tirto.id - Pada medio Oktober 2016, Stephen Hawking jadi pembicara ihwal Quantum Black Holes di Imperial Collage London, Inggris. Saat sesi tanya jawab tiba, salah satu peserta menyelonong dengan pertanyaan di luar tema “apakah suatu saat kecerdasan buatan akan mengambil alih kendali?”
“Secara prinsip, komputer dapat meniru kecerdasan manusia, bahkan lebih baik,” jawab Hawking dengan tegas.
Jawaban Hawking tak keluar dari mulut orang pada umumnya yang saat berbicara bibirnya bergerak-gerak bebas dan dengan ekspresi. Sebuah perangkat kursi lengkap dengan penyangga kepala dan layar komputer menemani Hawking berinteraksi dengan para peserta. Hawking hanya fokus melihat layar komputer di depannya, sesekali bibirnya nampak sedikit bergerak, dan suara robot pun memecah keheningan ruang diskusi.
Hawking adalah contoh manusia yang memanfaatkan teknologi yang bisa meniru kemampuan manusia. Dengan teknologi, Hawking tetap bisa berkomunikasi dan mampu berbicara dengan bantuan alat canggih. Hawking, yang lemah tak berdaya secara fisik, bahkan mampu menciptakan karya seperti “A Brief History of Time” maupun “The Grand Design” dengan bantuan teknologi.
Stephen Hawking, fisikawan teoritis dan ahli kosmologi ini punya kondisi yang tak seperti orang pada umumnya. Ia didiagnosa menderita amyotrophic lateral sclerosis (ALS) pada 1963. Scientific American, dalam sebuah publikasinya, menyebut bahwa ALS merupakan penyakit neurodegeneratif. Penyakit yang menyerang neuron motorik pengidapnya. Neuron motorik berada di wilayah bernama Lobus frontal pada otak. Itu adalah bagian dari otak yang terletak tepat di belakang dahi seseorang. Neuron motorik punya kerja penting, yakni menggerakkan otot.
Saat perjalanan Hawking menuju CERN di Swis pada 1985 silam, Hawking jatuh akibat pneumonia. Rumah sakit lokal, angkat tangan karena kondisi Hawking yang kian parah. Hawking dilarikan ke rumah sakit Addenbrooke di Cambridge, Inggris. Guna menyelamatkan Hawking untuk tetap bisa bernapas, pihak RS melakukan operasi pembuatan lubang di leher dan menempatkan tabung di tenggorokan Hawking. Ini jadi awal Hawking kehilangan kemampuan bicara.
Di awal kehilangan kemampuan berkomunikasi, Hawking menggunakan kartu ejaan untuk berkomunikasi. Hawking menunjuk kata tiap kata dengan mengedutkan alisnya untuk membentuk kalimat. Tentu saja, ini tak mudah dan melakukan waktu lambat untuk melakukannya.
Martin King, sahabat Stephen Hawking, datang mencarikan solusi. Scott Eden, dalam tulisannya tentang Hawking di Wired, mengatakan bahwa King mengontak perusahaan bernama Word Plus, yang kebetulan punya program komputer bernama Equalizer. Equalizer merupakan program komputer yang memungkinkan pengguna memilih kata dan menggunakan komputer dengan hanya satu tombol.
Hawking pun kemudian menggunakan Equalizer yang terpasang pada Apple II untuk berkomunikasi. Komputer ini adalah rancangan Steve Wozniak, sang pendiri Apple. Program speech synthezizer buatan Speech Plus dipasang pada Apple II tersebut. Program ini menggunakan teknologi text to speech yaitu mengubah teks kata jadi suara. Berkat teknologi ini, Hawking dapat berbicara 15 kata per menit. Menyesuaikan dengan jumlah kata yang bisa ditulisnya.
Pada acara konferensi teknologi di 1997, Hawking telah beranjak dari Apple II dan menggunakan komputer berbasis AMD. Secara kebetulan, dalam konferensi itu, Gordon Moore, co-founder Intel menemui Hawking. Moore menawarkan Hawking untuk menggunakan “komputer sesungguhnya” yang menggunakan prosesor dari Intel.
Sejak itu, Intel jadi sponsor hidup Hawking. Setiap dua tahun sekali, Intel melakukan upgrade komputer yang digunakan Hawking. Pada September 2016, Hawking menggunakan Lenovo Yoga 260 yang di dalamnya disematkan Intel Core i7.
Sayangnya, dukungan Intel tak mempengaruhi apapun bagi tubuh Hawking. Pada 2008 Hawking terlalu lemah untuk hanya sekedar menggerakkan tombol untuk berbicara. Untuk dapat menopang agar Hawking tetap berkomunikasi, asisten Hawking menciptakan sebuah perangkat bernama “cheek switch”. Perangkat ini terpasang di kacamata dan bertugas untuk mendeteksi pergerakan otot pipi Hawking. Proses deteksi gerak bekerja menggunakan teknologi infra merah rendah, dan bekerja seperti kartu ejaan yang awalnya sempat dipakai Hawking.
Penurunan kemampuan fisik Hawking berlanjut pada 2011. Pada Moore, Hawking menyatakan bahwa ia sudah teramat sangat lambat untuk mengetik kata. Pada saat itu, hanya satu atau dua kata per menit yang sanggup dibuat Hawking. Justin Rattner, anak buah Moore di Intel, ditunjuk untuk menyelesaikan masalah Hawking.
EZ Keys, program komputer ciptaan Words Plus menjadi penyelamat pada 2012. Program ini untuk
mengatasi masalah Hawking tentang penurunan kecepatan mengetik kata oleh Hawking. Secara sederhana, ini merupakan gabungan kemampuan cheek switch dan Equalizer.
Pada Juni 2012, Moore yang memerintahkan Rattner membawa kabar gembira pada Hawking. Intel akhirnya menciptakan sistem bernama ASTER (Assistive Text Editor), yang kemudian disempurnakan menjadi ACAT (Assistive Contextually Aware Toolkit) pada 2013. Lahirnya ACAT merupakan sekumpulan analisis yang dilakukan Intel. Tim Intel merekam segala tindak-tanduk Hawking di depan komputernya.
ACAT dibangun dengan menggunakan bahasa C# (dibaca C Sharp), keluarga bahasa C, salah satu bahasa paling lawas di dunia perkomputeran. Dalam laman Github ACAT, program ini memungkinkan pengguna yang mengalami masalah kesehatan seperti Hawking untuk dapat berkomunikasi memanfaatkan keyboard simulasi yang muncul di layar.
Cara kerja ACAT antara lain menggunakan sensor infra merah, kamera, atau tombol. Ini jadi alat yang menyempurnakan teknologi-teknologi sebelumnya yang menemani Hawking. Dalam laporan PC World, ACAT mampu membuat Hawking menulis dan mengoperasikan komputer lebih 10 kali lebih cepat.
Selain Intel, startup bernama SwiftKey ikut serta membantu Hawking. Mereka menciptakan sistem “language model” yang membuat Hawking memilih kata setelah hanya mengetik huruf awal. Sistem buatan SwiftKey mampu memprediksi kata-kata yang berasal dari dokumen-dokumen yang dipublikasikan Hawking maupun lainnya.
Dari pengalaman Hawking menunjukkan teknologi telah membantu manusia pada hal-hal yang sangat tak mungkin sebelumnya. Lewat gerakan otot, komputer dapat memahami apa kehendak apa yang ingin disampaikan oleh penggunanya lewat kecerdasan buatan. Namun, sebelum meninggal hari ini (14/3/2018), Hawking pernah memprediksikan bahwa teknologi ini bisa melebihi kemampuan manusia, dan bisa menentukan nasib manusia di masa depan.
“Penciptaan kecerdasan buatan akan mampu mengakhiri peradaban manusia [...] Manusia, yang dibatasi evolusi biologi yang lambat, tidak dapat bersaing,” kata Hawking.
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Ivan Aulia Ahsan & Suhendra