tirto.id - Debat keempat Pilpres 2019 mengusung tema keamanan, pertahanan, ideologi, dan hubungan luar negeri. Pada keempat tema ini, baik Joko Widodo atau Prabowo Subianto sebetulnya punya rekam jejak yang tak bagus-bagus amat.
Prabowo Subianto misalnya, punya masalah dalam isu hubungan internasional. Dia adalah satu dari tujuh bekas jenderal TNI yang di-blacklist Amerika Serikat karena diduga terlibat dalam kasus-kasus pelanggaran HAM.
New York Times melaporkan Departemen Luar Negeri AS pernah menolak visa Prabowo pada 2000, tatkala dia berencana menghadiri wisuda sarjana anaknya.
"Masalah ini pasti melekat pada Prabowo apabila terpilih nanti, makanya harus diselesaikan," kata peneliti dari Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia Adriana Elizabeth kepada reporter Tirto, Jumat (29/3/2019).
Isu ini jelas tak bisa dianggap sepele. Kebijakan luar negeri Indonesia sedikit banyak bisa terpengaruh jika Prabowo terpilih sebagai presiden.
"Ini harus ada keterampilan diplomatis. Tidak bisa kesalahan seseorang berdampak kepada kondisi masyarakat satu negara," kata Adriana. "Tapi yang jelas kerja sama enggak akan maksimal. Tergantung hasil diplomasi."
Impunitas
Jika Prabowo punya masalah di isu hubungan internasional, Jokowi punya kerikil lawas bernama impunitas.
Pada era Jokowi, relasi sipil-militer tak banyak berubah. Pelanggaran HAM masa lalu tak juga diselesaikan, padahal itu adalah salah satu 'daya tarik' Jokowi pada Pilpres 2014.
"Kami berkomitmen menghapus semua bentuk impunitas di dalam sistem hukum nasional, termasuk di dalamnya merevisi UU Peradilan Militer yang pada masa lalu merupakan salah satu sumber pelanggaran HAM," demikian janji dia dulu.
Pada 2017, impunitas militer juga ramai dibahas karena kasus pria bernama La Gode. Akhir 2017, pelaku pembunuhan La Gode--yang merupakan anggota TNI--sudah dibawa pergi untuk sementara dari Maluku Utara.
Tidak ada yang tahu perkembangan kasusnya hingga saat ini karena faktor peradilan militer yang lebih tertutup ketimbang peradilan umum.
Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid berpendapat masalah ini terjadi karena Jokowi, sebagai presiden sipil keempat setelah reformasi, gagal mengontrol militer dan menegakkan supremasi sipil.
"Sekarang inilah ujian buat Presiden Jokowi dan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, apakah mau atau apakah bisa mengubah atau mengendalikan sikap TNI atau elemen dalam TNI. Itu kuncinya," ujar Usman akhir Desember 2017.
"Jika tidak dijalankan, ya, berarti dia ingkar janji atau dia tidak bisa mengendalikan sikap TNI kepada otoritas sipil dan mematuhi UU TNI," kata Usman.
Sedangkan di bidang penegakan hukum, Polri banyak disorot. Skandal yang banyak dibicarakan adalah belum terungkapnya pelaku penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Meski sudah ada tim khusus, sampai sekarang kabar soal pelakunya masih nihil.
Kedua adalah kasus yang melibatkan KPK dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Dalam skandal 'buku merah', banyak yang menduga Tito adalah salah satu terduga penerima uang dari pelaku Basuki Hariman.
Beberapa media sudah menginvestigasi kasus ini, tetapi tak ada perkembangan. Nihil. Jokowi pun bungkam.
Berani adalah Kunci
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin menyatakan Jokowi dan Prabowo harus sama-sama mempunyai niat dan keberanian yang cukup untuk membawa kasus ini ke debat keempat Pilpres 2019.
Jokowi punya modal besar untuk menuntaskan dugaan kejahatan HAM Prabowo. Ujang bilang, seharusnya Jokowi tak perlu takut terhadap serangan balik soal kasus HAM yang juga menyinggung pembantunya, seperti Menko Polhukam Wiranto.
"Lagipula itu tidak menyerang pribadi. Itu, kan, pertanyaan soal hubungan internasional dan kenegaraan," kata Ujang kepada reporter Tirto. "Jokowi harus berani, masak sebagai calon pemimpin negara takut?" tambahnya.
Hal yang sama juga berlaku sama kepada Prabowo. Meski ada kemungkinan Jokowi melempar masalah keamanan pada institusi Polri dan TNI, tetapi Prabowo harus bisa menuntut komitmen Jokowi memperbaiki persoalan tersebut.
"Ada titik lemah yang sepertinya bisa diungkap Prabowo. Karena itu tadi, terkait konflik-konflik, Pak Prabowo harusnya bisa menanyakan itu," pungkas Ujang.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Rio Apinino