Menuju konten utama

Kementerian ESDM Targetkan 15 Proyek CCS/CCUS Beroperasi di 2030

CCS/CCUS adalah teknologi penangkapan dan penyimpanan emisi karbon agar tak terlepas ke atmosfer. Lalu dimanfaatkan untuk peningkatan produksi minyak & gas.

Kementerian ESDM Targetkan 15 Proyek CCS/CCUS Beroperasi di 2030
Pekerja melakukan perawatan dan perbaikan kabel Saluran Udara Tegangan Extra Tinggi (SUTET) di kawasan Penjaringan, Jakarta, Rabu (3/7/2019). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat total kapasitas pembangkit listrik mega proyek 35.000 MegaWatt (MW) yang beroperasi per 15 Juni 2019 baru 3.617 MW atau sekitar 10 persen dari target pemerintah. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww.

tirto.id - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan 15 proyek Carbon Capture and Storage dan Carbon Capture Utilisation and Storage (CCS/CCUS) dapat beroperasi pada 2026-2030.

Dua cekungan sedimen sebagai implementasi teknologi CCS/CCUS di sektor energi air tanah yang sedang didorong yaitu cekungan Sunda Asri dan cekungan Bintuni.

“Saat ini, Indonesia memiliki total sekitar 15 proyek potensial CCS/CCUS dengan target onstream tahun 2026 - 2030. Dua cekungan yang sedang didorong pemerintah untuk dijadikan CCS Hub di wilayah Asia Timur dan Australia yaitu cekungan Sunda Asri dan cekungan Bintuni,” ujar Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian ESDM, Ariana Soemanto dalam keterangan resminya, dikutip Tirto Selasa (2/7/2024).

CCS/CCUS adalah teknologi penangkapan dan penyimpanan emisi karbon sehingga tidak terlepas ke atmosfer. Setelah disimpan, karbon kemudian dimanfaatkan untuk peningkatan produksi minyak dan gas.

Menurut Ariana, Indonesia dikenal memiliki cekungan sedimen terbesar di kawasan Asia Tenggara. Potensi sumber daya penyimpanan karbon di 20 cekungan itu tersebar di berbagai wilayah di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.

Secara keseluruhan memiliki kapasitas 573 Giga ton Saline Aquifer dan 4,8 Giga Ton depleted oil and gas reservoir (reservoir Minyak dan Gas Bumi yang telah mengalami penurunan tekanan reservoir atau cadangan hidrokarbon akibat produksi Minyak dan Gas Bumi serta tidak dapat diproduksikan lagi secara ekonomis dengan teknologi yang ada saat ini).

“Skema CCS di Indonesia dibagi menjadi 2 pilihan. Pilihan pertama adalah penyelenggaraan CCS berdasarkan Kontrak Kerja Sama Migas, rencana kegiatan CCS dapat diusulkan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama dalam POD I maupun POD lanjutan atau revisinya,” katanya.

Kedua, CCS dapat dikembangkan sebagai usaha tersendiri, melalui Izin Eksplorasi Zona Target Injeksi dan Izin Operasi Penyimpanan Karbon.

Sementara itu, untuk mendukung pengembangan CCS/CCUS, pemerintah telah mengimplementasikan berbagai kebijakan, antara lain pembentukan CCS/CCUS National Centre of Excellence bersama dengan lembaga penelitian dan universitas, memperkuat kerja sama internasional di bidang CCS/CCUS, hingga menyusun regulasi dan kebijakan turunan.

"Saat ini, telah terbit Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 2 tahun 2023 dan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 14 tahun 2024 yang menjadi landasan hukum kuat untuk pengembangan dan penerapan penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS) di Indonesia," pungkas Ariana.

Baca juga artikel terkait CARBON CAPTURE STORAGE atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Flash news
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Irfan Teguh Pribadi