Menuju konten utama

Kemenkeu Ungkap Alasan Beri Keringanan PPnBM Mobil Baru

Pemerintah memberikan insentif untuk sektor yang akan memberikan multiplier effect luas, dan juga untuk mendorong konsumsi.

Kemenkeu Ungkap Alasan Beri Keringanan PPnBM Mobil Baru
Petugas berdiri di dekat deretan mobil baru yang terparkir di PT Indonesia Terminal Kendaraan atau IPC Car Terminal, Cilincing, Jakarta, Kamis (11/2/2021). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww.

tirto.id - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberikan keringanan untuk tarif PPnBM atau pajak barang mewah untuk mobil baru dengan segmen di bawah 1.500 cc atau kategori sedan dan 4x2. Insentif itu diharapkan bisa mendorong konsumsi kelas menengah yang pada akhirnya bisa memberikan multiplier effect yang luas.

“Kami desain dengan hati-hati terutama kita melihat bagaimana insentif bisa mendorong konsumsi kelas menengah,” kata Febrio Kacaribu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan dalam diskusi virtual pada Selasa (16/2/2021).

Febrio menjelaskan, pemberian insentif untuk mobil dengan kapasitas di bawah 1.500 cc dikarenakan kandungan lokalnya sudah di atas 85 persen. “Ini artinya, lebih dari 500 ribu pekerja justru akan tertolong,” katanya.

“Jadi kita dorong industri berbasis dalam negeri, yang multiplier effect-nya besar. Kita pilih segmen mana yang kita dorong untuk memberikan dampak terbesar untuk konsumsi,” tambahnya.

Pemerintah memberikan insentif penurunan tarif PPnBM mulai 1 Maret 2021 melalui revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait kendaraan bermotor. Pemberian insentif ini akan dilakukan secara bertahap selama 9 bulan hingga Desember 2021. Masing-masing tahapan akan berlangsung selama 3 bulan.

Pada tahap pertama, pemerintah memberi insentif penurunan PPnBM sebanyak 100 persen dari tarif yang diberikan. Pada tahap kedua penurunan tarifnya sebanyak 50 persen dari tarif yang diberikan dan pada tahap ketiga hanya 25 persen dari tarif yang diberikan.

Insentif ini akan dievaluasi setiap 3 bulan. Mekanisme penerapannya, pemerintah akan menggunakan mekanisme pajak Ditanggung Pemerintah (DTP).

Dalam diskusi yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa tingkat konsumsi masyarakat memang masih lemah sehingga menyebabkan perekonomian mengalami kontraksi pada kuartal IV 2020. Padahal, konsumsi memberikan kontribusi hingga 58 persen dalam pertumbuhan ekonomi.

“Konsumen menengah ke atas mendominasi konsumsi dan mereka paling tidak kembali konsumsi selama COVID-19,” kata Sri Mulyani.

Hal itu terlihat dari Dana Pihak Ketiga (DPK) atau simpanan masyarakat di perbankan. “Simpanan di atas Rp100 juta justru meningkat, di bawah Rp25 juta mengalami penurunan,” kata Sri Mulyani.

Berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) simpanan masyarakat pada 109 bank umum per Desember 2020 mengalami kenaikan sebesar 10,86% (YoY) dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya menjadi Rp6.737 triliun atau tumbuh 0,53% (MoM) dari bulan sebelumnya. Adapun jumlah rekening simpanan pada bulan Desember 2020 ini tumbuh 16,12% secara YoY menjadi 350.324.950 rekening dibandingkan bulan Desember tahun lalu. Secara month on month, jumlah rekening perbankan naik 1,68%.

Pada kuartal IV (Q4) 2020, ekonomi Indonesia mengalami kontraksi 2,19%. Ini melanjutkan kontraksi yang terjadi pada dua kuartal berturut-turut sebelumnya yakni kontraksi 3,49% (Q3) dan 5,32% (Q2). Sementara pada Q1, ekonomi masih tumbuh sebesar 2,97%. Secara total, ekonomi Indonesia mengalami kontraksi 2,1% pada 2020.

Baca juga artikel terkait PAJAK BARANG MEWAH atau tulisan lainnya dari Nurul Qomariyah Pramisti

tirto.id - Otomotif
Penulis: Nurul Qomariyah Pramisti
Editor: Gilang Ramadhan