tirto.id - Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemendikbud Totok Suprayitno mengatakan, minimnya minat peserta didik tingkat SMA untuk menjadi guru dilatarbelakangi persoalan di luar dimensi pendidikan.
Ada dimensi sosial ekonomi yang turut serta mempengaruhi peminatan tersebut.
"Siswa itu sangat rasional untuk memilih sebuah profesi yang menurut persepsinya memiliki status sosial ekonomi yang tinggi," ujarnya ditemui di kantor Kemendikbud, Jakarta Selatan, Senin (20/5/2019).
Menurutnya, gambaran status sosial ekonomi profesi guru di mata para peserta didik masih di bawah profesi lain seperti pengacara dan dokter.
"Anak kalau ditanya ingin menjadi apa? Ingin jadi dokter. Jadi persepsi mereka itu seperti profesi yang lebih tinggi dibanding pendidik," ujarnya.
Padahal menurutnya kesejahteraan guru perlahan demi perlahan sudah mulai membaik. Apalagi para guru yang menurutnya sudah mengantongi sertifikasi profesi.
"Harapannya faktor ekonomi berupa gaji tadi itu juga ikut mempengaruhi sebenarnya status ekonomi dari guru. Sehingga menjadi daya tarik," ujarnya.
Balitbang Kemendikbud melakukan tes angket UN kepada 512.500 siswa peserta Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) 2019. Masing-masing sekolah maksimal 60 siswa mengisi angket tersebut. Jumlah sekolah yang berpartisipasi hanya di tingkatan SMA/MA sebanyak 8.549.
Totok mencatat, peserta didik yang tak mau menjadi guru sebanyak 89 persen dan sisanya 11 persen ingin menjadi guru. Mayoritas responden yang hendak menjadi guru adalah perempuan.
"Jadi saya kira tidak hanya tugas di sektor pendidikan, saya kira itu problem sosial kita, persepsi kita terhadap guru," pungkasnya.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno