Menuju konten utama

Kesalahan Administrasi Keuangan Bisa Terbebas dari Ancaman Pidana

Kesalahan administrasi yang dilakukan Pemda bisa terbebas dari ancaman hukuman pidana. 

Kesalahan Administrasi Keuangan Bisa Terbebas dari Ancaman Pidana
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyampaikan keterangan saat tiba di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin (26/2/2018). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

tirto.id - Pelaku tindakan yang diindikasikan merugikan keuangan negara atau daerah dapat terbebas dari ancaman hukuman pidana jika termasuk kesalahan administrasi. Kemungkinan itu muncul setelah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menjalin kerjasama dengan Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri serta Kejaksaan Agung, Rabu (28/2/2018).

Kerjasama itu mengenai koordinasi Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) dengan penegak hukum, dalam menangani laporan atau pengaduan yang berindikasi tindak pidana korupsi pada penyelenggaraan pemerintahan daerah. Peluang bebasnya pelaku dari ancaman pidana tercantum di Pasal 7 Perjanjian Kerjasama.

Beleid itu mengatur, APIP atau Inspektorat Jenderal/Daerah dapat menentukan suatu laporan berindikasi korupsi merupakan kesalahan administrasi atau pidana. Penentuan jenis laporan juga bisa dilakukan Polri serta Kejagung.

Jika suatu aduan digolongkan sebagai kesalahan administrasi, pengusutan menjadi wewenang Inspektorat. Ada empat kriteria untuk menentukan suatu aduan termasuk kesalahan administrasi. Kriteria itu diatur pada Pasal 7 ayat (5) Perjanjian Kerjasama.

Pertama, tidak terdapat kerugian keuangan negara/daerah dalam tindakan yang diadukan.

Kedua, "Terdapat kerugian keuangan dan telah diproses melalui tuntutan ganti rugi... paling lambat 60 hari sejak laporan hasil pemeriksaan... diterima pejabat, atau telah ditindaklanjuti dan dinyatakan selesai oleh APIP atau BPK."

Ketiga, tindakan yang dilaporkan termasuk diskresi.

Keempat, perbuatan yang diadukan merupakan penyelenggaraan administrasi pemerintahan sesuai asas umum yang baik.

"Koordinasi tidak berlaku dalam hal tertangkap tangan," bunyi Pasal 7 ayat (6) Perjanjian Kerjasama itu.

Dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo berkata bahwa kerjasama tidak dibuat untuk melindungi kejahatan atau membatasi penegak hukum menegakkan aturan.

"Pendekatannya adalah mengedepankan hukum administrasi sehingga penanganan pidana merupakan ultimum remedium atau upaya akhir dalam penanganan suatu permasalahan dalam penyelenggaraan pemda," ujar Tjahjo.

Perjanjian juga dibuat karena Tjahjo menganggap banyak aparat di pemda yang gamang terjerat kasus korupsi. Ketakutan berdampak pada terhambatnya pembangunan di daerah.

"Prinsipnya semua laporan mesti ditindaklanjuti APIP atau penegak hukum," katanya.

Baca juga artikel terkait KEMENDAGRI atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Hukum
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Agung DH