Menuju konten utama

Keanggotaan di UE Terganjal, Turki Ikut Gelar Referendum

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan negaranya kemungkinan akan menggelar referendum untuk memutuskan apakah Turki akan melanjutkan proses perundingan untuk menjadi anggota Uni Eropa (UE).

Keanggotaan di UE Terganjal, Turki Ikut Gelar Referendum
Presiden Turki Tayyip Erdogan. Antara Foto/Reuters/Murad Sezer.

tirto.id - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan negaranya kemungkinan akan menggelar referendum untuk memutuskan apakah Turki akan melanjutkan proses perundingan untuk menjadi anggota Uni Eropa (UE).

Geram atas perlakuan UE terhadap Ankara, Presiden Erdogan mengatakan Turki berencana menggelar referendum seperti di Inggris. Rakyat di negeri Ratu Elizabeth tersebut sedang menjaring suara mereka dalam referendum pada Kamis untuk menentukan apakah Inggris akan tetap menjadi anggota UE atau angkat kaki.

"Kita bisa berdiri sendiri dan meminta rakyat melakukan seperti yang dilakukan Inggris," ujar Erdogan dalam pidato pada Rabu (22/6) malam setelah berbuka puasa, seperti dilansir kantor berita Anadolu.

"Kita akan bertanya kepada rakyat 'Apakah kita perlu melanjutkan perundingan dengan Uni Eropa atau lebih baik mengakhirinya?' jika rakyat berkata 'lanjutkan', maka kita akan melanjutkan," ujar Erdogan, seperti dikutip AFP.

Erdogan menuding UE tidak ingin menjadikan Turki sebagai anggota karena mayoritas penduduk negara tersebut beragama Islam.

Ia mengatakan UE berjanji akan mengangkat Turki menjadi anggota pada 1963, namun 53 tahun berselang janji tersebut tidak kunjung menjadi kenyataan.

Pada 1963, Ankara dan Brussel untuk pertama kalinya menandatangani kesepakatan kerja sama yang menyatakan Turki berniat menjadi anggota UE.

Setelah mendaftar pada 1987, Turki mulai melakukan perundingan pada 2005, namun upaya Ankara untuk menjadi anggota terganjal berbagai masalah.

Dengan pertanyaan tentang kemungkinan keanggotaan Turki di tengah berlangsungnya referendum Inggris, Ankara murka atas komentar dari London yang menilai bahwa tidak mungkin bergabung di tengah-tengah periode.

Selama kampanye, Perdana Menteri David Cameron mengatakan keanggotaan Turki tidak akan terjadi sampai 3.000 tahun ke depan.

Baca juga artikel terkait POLITIK

tirto.id - Politik
Sumber: Antara
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari