Menuju konten utama

Keseimbangan Energi Maskulin dan Feminin dalam Relasi Percintaan

Relasi romantis perlu keseimbangan, termasuk yang berkaitan dengan energi maskulin dan feminin dalam diri pasangan. Apa kamu dominan di salah satunya?

Keseimbangan Energi Maskulin dan Feminin dalam Relasi Percintaan
Header Diajeng Feminine Masculine Energy. tirto.id/Quita

tirto.id - Bagi kamu yang menggemari novel atau film fiksi romantis happy ending tentunya sadar betapa rumit relasi percintaan pada realitanya. Tak perlu bicara jauh sampai ke relasi di jenjang pernikahan, pacaran pun bisa dihujani banyak konflik.

Ya, wajar saja. Sebab, relasi percintaan menyatukan dua individu dengan pemikiran dan latar belakang berbeda dalam satu ikatan. Namun, apabila tak cepat ditangani, bukan tidak mungkin gesekan dalam hubungan dapat berakhir dengan perpisahan.

Salah satu cara untuk membantu relasi percintaanmu berjalan harmonis dan selalu ada gairah adalah dengan menerapkan hukum polaritas.

Sebagai satu dari 12 hukum universal di bidang spiritual, hukum polaritas menyatakan segala sesuatu di dunia ini diciptakan saling berlawanan.

Sederhana contohnya: jahat-baik, gelap-terang, panas-dingin, sulit-mudah, baik-jahat, dan lainnya. Ini berlaku di segala aspek kehidupan, termasuk relasi percintaanmu dengan pasangan.

Dalam hal percintaan, hukum polaritas ini dikaitkan dengan energi maskulin dan feminin.

Keduanya punya karakteristik berbeda. Dengan merangkul perbedaan-perbedaannya, energi maskulin dan feminin dapat saling menarik dan melengkapi sehingga api cinta terus menyala.

Nah, setiap manusia memiliki energi yang dominan, bisa berupa maskulin atau feminin.

Meski setiap energi tak terpaku pada gender, secara alamiah laki-laki memiliki energi maskulin yang dominan, sementara perempuan dominan energi feminin. Disebut dominan karena energi tersebut tidak absolut. Apabila kamu dominan energi maskulin, kamu tentu tetap punya energi feminin meski kuantitasnya lebih kecil—begitu pula sebaliknya.

Header Diajeng Feminine Masculine Energy

Header Diajeng Feminine Masculine Energy. foto/istockphoto

Penasaran dengan energi dominanmu? Coba cek karakteristiknya.

Menurut Jessica Warren, life coach dan co-founder dari komunitas Mind: Unlocked yang berbasis di Inggris Raya, kedua energi ini bisa muncul dalam bentuk yang kuat dan matang, atau malah lemah dan mentah.

Energi maskulin yang kuat dan matang terlihat dari karakteristiknya, yaitu melindungi, mengarahkan, stabil, serta penuh kejelasan dan kepastian.

Sebaliknya, jika energinya lemah, maka yang muncul adalah kecenderungan mengontrol, melakukan kekerasan, menyalahgunakan kekuasaan, sombong, dan suka menghindar.

Sementara bentuk kuat dan matang dari energi feminin muncul dalam wujud intuitif atau mendengarkan suara hati, sensitif, merawat, berserah diri, dan terbuka.

Kebalikannya, energi feminin yang lemah mencerminkan kondisi mudah kewalahan, kebingungan, merasa tidak pasti, cemas, dan penghargaan diri yang rendah.

Dalam relasi percintaan, penggerak di balik energi maskulin adalah keinginan untuk menjawab tantangan dan mencapai tujuan hidup. Berbeda dengan energi feminin, ia cenderung digerakkan oleh emosi yang membuat perempuan relatif lebih terbuka untuk menerima cinta yang datang dan membalasnya.

Kamu pasti familiar dengan contoh karakteristik energi maskulin-feminin di kehidupan sehari-hari: PDKT. Dalam proses pendekatan, tim cowok cenderung akan bertindak lebih dulu dan mengejar, sedangkan tim cewek biasanya akan menunggu dan menerima.

Energi maskulin dan energi feminin layaknya dua kutub magnet: saling menarik dan menempel kuat jika keduanya didekatkan. Koneksi keduanya akan dilandasi oleh rasa cinta dan masing-masing menyadari kalau ia menjadi pelengkap hidup pasangannya.

Kedua energi akan menarik energi yang setara. Energi maskulin yang kuat dan matang akan menarik energi feminin dengan kualitas sama. Begitu juga energi maskulin yang lemah cenderung menarik energi feminin yang juga lemah.

Kalau pasangan laki-laki punya energi maskulin yang sudah established, pihak perempuan akan merasa aman, nyaman, dan dimengerti. Hidup yang terarah dan fokus pada tujuan menjadi pondasi yang kuat untuk relasi percintaan mereka.

Sementara itu, si perempuan akan memberikan dukungan pada pihak laki-laki—membuatnya merasa dicintai, disayang, dan dihargai. Ini karena perempuan dengan energi feminin yang kuat dan matang merupakan sosok yang cerdas secara emosional, peduli, dan penyayang.

Yup, begitulah keseimbangan dari energi maskulin dan feminin dalam sebuah relasi percintaan.

Penting diperhatikan juga, kondisi-kondisi tertentu dapat membuat terjadinya perubahan energi dalam diri seseorang.

Ada perempuan yang awalnya dominan energi feminin, tapi pekerjaan menuntut dirinya untuk mengerahkan energi maskulin. Demikian juga, ada juga laki-laki yang dominan energi maskulin namun karena harus merawat anggota keluarga yang sakit, maka energi femininnya menjadi lebih menonjol.

Nah, apabila orang tersebut tidak dapat mengatur energi maskulin dan feminin di dirinya dengan baik, akan muncul potensi depolarisasi.

Kebalikan dari hukum polaritas, depolarisasi dalam relasi percintaan terjadi saat energi maskulin dan feminin tidak lagi seimbang.

Akibatnya, api cinta terancam padam karena daya tarik pasangan sudah melemah—bahkan dapat saja bertolak belakang. Pasangan tersebut bisa-bisa saja terus bersama, namun tak lagi ada gairah, tak ada lagi kebahagiaan dan rasa puas.

Depolarisasi dapat disebabkan oleh dua hal. Pertama, terjadinya perubahan energi yang tadinya berlawanan menjadi sama jenisnya, yaitu maskulin dan maskulin serta feminin dan feminin, akibat adanya perubahan energi yang dominan dari salah satu orang dalam relasi tersebut.

Ini mungkin terjadi karena ia kesulitan untuk kembali ke energi yang secara alami dominan, atau menikmati energi yang sebelumnya tidak dominan sehingga membiarkan energi ini terus muncul dan akhirnya menjadi dominan.

Depolarisasi juga dapat terjadi akibat ulah dari salah satu orang yang menekan energi dominan dari pasangannya, bisa secara sengaja maupun tidak sengaja.

Misalnya, perempuan tanpa sadar merendahkan pasangannya yang menceritakan tentang impian dan cita-citanya. Atau ada laki-laki yang menolak saat pasangannya ingin memasak makan siang dan malah membeli makan lewat jasa pesan-antar.

Sepele memang, tapi sikap demikian terang saja membuat pasangan merasa ditolak, tidak nyaman, tidak dimengerti, dan tidak dihargai. Akibatnya, polaritas yang ada dalam relasi percintaan berpotensi untuk runtuh.

Header Diajeng Feminine Masculine Energy

Header Diajeng Feminine Masculine Energy. foto/istockphoto

Lalu, apa solusinya? Tak lain adalah upaya bagi setiap pasangan untuk sama-sama memperbaiki diri.

Tony Robbins, life coach asal Amerika Serikat yang menjadi salah satu penulis buku bestseller berjudul Life Force: How New Breakthroughs in Precision Medicine Can Transform the Quality of Your Life & Those You Love (2022), menyarankan untuk memulai dengan mengenali energi dominan yang ada di dalam dirimu dan pasanganmu.

Jika ternyata kamu dan pasangan memiliki energi yang sama, maka sudah jelas bahwa energi kalian saling bertolak belakang. Sebaliknya, jika energinya berlawanan, maka hukum polaritas dapat berlaku, sehingga kamu dan pasangan dapat mulai berusaha untuk menyeimbangkan kedua energi tersebut dalam relasi.

Setelah itu, kamu dan pasangan dapat bersama-sama menganalisis penyebab terjadinya depolarisasi yang membuat relasi kalian menjadi kacau. Saling jujur dan terbuka kepada pasangan menjadi kuncinya.

Tony juga menyarankan, belajarlah untuk mengubah ekspektasi terhadap pasangan menjadi apresiasi. Hindari memaksa pasanganmu untuk berubah atau melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan energi alaminya. Sebaliknya, apresiasi usaha mereka untuk memperbaiki relasi.

Terimalah bahwa energi dominan yang ada di dalam dirimu hadir dengan karakteristik tertentu. Begitu pula dengan energi dominan dari pasanganmu—ia hadir dengan membawa karakteristik tertentu yang benar-benar berbeda.

Yang terpenting, hindari menjadikan perbedaan dalam relasi kalian sebagai sumber konflik, karena sebenarnya perbedaan inilah yang menjadi daya tarik kuat antara energi maskulin dan feminin. Percaya, dengan cara-cara ini, relasimu dengan pasangan dapat menjadi lebih baik!

Baca juga artikel terkait LYFE atau tulisan lainnya dari Yunita Lianingtyas

tirto.id - Diajeng
Kontributor: Yunita Lianingtyas
Penulis: Yunita Lianingtyas
Editor: Sekar Kinasih & Lilin Rosa Santi