tirto.id - Perusahaan BUMN yaitu PT PANN (Pengembangan Armada Niaga Nasional) dibubarkan. Pembubarannya akan dilaksanakan oleh Menteri BUMN Erick Thohir dan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menyetujui pembubaran ini lewat Keputusan Presiden Nomor 25 Nomor 2022.
“Pengaturan mengenai Pembubaran Perusahaan Perseroan PT Perusahaan Pengembangan Armada Nasional oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara dan Menteri Keuangan, sesuai dengan kewenangan masing-masing didasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan," demikian tertulis dalam Keppres tersebut.
PT PANN termasuk salah satu dari 20 BUMN yang dinilai "sakit". BUMN lain yang dinilai "sakit" yaitu PT Merpati Nusantara Airlines (MNA), PT Kertas Leces, PT Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), dan PT Industri Kapal Indonesia (IKI Shipyard). PT MNA yang dikabarkan segera menyusul PT PANN untuk dibubarkan.
Sementara itu, PT PANN yang saat ini hanya memiliki 7 pegawai pernah menerima penyertaan modal negara (PMN) dengan nilai mencapai Rp3,8 triliun. Kucuran PMN ini menimbulkan polemik lantaran PT PANN tidak kelihatan di permukaan.
Menteri BUMN Erick Thohir menilai, PT PANN telah melenceng karena mengoperasikan perusahaan tidak sesuai core bisnis. Masalah yang dimiliki PT PANN sudah muncul sejak tahun 1994 dan harus diperbaiki. Caranya bisa merger, dan pilihan terakhirnya yaitu dibubarkan seperti saat ini.
Fakta-fakta Seputar PT PANN
PT PANN didirikan tahun 1974 dengan semangat untuk menyelenggarakan program investasi kapal niaga nasional. Sepanjang tahun 1974 sampai 1994, sudah banyak kapal niaga tercipta setelah mendapat pembiayaan. Kinerja yang telah dilakukan sesuai core bisnis PT PANN tersebut meliputi:
- Pengadaan 5 unit kapal niaga baru yang dibangun pada galangan dalam negeri.
- Pengadaan 8 unit kapal niaga bekas dibeli dari eropa berjenis bulk carrier 1 unit dan general kargo 7 unit.
- Pengadaan 30 unit kapal niaga bekas berusia muda yang sumber pendanaannya berasal dari Bank Dunia.
- Pembangunan 30 unit kapal niaga melalui kerjasama dengan Pemerintah Norwegia. Sebanyak 20 unit pembangunan kapal niaga dilakukan di Indonesia dan 10 unit di Norwegia.
- Pengadaan 1 unit kapal coal carrier pertama di Indonesia berbobot 11.000 DWT. Kapal ini dioperasikan PT Bahtera Adiguna (Persero) dengan skema pembiayaan two step loan.
- Pengadaan 30 kapal Caraka Jaya jenis general cargo dan semi container dengan bobot mati 3.000 DWT sampai 4.000 DWT. Proyek tersebut melibatkan 9 galangan dalam negeri.
Pada tahun 1991, perusahaan ini mendapatkan penugasan dari pemerintah untuk melakukan Subordinate Loan Agreement Kapal Ikan dan pesawat Boeing 737-200 bekas dari maskapai Lufthansa. Dari sinilah malapetaka PT PANN dimulai.
PT PANN segera melakukan program alih teknologi lewat penugasan itu dengan membangun 31 unit Kapal Ikan Mina Jaya. Kapal tersebut dikembangkan dari 31 unit shipset kapal ikan Spanyol. PT PANN turut meneken penerusan pinjaman kapal ikan sebesar USD 182,257,692.
Terkait dengan perjanjian pesawat, PT PANN melakukan program jetisasi transportasi udara dengan pengadaan 10 unit pesawat Boeing 737-200 eks Lufthansa dari Jerman. Pada kesepakatan dilakukan penerusan pinjaman program sebesar USD 89.610.000.
Hanya saja, kedua proyek tersebut dinyatakan gagal dan over finance selama kurun 1995-2006. Pesawat Boeing 737-200 eks Lufthansa yang disewakan ke empat perusahaan ternyata gagal memperoleh hasil semestinya. Penyewa gagal membayar biaya sewa.
Di sisi lain, pada proyek kapal ikan, dari 31 kapal ikan bekas yang telah disiapkan ternyata hanya menghasilkan 14 unit kapal ikan baru. Kapal-kapal ikan ini tidak terserap pasar padahal PT PANN telah mengeluarkan biaya pembangunan yang ditambah sebesar Rp120 miliar.
Kegagalan kedua proyek membuat PT PANN mengalami kerugian besar. Keuntungan dari kegiatan bisnis inti pembiayaan kapal niaga tidak mampu lagi menutup kerugian. Perusahaan mengalami ekuitas negatif sampai saat ini.
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Dipna Videlia Putsanra