tirto.id - Pesepeda meningkat tatkala pandemi COVID-19 melanda. Bersepeda dinilai menjadi aktivitas yang aman untuk menjaga kebugaran di tengah pandemi. Namun, hak dan kewajiban pesepeda kini belum terjamin, sebab angka kecelakaan sepeda berbanding lurus dengan peningkatan penggunanya.
Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia mencatat, peningkatan signifikan pesepeda di DKI Jakarta saja hingga 1.000 persen atau 10 kali lipat selama pandemi COVID-19, khususnya di bilangan Thamrin dan Sudirman.
"Peningkatan pesepeda selama pandemik dikarenakan masyarakat khawatir dengan infeksi virus di transportasi umum," kata Direktur ITDP Indonesia Faela Sufa kepada Tirto, Senin (15/6/2020).
Namun, kondisinya, pesepeda di DKI Jakarta sangat rentan mengalami kecelakaan hingga begal. Misalnya, kejadian kecelakaan yang dialami seorang pesepedaBrompton terluka akibat tertabrak kendaraan bermotor di Jakarta.
Kecelakaan pesepeda juga terjadi di seberang Halte Transjakarta Polda Metro Jaya yang membuat seorang pengendara sepeda mengalami luka dan dilarikan ke rumah sakit. Pengendara sepeda mengalami kecelakaan akibat separator atau water barrier yang jatuh tersenggol bus Transjakarta.
Kejadian lain, pesepeda juga menjadi korban pembegalan di kawasan Panglima Polim, Jakarta Selatan. Bahkan, perut korban sampai dibacok.
Tak hanya Jakarta, di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kasus kecelakaan juga beberapa kali terjadi seiring peningkatan pengguna sepeda. Terbaru, Kamis (25/6/2020) lalu, seorang pria 74 tahun bernama Moh. Bashori yang mengendarai sepeda di Jalan Jalan Majapahit atau Ring Road Timur, Bantul, Yogyakarta tewas setelah tertabrak mobil.
Berdasarkan keterangan Kanit Laka Satlantas Polres Bantul Ipda Maryono kecelakaan terjadi saat pesepeda masuk ke jalur cepat berniat untuk putar arah. Dalam waktu hampir bersamaan melaju kencang mobil Daihatsu Xenia yang kemudian menabrak sang pengendara sepeda.
Moh Bashori terpental sejauh 10 meter bersama sepedanya. Luka parah di bagian kepala membuatnya tewas seketika di tempat kejadian.
Di Bantul saja dalam kurun waktu tiga bulan terakhir kata Maryono tercatat sudah ada 29 kecelakaan yang melibatkan pesepeda yang mengakibatkan lima orang pesepeda meninggal dunia.
Sejak pandemi COVID-19 melanda tren olahraga bersepeda menjadi meningkat. Namun, sebelum itu kecelakaan sepeda di Yogyakarta telah beberapa kali terjadi.
Kecelakaan juga menimpa Kepala Dinas Perhubungan DIY Sigit Haryanta pada 2017 lalu. Sigit tertabrak pengendara motor di Jalan Yogyakarta-Wates saat mengendarai sepeda. Ia kemudian meninggal dunia karena luka parah di bagian kepala.
Jaminan Hak & Kewajiban Pesepeda
Perkumpulan Bike to Work (B2W) mencatat sepanjang Januari hingga Juni 2020, terdapat 29 peristiwa laka lantas yang melibatkan pesepeda. Akibat kecelakaan lalu lintas, 58 persen atau 17 pesepeda meninggal dunia.
Toto Sugito, Co-founder dan Pembina Bike2Work Indonesia mengatakan, hak atas rasa aman bagi pesepeda sudah diamanatkan di dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan.
Dalam pasal 62 UU tersebut, pemerintah harus memberikan kemudahan berlalu lintas bagi pesepeda dan mereka berhak atas fasilitas pendukung keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran dalam berlalu lintas.
Selain itu, Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Nomor 128 Tahun 2019 tentang penyediaan jalur sepeda. Jika pemerintah tak menjalankan peraturan tersebut, berarti tidak siap melindungi hak pesepeda.
"Pemerintah harus mengontrol lalu lintas agar dapat memastikan hak dan kewajiban pesepeda terpenuhi sesuai dengan peraturan tersebut," kata dia kepada Tirto, Jumat (26/6/2020).
Buat Jalur Khusus Pesepeda
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengaku telah membuat jalur khusus sepeda sepanjang 49 kilometer agar pengendara dapat dengan aman melintasi jalan raya. Jalur tersebut diberikan tanda warna hijau dan dibatasi garis putih maupun traffic cone. Pengendara transportasi lain pun tidak diizinkan untuk melintasi jalur tersebut, bahkan akan ditilang jika melanggarnya.
Pemprov DKI Jakarta juga membuat pengaturan jam operasional di jalur sepeda atau pop up bike lane di kawasan Sudirman-Thamrin. Pengaturan jalur sepeda dibagi, pada Senin-Jumat pagi hari pukul 06.00-08.00 WIB dan sore hari pukul 16.00-18.00 WIB. Untuk Sabtu pagi pukul 06.00-10.00 WIB dan sore pukul 16.00-19.00 WIB.
Selain itu, Dinas Perhubungan (Dishub) DKI juga membuat 32 kawasan khusus pesepeda di 5 wilayah sebagai pengganti Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB). Titik 32 lokasi tersebut: Jakarta Pusat 8; Jakarta Barat 8; Jakarta Utara 6; Jakarta Timur 5; dan Jakarta Selatan 5.
"Waktu pelaksanaan pukul 6 sampai 9 pagi," kata dia kepada Tirto, Jumat (26/6/2020).
Semakin banyaknya pesepeda akhir-akhir ini juga mengharuskan Pemda DIY untuk berbenah menyusun kebijakan yang dapat menjamin hak-hak pesepeda. Kepala Dinas Perhubungan DIY Tavip Agus Rayanto kepada Tirto, Jumat (26/6/2020) mengatakan pihaknya sedang menggodok kebijakan soal pesepeda.
“Kita akan bikin bike picture untuk melihat dampak ekonomi dan sosial bagaimana. Dari situ kalau materi tahapan sudah selesai kemudian saya akan paparkan ke gubernur,” ujar Tavip.
Dari situ, kata dia, akan ditindaklanjuti kebijakan yang secara teknis mengatur soal pesepeda. Termasuk sejumlah hal terkait aspek keselamatan pesepeda dan adanya kemungkinan jalur sepeda.
“Yang penting itu nanti membuat rekayasa menjadi sebuah kebutuhan. Tidak hanya spot sesaat,” katanya.
Sejumlah permasalahan seperti soal ketertiban pengguna sepeda dalam mematuhi rambu lalu lintas, termasuk penggunaan helm untuk keselamatan juga menjadi perhatian. Sebab, ia melihat kebiasaan pesepeda masih tak patuh lalu lintas, menerobos lampu lalin hingga masuk jalur cepat yang membahayakan.
Guru Besar Manajemen Transportasi UGM Ahmad Munawar mengatakan kebanyakan kecelakaan fatal pada pengendara sepeda terjadi di jalan utama yang lebar. Oleh karena itu, ia menganjurkan untuk para pesepeda untuk melalui jalur-jalur kecil yang bukan jalur utama.
Jika memang harus melalui jalur utama, kata dia, sebaiknya berada di pinggir dan tetap menaati semua rambu lalu lintas.
Namun, tidak dipungkiri bahwa jalur-jalur utama banyak di antaranya pada bagian pinggir mengalami kerusakan, berlubang di sana-sini. Hal itu kemudian memaksa para pesepeda untuk berjalan lebih ke tengah yang membuat risiko kecelakaan lebih tinggi.
“Bina Marga sebaiknya memperbaiki jalan bagian pinggir. Jalan pinggir itu paling banyak lobang itu harus diperbaiki sebaik-baiknya agar sepeda bisa di pinggir dengan aman,” ujarnya.
Sedangkan untuk jangka panjang, pemerintah, kata dia, perlu untuk membuat peta khusus jalur pesepeda.
“Pemerintah perlu menyiapkan jalur sepeda dan kedua aturan wajib helm bagi pesepeda,” kata Munawar.
Peta khusus untuk pesepeda itu, menurutnya, dapat dibuat dengan merekomendasikan jalur-jalur kecil untuk menuju ke suatu tempat. Misalnya, melalui jalur-jalur alternatif yang itu aman bagi pesepeda. Sehingga, kata dia, tidak harus menyediakan jalan khusus pesepeda saja.
Penulis: Irwan Syambudi & Riyan Setiawan
Editor: Maya Saputri