sampai pelaksanaan pemilukada selesai,” ujar Mimah.
Dalam konteks ini, menurut Mimah, Bawaslu DKI lebih mengedepakan tindakan preventif agar bisa mengetahui secara detail. Ia mengaku pihaknya sulit menemukan bukti karena beberapa tindakan pelanggaran (pemberian sembako) belum dilakukan.
“Di Jakarta Utara itu kita temukan di salah satu rumah penduduk. Termasuk yang di Jakarta Selatan dan di Kalibata itu belum sempat dibagikan. Kita temukan aja di salah satu tempat atau di salah satu lokasi,” kata Mimah.
Karena itu, lanjut Mimah, pihaknya lebih mengutamakan pencegahan dahulu. Akan tetapi, penanganan terhadap dugaan pelanggaran tetap dilakukan dengan memanggil para saksi untuk menjelaskan adanya dugaan pelanggaran berupa bagi-bagi sembako tersebut.
Sementara itu, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol M. Iriawan tidak menanggapi secara spesifik tentang adanya tindakan politik uang. Ia menyerahkan segala keputusan kepada Bawaslu DKI sebagai pengawas pemilu.
"Bawaslu yang nanganin," ujar Iriawan di Ecovention, Ancol, Jakarta, Selasa (18/4/2017).
Timses Saling Membantah
Meski demikian, kedua tim pemenangan calon, baik pasangan nomor urut 2 dan nomor urut 3 sama-sama membantah telah melakukan tindakan pelanggaran berupa pembagian sembako. Sekretaris Tim Sukses pasangan nomor urut 2 Ahok-Djarot, TB Ace Hasan Shadzily menegaskan bahwa pasangan nomor urut 2 tidak pernah menggelar program sembako. Politisi Partai Golkar ini membantah kalau tindakan tersebut bagian dari timses Ahok-Djarot.
“Jadi kami tegaskan bahwa program sembako itu bukan bagian dari tim pemenangan Basuki-Djarot. Jadi kalau ada pihak-pihak selama ini mengaku, ya silahkan saja diusut oleh Bawaslu,” ujar Ace saat ditemui di silang Monas, Jakarta.
Sampai saat ini, timses nomor urut 2 mengaku kelimpungan dalam mencari pelakunya yang mengatasnamakan simpatisan. Dengan kata lain para penyebar sembako tersebut tidak terdaftar dalam tim, relawan, atau simpatisan resmi Ahok-Djarot. Karena itu, Ace mengaku kebingungan untuk mencari data pelaku.
“Kita susahnya kan mereka mengatasnamakan simpatisan. Jadi buat kita susah sekali untuk mengidentifikasi benar atau tidak yang bersangkutan adalah dari tim kita atau dari simpatisan kita. Yang jelas dalam tim kita nggak ada yang begitu,” kata Ace.
Menurut Ace, pihaknya meminta kepada pihak penegak hukum untuk menindak tegas pelanggaran tersebut. Mereka pun tidak mempermasalahkan oknum tersebut ditangkap lantaran sudah menggangu ketertiban.
“Silakan pihak keamanan atau pihak Bawaslu menindak tegas siapapun pihak yang membagi-bagikan sembako,” kata dia.
Calon Gubernur DKI Jakarta nomor urut 2, Basuki Tjahaja Purnama pun membantah pihaknya telah melakukan kegiatan bagi-bagi sembako di masa tenang. Menurut pria yang akrab disapa Ahok itu, pihaknya lebih suka memberikan jaminan daripada memberikan sembako kepada pulik.
“Saya lebih suka ada jaminan kayak Kartu Jakarta Pintar bisa beli daging, operasi pasar yang memang dilakukan oleh Pasar Jaya, oleh food station Cipinang itu rutin. Jadi saya paling nggak suka bagi-bagi sembako,” kata Ahok di silang Monas, Jakarta.
Ahok mengaku tidak mengetahui siapa pelaku serangan fajar dengan menggunakan sembako tersebut. Ia pun mempersilakan aparat untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran tersebut. Ahok memastikan bahwa dirinya dan timses nomor urut 2 itu tidak pernah melakukan pembagian sembako.
Bantahan serupa juga ditegaskan kubu Anies-Sandiaga. Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta nomor urut 3 Sandiaga Salahudin Uno menegaskan, pihaknya tidak melakukan kegiatan pembagian sembako. Ia menerangkan, pasangan koalisi Kertanegara itu justru ingin pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta dengan baik
“Kami menginginkan bahwa pemilu yang sejuk, mempersatukan dan yang kita amati di bawah. Yang terjadi itu kita pastikan mencederai warga Jakarta. Terutama mencederai demokrasi dengan politik uang,” ujar Sandiaga saat ditemui di silang Monas, Jakarta.
Sandiaga mengingatkan, pihak yang terlibat bukan hanya dari pasangan calon nomor dua, tapi juga nomor tiga. Oleh karena itu, ia mengajak semua pihak untuk menjaga Pilkada DKI Jakarta tetap kondusif. Sandiaga mengaku tidak bisa memantau semua lantaran keterbatasan sumber daya dan dana.
“Memang dari pihak kami karena sumber daya yang terbatas dan minim. Kami tidak leluasa untuk bisa memantau semuanya. Tapi kita meminta warga masyarakat dan relawan memantau dan melaporkan,” kata Sandiaga.
Terkait adanya dugaan pemberian sembako, Sandiaga membenarkan adanya kegiatan tersebut. Namun, lanjut dia, kegiatan itu tidak dilakukan pada saat hari tenang. Ia mengklaim, kegiatan tersebut tidak melanggar aturan.
“Sudah diberikan keterangan resmi oleh jubir. Semuanya sudah diterima bahwa itu tidak melanggar aturan dan karena kegiatan Pak Anies itu merupakan bagian dari kegiatan,” ujar Sandiaga.
Dalam konteks ini, pihak Anies-Sandiaga sudah memberikan klarifikasi kepada media. Juru Bicara Anies-Sandi, Edriana Noerdin menjelaskan tentang keberadaan tautan Anies menghadiri pelaksanaan pasar murah. Dirinya menuding video tersebut disebar oknum Ahokers untuk menjatuhkan citra Anies Rasyid Baswedan.
“Video tersebut disebarkan oleh Ahokers untuk menangkal bahwa Anies juga melakukan pembagian sembako seperti yang secara masif mereka lakukan dengan pembagian sembako gratis pada masyarakat,” ujar Edriana dalam keterangan tertulisnya yang diterima Tirto, Senin (17/4/2017).
Edriana menjelaskan kegiatan pasar murah yang dihadiri Anies itu dilakukan jauh sebelum pelaksanaan Pilkada DKI putaran pertama. Menurutnya, kegiatan pasar murah yang dihadiri Anies tersebut dilakukan pada 22 Desember 2016.
Menurut Edriana, dalam acara tersebut masyarakat dibagikan kupon untuk membeli sembako seharga Rp88.000 dari yang seharusnya seharga Rp113.000. Kegiatan tersebut dilakukan untuk berkomunikasi secara langsung dengan ibu-ibu agar bisa mendapatkan masukan berapa harga bahan pokok yang terjangkau oleh masyarakat bawah.
“Beliau berharap ketika menjadi Gubernur bisa melahirkan kebijakan yang berpihak pada masyarakat lapisan bawah sehubungan dengan harga sembako yang stabil dan terjangkau,” kata Edriana.
Timses Anies-Sandiaga mengklaim ada perbedaan yang sangat mendasar antara pasar murah di masa kampanye dengan bagi-bagi sembako gratis seminggu menjelang pencoblosan, apalagi pada masa tenang. Menurut timses pasangan nomor urut 3 ini, tindakan mereka bukan sebuah pelanggaran, sementara tindakan yang dilakukan lawan politiknya dinilai sudah merusak tatanan demokrasi di Jakarta.
Harus Ditindak Tegas
Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz mengatakan bahwa penggunaan sembako sebagai instrumen paling mudah untuk menarik pemilih. Menurut dia, ada tiga faktor yang membuat oknum paslon membagikan sembako sebagai alat untuk menarik suara di masa tenang dalam Pilkada DKI Jakarta.
“Pertama, waktu mepet, hanya dengan sembako mepetnya waktu bisa diatasi. Kedua, selisih kemenangan yang tipis. Untuk mengejar cepat dengan sembako. Ketiga, strategi pamungkas, karena menganggap metode ini efektif,” ujar Masykurudin saat dihubungi Tirto, Senin (17/4/2017).
Menurut Masykurudin strategi bagi-bagi sembako tersebut tidak akan optimal mempengaruhi pilihan masyarakat DKI Jakarta. Ia menilai warga DKI Jakarta sudah dewasa dalam proses demokrasi, khususnya dalam Pilgub DKI.
Namun demikian, Masykurudin tetap meminta Bawaslu untuk bertindak tegas. Menurut dia, Bawaslu DKI Jakarta sudah memiliki payung hukum yang kuat untuk menindak pelaku politik uang. Dalam aturan pemilu, setiap orang yang terlibat dalam politik uang dapat dihukum penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan. Tidak hanya hukuman badan, hukuman juga berbentuk denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Ia yakin Bawaslu DKI bisa menelusuri dan menjerat pelaku serta timses dengan jeratan hukum pidana. Menurut Masyukurudin, karena segala tindakan di masa tenang, baik itu pemberian sembako gratis maupun transaksi jual-beli, tetap digolongkan sebagai tindak kampanye saat masa tenang.
“Kalau Bawaslu serius menelusuri siapa aktor utama pelaku politik uang, sesungguhnya bisa,” kata dia menegaskan.
Akankah Bawaslu DKI dapat menemukan dan menindak tegas pelaku politik uang dengan modus pemberian sembako tersebut?
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz