Menuju konten utama
Periksa Data

Kekerasan Bersenjata yang Terus Terjadi di Papua

Sebelum pembunuhan para pekerja jalan Trans Papua baru-baru ini, kekerasan bersenjata di Papua pada 2018 sudah menelan korban empat sipil dan tiga aparat.

Kekerasan Bersenjata yang Terus Terjadi di Papua
Header Periksa Data Kekerasan Bersenjata di Papua. tirto.id/Quita

tirto.id - Pembunuhan di Nduga yang terjadi pada pekan pertama Desember 2018 menambah deretan kasus kekerasan bersenjata yang terjadi di Papua. Lebih dari 20-an kasus telah terjadi sejak 2014 hingga November 2018. Bahkan, data monitoring dan olahan Tim Riset Tirto menunjukkan jumlah kasus membesar pada dua tahun terakhir.

Infografik Periksa Data Kekerasan Bersenjata di Papua

Sepanjang 2017, kekerasan bersenjata telah membunuh tiga aparat Indonesia dan dua orang dari kelompok bersenjata. Pada tahun itu, tercatat ada sembilan kasus yang terekam pemberitaan media.

Pada tahun berikutnya, jumlah korban membengkak. Tercatat ada empat korban warga sipil dan tiga aparat Indonesia. Korban itu muncul dari tujuh kasus yang terjadi hingga November 2018. Data tersebut belum menyertakan insiden di Nduga yang menimpa pekerja pembangunan Trans Papua.

Selama 2014 hingga November 2018, setidaknya 15 warga sipil dan 14 aparat Indonesia menjadi korban tewas dari berbagai insiden kekerasan bersenjata.

Terjadi di Wilayah-Wilayah Tertentu

Kabupaten Nduga adalah wilayah ketiga dari delapan wilayah Papua yang menjadi lokasi insiden kekerasan bersenjata selama 2014-2018. Kabupaten Puncak Jaya adalah wilayah utama. Selama empat tahun, ada tujuh kasus yang terjadi di Kabupaten Puncak Jaya dan empat kasus di Kabupaten Nduga.

Infografik Periksa Data Kekerasan Bersenjata di Papua

Kabupaten Nduga

Menjelang akhir 2017, di Kabupaten Nduga mulai sering terjadi insiden kekerasan bersenjata.

Pada 12 Desember 2017, seorang pekerja operator ekskavator pembangunan jalan tewas dalam sebuah insiden di wilayah jalan Trans Papua KM 114 di Kecamatan Mugi, Kabupaten Nduga. Pada pertengahan tahun 2018, kontak senjata di sekitar Bandara Kenyam, Kabupaten Nduga, Papua menewaskan tiga orang warga dan melukai dua lainnya.

Kabupaten Nduga adalah wilayah pemekaran dari Kabupaten Jayawijaya yang dilakukan pada 4 Januari 2008 berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2008. Daerah itu acap kali dipandang sebagai wilayah dengan “kerawanan” keamanan, meski beberapa tokoh dan pejabat lokal menolak stigma tersebut.

Pada Januari 1996, terjadi insiden penculikan tim peneliti satwa liar oleh kelompok bersenjata di wilayah Mapenduma yang kini masuk dalam Kabupaten Nduga. Setelah negosiasi gagal dilakukan, TNI melakukan serangan pada 9 Mei 1996. Pasukan Kopassus pimpinan Prabowo Subianto menyelamatkan beberapa sandera, dengan dua korban tewas.

Beberapa pengamatan menyebut radikalisasi di beberapa wilayah pegunungan tinggi semakin menguat setelah insiden tersebut (laporan IPAC: PDF). Kelly Kwalik, pimpinan kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM) di wilayah Nduga yang bertanggung jawab atas penculikan di Mapenduma, dinyatakan tewas dalam operasi aparat keamanan pada Desember 2012.

Politik di Nduga juga dinamis. Dalam Pemilu 2014 lalu, Laporan IPAC (10 Desember 2014) (PDF) menyebut “[...] Nduga adalah satu-satunya distrik di wilayah itu yang tidak melaporkan hasil pemungutan suara pemilu 2014”.

Setelah kematian Kelly Kwalik, aparat keamanan Indonesia kerap menyebut sosok bernama Egianus Kagoya. Dia dianggap sebagai orang yang bertanggung jawab atas berbagai kekerasan bersenjata dan gangguan lain di Nduga. Namanya muncul setelah insiden kontak senjata di sekitar Bandara Kenyam pada pertengahan 2018.

Sebutan "kelompok kriminal bersenjata" sendiri mengarah kepada aktivitas yang menurut pemerintah Indonesia dilakukan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM). Asal-usulnya mengacu pada gerakan pro-kemerdekaan di wilayah Papua (dahulu: Irian Jaya) sejak 1965. Akan tetapi, OPM juga tak bisa dilihat secara sederhana. Ia adalah gerakan yang sangat terdesentralisasi, yang di dalamnya pun terdapat persaingan antar-faksi.

Masalah di Papua Tak Sederhana

Presiden Jokowi relatif cukup sering bertandang ke Papua, tak terkecuali Nduga. Pembangunan ekonomi pun gencar, termasuk pembangunan jalan Trans Papua. Meski demikian, Papua tetap menjadi provinsi dengan skor Indeks Pembangunan Manusia yang rendah.

Infografik Periksa Data Kekerasan Bersenjata di Papua

Bagaimana dengan pendekatan politik? Indeks demokrasi Papua tidak beranjak sepanjang 2009-2017. Skor untuk aspek hak politik dan aspek lembaga demokrasi masih timpang dengan aspek kebebasan sipil.

Proses pemekaran di Papua juga tak lantas mendorong demokrasi lokal berkembang lebih baik. Beberapa amatan dan laporan malah menunjukkan situasi itu akan menjadi masalah baru (laporan IPAC 2013, PDF).

Salah satu skor merah dalam indeks demokrasi Papua adalah soal partisipasi politik dalam pengambilan keputusan dan pengawasan. Terkait aspek ini, sistem noken ditengarai sebagai pemicu konflik di Papua pada masa-masa elektoral.

Dalam hal keamanan dan militer pun masih banyak persoalan. Masih banyak terjadi pelanggaran hak asasi manusia. Bahkan, dalam kasus-kasus kekerasan bersenjata pun pemerintah tidak melakukan identifikasi dan bedah persoalan yang mendalam. Yang terlontar biasanya adalah kesimpulan simplistis bahwa kekerasan bersenjata dilakukan oleh "kelompok kriminal bersenjata".

Baca juga artikel terkait PERIKSA DATA atau tulisan lainnya dari Frendy Kurniawan

tirto.id - Politik
Penulis: Frendy Kurniawan
Editor: Maulida Sri Handayani