Menuju konten utama

Kemenpar: Objek Wisata Indonesia Terlambat Dipromosikan

Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Mancanegara Kementerian Pariwisata RI I Gde Pitana mengatakan Indonesia terlambat dalam mempromosikan objek wisata selama puluhan tahun dibandingkan dengan negara tetangga, Malaysia, Myanmar dan lain sebagainya.

Kemenpar: Objek Wisata Indonesia Terlambat Dipromosikan
Pemukulan gong oleh Prof Dr I Gde Pitana, M.Sc sebagai simbol acara "Borobudur International Buddhist Conference" telah dibuka. disaksikan dari kiri Bhikkhu Sri Pannyavaro Mahathera, Prof Dr Noerhadi Magetsari, Bhiksu Bhadra Ruci Sthavira, Prasetyo Wibowo, Geshe Tenzin Zopa, Kamis (19/05). Tirto/Danna C

tirto.id - Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Mancanegara Kementerian Pariwisata RI I Gde Pitana mengatakan Indonesia terlambat dalam mempromosikan objek wisata selama puluhan tahun dibandingkan dengan negara tetangga, Malaysia, Myanmar dan lain sebagainya.

“Kenapa objek wisata kita kalah dari negara tetangga? karena kita terlambat puluhan tahun dalam mempromosikannya," ujar Pitana saat ditemui setelah memberi sambutan dalam acara “Borobudur International Budhist Conference” Kamis, (19/5/2016).

Ia menambahkan, "Kelemahan kita ialah infrastruktur pendukung dan kegiatan-kegiatan di luar candi itu kurang mendukung, kita baru punya naik sepeda sepanjang desa wisata. Objek wisata harus multiple destination. Bedakan dengan Bali, setelah melihat museum, saat mereka jalan ke suatu tempat mereka langsung dihadapkan dengan daya tarik lain dalam satu kompleks,”

Menurut Pitana, sektor pariwisata merupakan sektor yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, sektor ini bukan hanya penghasil devisa melainkan bisa menjadi alat mengentaskan kemiskinan.

Ia menerangkan, misalnya keberadaan Candi Borobudur ini seharusnya bisa menyejahterakan masyarakat sekitar.

“Kalau kita bicara candi tidak hanya candi saja. Jadi bagaimana kita mengembangkan aktifitas ekonomi. Orang yang naik ke sana, tingkat pembelanjaannya jauh lebih kecil dari pada tingkat konsumsi mereka di luar. Mari thinking beyond the economy,”

Ia mengakui kegiatan “Borobudur International Budhist Conference 2016” yang baru pertama kali dilakukan di Kompleks Taman Candi Borobudur merupakan salah satu terobosan dari Kementerian Pariwisata dalam rangka memperkenalkan Borobudur ke dunia Internasional.

Menurut Pitana, sejak tahun 2013, Borobudur sudah ditetapkan sebagai living monument, maka objek wisata ini tidak hanya dilindungi, melainkan dikembangkan dengan cara dimanfaatkan.

“Dengan memanfaatkannya kita melestarikan, semakin lestari akan semakin menyejahterakan,” ucap Pitana.

Ia menerangkan, selain meningkatkan potensi wisata Borobudur, Kemenpar sedang berupaya meningkatkan objek wisata lain dengan tujuan untuk mendistribusikan wisatawan ke destinasi lain, agar wisatawan tidak menumpuk di area Borobudur saja.

“Kami melakukan penataan-penataan terhadap destinasi, dan yang paling lemah saat ini adalah promosi. Borobudur hanya 250 orang per tahun. Masih kalah dengan angkot watt yang dikunjungi 10 juta wisatawan per tahun. Oleh karena itu, tugas kami adalah mempromosikan tiap destinasi wisata secara besar-an,” kata Pitana

Ia menyebut, Kementerian fokus promosi ke lima pasar utama, yaitu Singapura, Malaysia, Cina, Australia, Jepang, dan Korea.

Terkait perkembangan Badan Otorita Borobudur, Pitana menerangkan sampai regulasi badan otoritas Borobudur dan 10 destinasi wisata prioritas lainnya sedang dalam proses pembahasan.

“Prinsip dasarnya bagaimana single wisata dikelola oleh single manajemen, masing-masing otoritas untuk masing-masing destinasi wisata beda-beda. Jadi tim kami sedang mendalami hal itu. Dan akan membuat regulasi dengan kepres yang sifatnya integratif dan multisektor,” ungkap Pitana.

Baca juga artikel terkait WISATA BOROBUDUR atau tulisan lainnya dari Mutaya Saroh & Mutaya Saroh

tirto.id - Ekonomi
Penulis: Mutaya Saroh & Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh