Menuju konten utama

Kemenkeu Putus Kontrak JPMorgan Gara-gara Riset

Kementerian Keuangan memutuskan kontrak dengan JPMorgan Chase. Keputusan ini diambil berdasarkan hasil riset yang meyebutkan JPMorgan berpotensi menciptakan gangguan stabilitas sistem keuangan nasional.

Kemenkeu Putus Kontrak JPMorgan Gara-gara Riset
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengikuti rapat kerja dengan Komis IX di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (8/9). Rapat kerja tersebut membahas RKA K/L Kementerian Keuangan pada RAPBN TA 2017. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc/16.

tirto.id - Kementerian Keuangan Republik Indonesia memutus hubungan kemitraan dengan perusahaan perbankan asal Amerika Serikat (AS), JPMorgan Chase Bank, N.A.

Seperti dikutip dari laman resmi Kemenkeu di Jakarta, Senin, pemutusan hubungan kemitraan tersebut terkait hasil riset JPMorgan Chase Bank yang dianggap berpotensi menciptakan gangguan stabilitas sistem keuangan nasional.

Keputusan tersebut tertuang dalam surat yang ditujukan kepada Direktur Utama JPMorgan Chase Bank, N.A. Indonesia tertanggal 9 Desember 2016 yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu, Marwanto Harjowirjono.

Seperti dilansir dari Antara, pemutusan kontrak kerja sama tersebut efektif berlaku per 1 Januari 2017.

Kesepakatan untuk mengakhiri kontrak kerja sama antara Ditjen Perbendaharaan dan JPMorgan Chase Bank dalam hal kemitraan sebagai bank persepsi.

Melalui pemutusan kontrak kerja sama sebagai bank persepsi, maka JPMorgan Chase Bank diminta untuk tidak menerima setoran penerimaan negara di seluruh cabangnya terhitung 1 Januari 2017.

Kemenkeu juga meminta perusahaan perbankan tersebut menyelesaikan segala perhitungan atas hak dan kewajiban terkait pengakhiran penyelenggaraan layanan JPMorgan Chase Bank sebagai bank persepsi

Perusahaan perbankan tersebut diminta pula untuk segera melakukan sosialisasi kepada semua unit dan nasabah terkait dengan berakhirnya status bank persepsi tersebut.

Riset JPMorgan yang dianggap mengganggu stabilitas sistem keuangan nasional tidak disebutkan oleh Kemenkeu. Hanya saja baru-baru ini JPMorgan mengeluarkan riset yang menurunkan peringkat Indonesia dari Overweight ke Underweight. Tidak disebutkan apa alasannya. Berikut riset dari JPMorgan terkait Indonesia, seperti dikutip dari Barron's Asia.

Post the US elections 10-year bond yields moved from 1.85% to 2.15%. Bond markets are starting to price in faster growth and higher deficit. This spike in volatility increases EM risk premiums (i.e. Brazil, Indonesia CDS) and potentially stops/reverses flows into EM fixed income.

It is tactical in that both economies are improving supporting EPS growth, and lower policy rates support valuations for full-year 2017. We think you will get a better buying opportunity. US and EM fixed income stability is a key condition to add back to these market.

Credit Default Swap (CDS) Indonesia memang meningkat dalam beberapa pekan terakhir, tetapi masih di bawal level tahun lalu. Seperti dikutip dari situs Kemenkeu, CDS merupakan kontrak antara penjual dan pembeli CDS dengan membayar biaya (fixed premium) pada periode tertentu (maturity) dan kompensasi tertentu apabila terjadi credit event. Dengan kata lain, CDS adalah sejenis perlindungan/proteksi atas risiko kredit (credit event).

Barron's Asia menulis CDS negara-negara emerging memang stabil, tetapi berpotensi meningkat setelah terpilihnya Donald Trump. Khusus untuk Indonesia, risiko disebut bertambah seiring memanasnya situasi akibat kasus dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama.

Belum bisa dipastikan apakah gara-gara riset tersebut JPMorgan diputus kontraknya oleh Kementerian Keuangan.

Baca juga artikel terkait KEMENKEU atau tulisan lainnya dari Nurul Qomariyah Pramisti

tirto.id - Hard news
Reporter: Nurul Qomariyah Pramisti
Penulis: Nurul Qomariyah Pramisti
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti