tirto.id - Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka (IKM) Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih menjelaskan, hingga saat ini baru ada 300 IKM yang mampu untuk memasarkan barangnya ke luar negeri alias ekspor.
"Ada tapi sedikit [yang bisa] ekspor. Jumlahnya cuma 300 IKM kemarin saya salah jadi hanya 300 dari 27.000 IKM. Jadi kebanyakan yang menengah yang bisa ekspor," kata dia di Kementerian Perindustrian, Jalan Gatot Subroto, Senin (11/2/2019).
Ia menjelaskan, target pemerintah untuk meningkatkan ekspor merupakan strategi untuk menambah pendapatan negara. Targetnya dari 300 IKM ini ke depan harus ada 3.000 IKM yang bisa mengirimkan barang-barangnya ke luar negeri.
"Kalau bisa jadi 3.000 kita kan harus setinggi mungkin lagian kita juga harus sesuaikan dengan kemampuan kita," papar dia.
Ia mengatakan, dari 300 barang IKM yang berhasil di ekspor yaitu furnitur, otomotif, craft, makan minum, dan elektronik.
Untuk meningkatkan jumlah IKM yang mampu ekspor, Kemenperin membuka kesempatan go internasional melalui program Asia Entrepreneurship Training Program (AETP). IKM yang ikut dalam seminar ini merupakan IKM yang sudah go digital dengan memiliki startup.
"Langkah ekspansi start up ke pasar internasional menjadi salah satu upaya peningkatan ekspor produk industri digital dan kreatif, serta memperkuat brand Indonesia sebagai negara industri kreatif dan digital,” kata dia.
Kegiatan ini berbentuk seminar yang menghadirkan pembicara dari AETP, SwissCham, dan Estubizi Network. Dalam diskuai dan seminar ini mengupas tentang program peran, dan pemberdayaan startup.
Gati mengatakan SwissCham yang merupakan kumpulan perusahaan Swiss yang beroperasi di Indonesia merupakan peluang bagi para startup untuk memperluas jaringan.
AETP menyelenggarakan Swiss Indonesian Acceleration Startup Program, yang merupakan keg‘latan akselerasi startup ini bisa memungkinkan terbukanya akses ekosistem startup antara Swiss dan Indonesia.
Program ini dilaksanakan secara paralel di Swiss dan Indonesia dengan waktu yang bersamaan, sehingga peserta program di Swiss dan Indonesia dapat saling berinteraksi.
"Pelaksanaannya selama enam bulan dimulai pada bulan April 2019, bentuknya pelatihan berbasis simulasi, pembinaan tim individu, pencarian mitra, serta akses ke investor dan inkubator yang serasi dengan usaha mereka," papar Max Weber, Head of ASEAN and AETP Programme Manager.
Max Weber menuturkan bahwa Indonesia memiliki banyak talent yang kreatif dan inovatif sehingga diperlukan kesempatan bagi mereka mengembangkan pasar dan jaringan ke tingkat internasional melalui program AETP ini.
Sebagai informasi, Kementerian Perindustrian terus aktif dalam pembinaan start up. Diantaranya melalui program inkubasi, kompetisi serta scaling-up. Di tahun 2018 Kementerian Perindustrian juga telah meluncurkan program Making Indonesia 4.0 Startup yang merupakan ajang kompetisi bagi start up dengan produk berbasis teknologi lndustri 4.0.
Kementerian Perindustrian mendukung program ASEAN Entrepreneurship Training Program yang diinisiasi oleh Pemerintah Swiss melalui Swiss Secretariat of Education Research and Innovation (SERI).
Dari program ini akan diambil 10 tim start up terpilih untuk mengikuti training dan coaching selama enam bulan. Pada akhir program, tim start up yang dinyatakan lulus akan mengikuti pertukaran start up untuk bertemu venture capital di kedua negara tersebut.
Beberapa start up digital dan industri kreatif binaan Ditjen IKMA akan mendapat kesempatan untuk diseleksi langsung oleh tim AETP pada akhir acara seminar, penjaringan startup untuk area Jakarta dilakukan bekerjasama dengan Estubizi Network.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Maya Saputri