tirto.id - Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama, Kementerian Koordinasi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Warsito meminta agar satuan pendidikan tidak dijadikan sebagai arena politik praktis.
Kendati demikian, Warsito menyampaikan pendidikan politik tetap diperlukan untuk kalangan anak muda.
“Kami berharap satuan pendidikan tidak dijadikan arena politik praktis. Tetapi untuk momen bagaimana pendidikan politik (boleh), karena sebagaimana kita ketahui sekitar 60 persen pemilih pemula itu usia muda dan belum pernah melakukan pemilihan,” ujar Warsito di Gedung Kemenko PMK, Rabu (23/8/2023).
Warsito menegaskan pendidikan politik menjadi penting agar pemilih muda tidak terbawa oleh sentimen.
“Jadi bukan dari sisi kampus sebagai ajang atau arena kampanye, tetapi bagaimana memberikan pendidikan politik. Oleh karena itu saya lebih mendukung yang hadir di institusi pendidikan bukan politikus tetapi penyelenggara pemilu seperti Bawaslu dan KPU yang datang untuk berikan pendidikan,” ujarnya.
Warsito menegaskan politik praktis di satuan pendidikan kurang tepat. Ia tak menginginkan satuan pendidikan dijadikan miniatur perbedaan akibat politik.
“Karena kita belum tahu sejauh apa dan sesiap apa kampus menghadapi perbedaan. Ketika bicara sentimen biasanya akan terbawa emosional bisa fanatisme maka akan tidak baik,” kata dia.
Pendidikan politik di instansi pendidikan diharapkan dapat menghasilkan pemilih muda yang memilih berbasis program yang diusung, bukan karena sentimen.
“[Memilih] berbasis program yang diusung bagaimana melihat target-target pemerintah ke depan dan sisi itu,” sambung Warsito.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengizinkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan selama tidak menggunakan atribut politik. Putusan tersebut termuat dalam Putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023 yang dibacakan pada Selasa (15/8/2023).
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Gilang Ramadhan