tirto.id - Hidup Stephen Hawking adalah kisah mengenai kejatuhan sesaat untuk kemudian bangkit setelahnya dan selama-lamanya.
Saat berusia 21 tahun, Hawking divonis menderita amyotrophic lateral sclerosis (ALS). Karena penyakit itu, syaraf pengendali otot Hawking berangsur lumpuh. Dokter pun memvonis hidup laki-laki yang tengah menempuh studi doktoral itu tidak akan lebih dari dua tahun.
Michael White dan John Gribbin dalam Stephen Hawking, A Life in Science (2002) mencatat sejumlah kabar yang berkembang mengenai sikap Hawking setelah menerima vonis dokter tersebut. Ada yang menyebut Hawking mengunci diri dalam ruang gelap, menenggak minuman keras, sembari mendengarkan musik karya komposer Wagner.
"Untuk sesaat dia secara alami percaya bahwa tidak ada yang bisa dijalani. Jika dia akan meninggal dalam beberapa tahun, mengapa harus melakukan sesuatu sekarang? Dia tidak pernah tertarik oleh agama atau pemikiran tentang kehidupan setelah kematian, jadi tidak ada secuil rasa nyaman untuk ditemukan di sana. Dia akan menjalani hidupnya dan kemudian mati" (hlm. 62).
Hawking tidak mengelak kabar tersebut. Dia mengakui sempat menutup diri sambil mendengarkan banyak musik. Namun, Hawking menampik kabar yang menyebut dia minum berlebihan.
"Laporan artikel majalah yang menyebut saya mabuk berat itu berlebihan. Masalahnya, sekali sebuah artikel menyebut itu, artikel lain mengutipnya, karena itu adalah cerita bagus. Apapun yang muncul berkali-kali dalam media cetak dianggap benar," sebut Hawking.
Nyatanya, Hawking punya cara tersendiri menemukan secercah asa untuk masa depan hidupnya. Saat Hawking tengah menjalani perawatan di rumah sakit di Cambridge, dia melihat seorang anak yang menderita leukimia.
"Saya melihat seorang anak yang saya tahu bakal meninggal karena leukimia, di tempat tidur sebelah saya. Itu bukan pemandangan indah. Jelas ada orang-orang yang lebih naas daripada saya. Setidaknya kondisi saya tidak membuat saya merasa sakit. Kapanpun saya memelas diri, saya akan mengingat anak itu."
Menguak Kelahiran Alam Semesta
Bernama lengkap Stephen William Hawking, laki-laki ini lahir di Oxford, Inggris pada 8 Januari 1942. Kini Hawking dikenal sebagai fisikawan terkemuka abad ke-21. Sumbangsihnya untuk ilmu pengetahuan pun tidak diragukan lagi.
Hawking menempuh studi doktoral bidang fisika teoritik di Cambridge University dengan disertasi berjudul Properties of Expanding Universes (1966). Studi itu mencakup sejumlah topik dalam fisika teoritik, namun bab terakhir bertajuk "Singularities" (singularitas) lah yang dinilai paling penting.
Istilah singularitas dikembangkan dari gagasan Albert Einstein mengenai gravitasi dan ruang-waktu. Dalam Teori Relativitas Umum, Einstein menjelaskan bahwa gravitasi adalah kelengkungan ruang-waktu yang disebabkan keberadaan massa atau energi.
Alhasil, semakin besar massa suatu materi, ia bakal semakin melengkungkan ruang-waktu di sekitarnya. Ilustrasi sifat itu dapat dilihat dari interaksi antara matahari dan bumi sebagai berikut:
Massa Matahari melengkungkan ruang-waktu. Karena Bumi bermassa jauh lebih kecil serta letaknya di bidang kelengkungan Matahari, akhirnya bumi yang mengitari Matahari, bukan sebaliknya.
Dalam banyak kasus, yang terjadi di alam semesta ini seperti ilustrasi di atas. Namun, skema lain yang disebut dengan istilah singularitas juga bisa terjadi: persamaan medan gravitasi memprediksi kelengkungan ruang-waktu menjadi sangat ekstrem sehingga cahaya pun tidak dapat dilepaskan jika semua materi dipapatkan ke satu titik. Karena tidak menampakkan cahaya, materi seperti ini kemudian disebut black hole.
Peneliti di Royal Society, James Geach, mengatakan dalam artikelnya di The Conversation bahwa bab terakhir disertasi Hawking yang membahas singularitas tidak hanya di sekitar black hole, tetapi juga untuk seluruh alam semesta.
"Apa yang dia (Hawking) lakukan selanjutnya adalah apa yang banyak orang anggap inovatif. Diilhami karya fisikawan Inggris Roger Penrose, Hawking secara matematis membuktikan bahwa singularitas tidak hanya teori namun fitur alam. Dia secara efektif menunjukkan bahwa teori relativitas umum bisa menjelaskan bahwa alam semesta lahir dari sebuah singularitas," ujar Geach.
Dengan begitu Hawking memandang alam semesta lahir dari suatu titik yang kemudian mengembang menjadi alam semesta yang diketahui manusia sekarang. Konsep yang jamak disebut Teori Bing Bang itu menyangkal Teori Steady State yang menyatakan alam semesta tetap dan tidak mengembang.
Ambisi yang Tak Pernah Putus
Memadukan kosmologi dan mekanika kuantum, dedikasi Hawking tidak berhenti pada disertasinya saja. Itu juga diwujudkannya melalui tiga buku yang terbit pada tahun-tahun berikutnya.
Pada 1988, Hawking meluncurkan A Brief History of Time. Dalam buku tersebut Hawking menerangkan konsep ruang-waktu, eksistensi Tuhan, dan masa depan kehidupan.
Dengan judul yang mirip, Hawking meluncurkan A Briefer History of Time pada 2005. Buku tersebut merupakan bentuk penyederhanaan dari A Brief History of Time plus pembahasan Hawking mengenai string theory.
Sedangkan pada 2001, Hawking menerbitkan The Universe in a Nutshell. Buku tersebut memuat ilustrasi-ilustrasi pemandu teori-teori mengenai alam semesta.
“Tujuan saya sederhana. Sebuah pemahaman menyeluruh mengenai alam semesta, mengapa ia begitu dan mengapa ia ada," sebut Hawking.
Hari ini, 14 Maret 2018, Hawking dilaporkan meninggal dunia. Tanggal kematiannya bertepatan dengan hari kelahiran Albert Einstein 139 tahun lalu. Sementara tanggal kelahiran Hawking sama dengan hari kematian fisikawan Italia Galileo Galilei, yang meninggal pada 8 Januari 1642.
Tentu saja dunia kehilangan salah satu fisikawan terbaik yang lahir dan meninggalnya, secara kebetulan, bertepatan dengan kelahiran dan kematian dua fisikawan besar pendahulunya.
Penulis: Husein Abdulsalam
Editor: Ivan Aulia Ahsan