tirto.id - Setelah menerima pelimpahan tahap dua berkas perkara Ahok dari Bareskrim Polri, Kejaksaan Agung (Kejagung) memutuskan tidak menahan calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang menjadi tersangka dugaan tindak pidana penistaan agama itu.
“[Terhadap] Ahok tidak dilakukan penahanan karena sesuai 'SOP' apabila penyidik [Polri] tidak melakukan penahanan maka kejaksaan tidak melakukan penahanan juga,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, M Rum di Jakarta, seperti dikutip Antara, Kamis (1/12/2016).
Pertimbangan lainnya, kata dia, penyidik telah melakukan pencegahan berpergian ke luar negeri terhadap Ahok dan pendapat peneliti juga menilai tidak perlu ada penahanan. "Yang bersangkutan juga siap dipanggil," ucapnya.
Sebelumnya kuasa hukum Ahok, Sirra Prayuna sudah memberikan simbol bahwa cagub petahana itu tidak ditahan karena seusai melakukan pelimpahan tahap dua itu yang bersangkutan melakukan kampanye kembali. "[Ahok] kembali mengikuti kampanye untuk menemui masyarakat," ujarnya.
Ia berkelit kalau menanyakan ditahan atau tidak ditahannya silakan tanya kepada Kejagung.
Seperti diketahui, Kejagung telah resmi menerima pelimpahan tahap dua --berkas dan tersangka-- Cagub DKI Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok terkait dugaan penistaan agama dari Bareskrim Mabes Polri.
Penyerahan berkas dan tersangka itu dihadiri oleh Ahok sebagai tersangka yang didampingi kuasa hukumnya Sirra Prayuna di Gedung Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum).
"Kita sudah melaksanakan pelimpahan tahap dua untuk tersangka Basuki Tjahaja Purnama dengan berkas setebal 826 halaman yang isinya keterangan dari dari 42 saksi yang terdiri dari 30 saksi, 11 ahli dan 1 tersangka," tutur M Rum.
Selanjutnya, kata dia, pihaknya akan mengirimkan berkas ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Utara untuk segera membuat dakwaan yang nantinya disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Disebutkan bahwa Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari