tirto.id - Bali merupakan daerah yang terkenal sebagai tujuan pariwisata. Nama Bali berasal dari bahasa sanskerta yaitu bal yang berarti "kekuatan" dan bali yang bermakna "pengorbanan".
Robert Pringle dalam buku A Short History of Bali: Indonesia’s Hindu Realm (2004: 6-9) mencoba memahami Bali melalui tiga cara, yakni secara general, geografis, dan kultural.
Secara general, Bali dikenal sebagai tempat pariwisata paling banyak dikunjungi turis. Bali juga dikenal sebagai pulau dengan banyak bunga anggrek dan pura.
Secara geografis, Bali merupakan bagian dari Kepulauan Nusa Tenggara atau Sunda Kecil. Bali memiliki lebar wilayah 112 km dan panjang 153 km. Bali terletak di 8°25′23″ Lintang Selatan dan 115°14′55″ Bujur Timur.
Selain Pulau Bali, wilayah Bali juga terdiri atas Pulau Nusa Penida, Nusa Lembongan, Nusa Ceningan, Serangan, dan Menjangan.
Secara kultural, masyarakat Bali dapat dilihat melalui sistem kepercayaan dan kekerabatannya.
Bali merupakan wilayah dengan jumlah masyarakat Hindu paling banyak di Indonesia. Sedangkan untuk sistem kekerabatan, Bali menganut sistem patrilineal.
Sistem Kepercayaan di Bali
Berdasarkan data dari Kementrian Agama pada 2018, masyarakat Bali mayoritas beragama Hindu-Bali. Hindu-Bali merupakan penggabungan atas Hindu aliran Saiwa, Waisnawa, dan Brahma dengan kepercayaan asli suku Bali.
Hindu-Bali percaya satu Tuhan dengan konsep trimurti yang terdiri atas tiga wujud, yakni Brahmana yang menciptakan, Wisnu yang memelihara, dan Siwa yang merusak.
Kepercayaan terhadap Tri Murti ini diimplementasikan dalam bentuk keberadaan tiga pura yang selalu ada di setiap desa. Puta di Bali meliputi Pura Desa, Pura Bale Agung, dan Pura Puseh.
Pura Desa atau Pura Bale Agung merupakan tempat bersemayam Dewa Brahma sebagai pencipta alam semesta. Pura Desa sering ditempatkan di perempatan agung atau wilayah tengah desa.
Pura Puseh atau Pura Segara adalah tempat bersemayam Dewa Wisnu sebagai pemelihara alam semesta. Pulau ini biasa ditempatkan di wilayah selatan desa dengan posisi yang menghadap pantai.
Sementara itu, Pura Dalem adalah pura tempat bersemayamnya Dewa Siwa. Biasanya, Pura Dalem dibangun menghadap ke arah barat daya.
Tempat ibadah masyarakat Hindu-Bali disebut Pura. Pura-pura tersebut memiliki sifatnya masing-masing. Pura Besakih yang bersifat umum dan terbuka untuk semua golongan.
Pura Desa yang merupakan pura khusus untuk masyarakat setempat. Serta Pura Sanggah yang khusus untuk leluhur.
Mengutip dari buku Antropologi untuk Kelas XI SMA dan MA (2009: 16), masyarakat Bali juga menganggap penting beberapa hal selain trimurti, yaitu:
- Atman: roh yang abadi
- Karmapala: buah dari setiap perbuatan
- Purnabawa: kelahiran kembali jiwa
Sistem Kekerabatan di Bali
Masyarakat Bali menganut sistem kekerabatan patrilineal. Dalam sistem ini, anak yang lahir dari perkawinan akan mengikuti garis keturunan bapak.
Angraini dan Gunawijaya dalam artikel yang berjudul “Hukum Adat Kekeluargaaan dan Kewarisan di Bali” yang terbit di Pariksa - Jurnal Hukum Hindu STAHN Mpu Kuturan Singaraja (Vol. 2, No.2, 2020) menyatakan bahwa sistem kekerabatan patrilineal sangat bergantung pada sistem perkawinan "jujur".
Dalam sistem ini, proses melamar dilakukan oleh pihak laki-laki pada pihak perempuan. Setelah menikah, pihak isteri akan mengikuti kedudukan dan kediaman suami.
Perkawinan yang tidak diperbolehkan di Bali adalah perkawinan antara saudara perempuan suami dengan saudara laki-laki istri. Jika perkawinan tersebut terjadi, maka akan menimbulkan bencana (panes).
Terdapat bermacam-macam cara perkawinan yang dilakukan di Bali, yaitu ngerodod, memadik, jejangkepan, nyangkring, ngodalin, tetagon, ngunggahin, dan melegandang.
Dari beragam cara perkawinan tersebut, yang paling sering dilakukan adalah cara untuk meminang perempuan di Bali, yakni dengan cara memadik dan mrangkat. Cara memadik atau ngindih dilakukan dengan meminang perempuan. Sementara itu, mrangkat atau ngerorod dilakukan dengan melarikan perempuan untuk dinikahi.
Penulis: Fatimatuzzahro
Editor: Dipna Videlia Putsanra