tirto.id - 14 Juni 2017, pukul 1.45 dini hari. Siar Naqshabandi sedang menuju pulang ke tempat tinggalnya di Greenfell Tower, London. Jantungnya serasa menciut ketika dari kejauhan ia melihat apartemen itu, "seperti korek api yang sedang terbakar hebat." Ia langsung menelpon saudaranya yang ada di unit mereka, lantai 3.
"Aku bilang, cepat keluar," katanya pada The Guardian.
Situs berita BBC menyebutkan pemadam kebakaran sudah mendapat laporan kebakaran sebelum pukul 1 dini hari. Diperkirakan api berasal dari lantai 4. Pukul 1.30 api sudah bertambah besar. Pukul 2 dini hari, api sudah semakin sukar dikendalikan. Api baru bisa dipadamkan pada pukul 1 dini hari keesokan harinya, alias 24 jam setelah kebakaran.
Naqshabandi mengatakan banyak saudaranya tinggal di lantai 23. Ketika ia menelpon saudaranya, mereka berkata tidak diperbolehkan keluar gedung. Beberapa orang berpikir mereka lebih aman jika tetap tinggal di unit apartemennya.
Hingga sekarang, korban meninggal dunia tragedi ini berjumlah 80 orang. Sampai 2 Agustus, baru 47 korban yang identitasnya resmi diumumkan oleh polisi distrik Metropolitan dan koroner. Kepolisian memperkirakan jumlah pasti korban meninggal baru bisa diketahui pada 2018.
"Kami beruntung tidak meninggal dunia," ujarnya.
Kecelakaan Api nan Mengerikan
Kebakaran memang mengerikan. Kadar kengerian itu berlipat ganda jika terjadi di dua lokasi: tengah laut atau gedung tinggi. Salah satu kebakaran besar paling tragis di tengah laut adalah musibah KMP Tampomas II, yang terbakar di perairan Masalembu pada 1981. Menurut versi penyelamat, jumlah korban tewas mencapai 431 orang. Pemerintah pernah menyebutkan korbannya lebih dari itu, yakni 666 orang.
Kebakaran di gedung tinggi juga tak kalah menyeramkannya. Seorang yang terperangkap di tengah kebakaran gedung tinggi, akan susah untuk mencari jalan keluar. Apalagi jika kebakarannya dimulai dari bagian bawah.
Dalam bidang pemadaman kebakaran, ada istilah skyscrapper fire, atau high-rise fire untuk menyebut kebakaran yang terjadi di gedung tinggi atau pencakar langit. National Fire Protection Association (NFPA) memberi perhatian khusus pada kebakaran jenis ini karena sulitnya pemadaman. Gedung tinggi dalam definisi NFPA adalah yang setidaknya terdiri dari 7 lantai. Sedangkan Life Safety Code mendefinisikan bangunan tinggi adalah setinggi 23 meter, diukur dari tempat paling bawah yang bisa diakses oleh mobil pemadam kebakaran.
Pada 2013, NFPA mengeluarkan hasil riset tentang kebakaran gedung tinggi. Pada 2009 hingga 2013 di AS, rata-rata laporan kebakaran gedung tinggi adalah 14.500 kasus. Kebakaran itu menyebabkan rata-rata 40 orang meninggal dunia, dan kerugian 154 juta dolar.
Salah satu kejadian kebakaran gedung tinggi terbesar adalah tragedi Serangan 11 September. Saat itu dua pesawat yang dibajak oleh anggota al-Qaeda menabrakkan diri ke gedung World Trade Center, New York. Ledakan dan kebakaran merambat cepat. Dalam 1 jam 42 menit, bangunan 110 lantai itu runtuh. Korban meninggal dari kebakaran dan runtuhnya gedung ini diperkirakan mencapai 2.300 orang.
Menurut NFPA, ada empat jenis bangunan tinggi yang paling banyak mengalami kebakaran di Amerika Serikat. Yang paling rawan kebakaran adalah apartemen atau hunian bertingkat lain (62 persen). Di apartemen, sekitar 76 kebakaran berasal dari area dapur atau tempat masak. Selain kasus Greenfell, kemarin (4/8) juga terjadi kebakaran di The Marina Torch, atau sering disebut sebagai The Torch Tower.
Gedung hunian 74 lantai ini pernah dua kali terbakar. Yang pertama terjadi pada 2015 silam. Juli tahun lalu apartemen ini diperbaiki. Namun, Agustus 2017 gedung ini kembali terbakar. Hingga sekarang belum diketahui penyebab pasti kebakaran. Pihak pengelola juga mengatakan tak ada korban meninggal atau korban luka.
Kebakaran hotel menempati posisi dua dalam daftar kasus kebakaran bangunan tinggi. Jumlahnya, secara persentase, memang tak banyak. Hanya 4 persen. Hal ini disebabkan kebanyakan hotel tinggi lebih disiplin memasang semprotan air (water sprinkle) atau meletakkan alat pemadam kebakaran. Namun, bukan berarti kasusnya tak mematikan.
Kebakaran hotel paling mematikan dalam sejarah terjadi pada Hotel Daeyeonggak di Seoul 1971. Gedung 22 lantai yang baru berusia 2 tahun kala itu, terbakar karena ledakan gas. Api menjalar dengan cepat, dan berlangsung lama. Kebakaran ini makin parah karena tangga pemadam kebakaran hanya bisa mencapai lantai 8. Hal ini membuat para tamu dari lantai 9 hingga 22 tak bisa dengan cepat melarikan diri.
Menurut laporan South China Morning Post, ada 38 orang yang meninggal karena lompat dari jendela. Total korban meninggal adalah 164 orang.
Indonesia juga punya kasus kebakaran gedung tinggi. Salah satu yang paling besar, sekaligus masih lekat di ingatan, adalah kebakaran Wisma Kosgoro yang terletak di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, pada 9 Maret 2015. Kebakaran ini memang tak menelan korban jiwa, namun api menghanguskan lantai 16 hingga 20.
NFPA rutin menyebar pedoman keamanan bagi mereka yang tinggal di gedung tinggi. Pada 2013, misalkan, lembaga yang berbasis di Massachusetts ini merilis High-rise Apartment & Condominium Safety. Salah satu poin pentingnya adalah, "harus menyiapkan diri sebelum terjadi kebakaran. Para penghuni harus tahu fasilitas keamanan yang ada dalam bangunan, dan bekerja sama dengan tetangga."
Untuk persiapan, salah satu yang harus dilakukan adalah memilih gedung yang dilengkapi dengan water sprinkle. Menurut NFPA, bangunan tinggi lebih mungkin mempunyai water sprinkler ketimbang bangunan biasa. Tapi pengelola gedung nakal ada di mana-mana. Apalagi jika ditambah anggapan bahwa memasang sprinkle adalah hal yang mahal dan merepotkan.
Kalau tak ada water sprinkler, coba lah meminta pengawas gedung memasangnya. Jika para pengawas gedung enggan, carilah gedung lain. Selain itu, penghuni harus memahami di mana letak fasilitas untuk menghadapi kebakaran. Mulai dari alarm api, sprinkler, hingga cara evakuasi.
Karena itu, penting pula untuk mengetahui di mana pintu keluar darurat. Saat kebakaran terjadi, kemungkinan besar lift tidak akan berfungsi. Tangga darurat adalah opsi keluar yang tersedia. Sebisa mungkin cari lebih dari 1 pintu darurat, untuk jaga-jaga kalau pintu pilihan Anda diselimuti asap.
Penulis: Nuran Wibisono
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti