tirto.id - Kementerian Perhubungan mendukung Polisi mencari unsur pidana yang mungkin terjadi dalam kasus tenggelamnya Kapal Motor (KM) Sinar Bangun di perairan Danau Toba, Sumatera Utara pada Senin (18/6/2018) lalu.
Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi di Gedung Kemenhub, Jakarta, pada Rabu (20/6/2018).
Budi menegaskan, apabila ada unsur kelalaian dalam kasus tenggelamnya kapal tersebut, maka polisi harus mengusut sampai pada pidana. Budi merasa ada standar operasional prosedur (SOP), terutama keselamatan dalam pelayaran. Hal inilah yang harus dipatuhi oleh operator kapal kayu di Danau Toba.
"Di sana saya pikir tahu yah kan ada UPT-nya [unit pelaksana teknis] ," kata Budi.
Ia mengatakan, pemidanaan ini tidak hanya menyasar nakhoda kapal, tetapi juga pihak lainnya seperti pemilik kapal, operator, bahkan pemberi izin pelayaran kepada KM Sinar Bangun.
Menurut Budi, seharusnya Dinas Perhubungan setempat tidak memberikan izin apabila sudah tahu kapal tidak bisa berangkat. "Kalau ada unsur kealpaannya itu ada dalam Pasal 359 KUHP itu dipidana. Minimal 5 tahun," tegas Budi.
Sampai saat ini, petugas belum mengetahui dengan pasti apakah keberangkatan kapal tersebut legal atau ilegal.KM Sinar Bangun memang sudah terbiasa melintas melewati trayek dengan kapasitas penumpang 43 orang dengan 45 baju pelampung (life jacket).
Namun, apabila korban penumpang yang hilang dikabarkan mencapai 192 orang, maka tentu ada pelanggaran dalam keberangkatan tersebut. Selain kelebihan muatan, life jacket kapal tersebut juga tak mencukupi.
"Kalau itu legal, maka yang tanggung jawab adalah perwira atau petugas yang bertugas pada saat itu. Tapi by law kita akan lihat bagaimana derajatnya. Bukan masalah menyalahkan," tegas Budi.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Alexander Haryanto