tirto.id - Remaja berinisial PMA (15) telah menjadi korban persekusi setelah dianggap mengolok-olok ormas dan ulama dalam unggahan di media sosial miliknya. Akibatnya, ia mendapat intimidasi dan penganiayaan dari warga yang diduga sebagai anggota Front Pembela Islam (FPI).
Dalam video yang viral di media sosial itu, tampak seorang pria dan kerumunan massa sedang mengintimidasi PMA di sebuah ruangan. Mereka mendesak agar PMA meminta maaf dan berjanji supaya tidak mengulangi perbuatannya.
Tak hanya diintimidasi dengan kata-kata, remaja berusia 15 tahun itu bahkan mendapat pukulan dan tamparan di wajahnya.
Menyikapi hal tersebut, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengupayakan perlindungan dan rehabilitasi terhadap remaja yang menjadi korban persekusi itu. Ketua KPAI, Asrorun Niam Sholeh mengatakan pihaknya akan terlibat untuk memastikan hak-hak PMA, remaja yang menjadi korban persekusi terpenuhi.
“Kita sedang jalin komunikasi dan yang paling penting ada upaya penanganan sungguh pun anak ini berhadapan dengan hukum,” ujarnya, dikutip Antara, Jumat (2/6/2017).
Menurut Asrorun, pada prinsipnya, setiap anak tetap memiliki hak-haknya bahkan ketika ia tersangkut kasus pidana sekalipun. Karena itu, KPAI akan terlibat untuk memastikan hak-hak PMA terpenuhi. Ia menegaskan, penyelesaian masalahnya harus dengan tidak melanggar hukum dan tidak dengan kekerasan.
Asrorun juga mengimbau agar masyarakat berhenti menyebarkan video PMA yang sedang dipersekusi demi kepentingan korban. Bagi orang dewasa yang melihat tindakan persekusi pada anak, Asrorun meminta agar turut menjadi bagian untuk melindungi anak-anak dari intimidasi dan kekerasan.
Pasca aksi persekusi kepada PMA terekam dan menjadi viral di media sosial, polisi langsung mengamankan dua terduga pelaku persekusi itu, yaitu U alias MH dan M. Keduanya dibawa ke Polda Metro Jaya dari Kepolisian Resor Jakarta Timur, Kamis malam (1/6/2017) sekitar pukul 21:30 WIB.
Mengancam Kebebasan Berekspresi
Sebelumnya, FPI juga melakukan persekusi terhadap Dokter Fiera Lovita, setelah ia mengunggah komentar kritis di media sosial mengenai Rizieq Shihab yang tak kooperatif pada kepolisian. Kedua anaknya yang berumur 8 dan 9,5 tahun pun mengalami trauma.
[Baca:Persekusi Pada Dokter Fiera Berimbas Trauma pada Anaknya].
Bahkan, penelusuran yang dilakukan SAFEnet, jejaring pendukung kebebasan berekspresi di Asia Tenggara menemukan setidaknya ada 48 individu di seluruh Indonesia yang kini terancam diburu, diteror dan dibungkam dengan pola-pola kekerasan semacam ini.
Hal tersebut tentu mengancam kebebasan berekspresi seseorang yang diatur dalam Undang-Undang. Aksi main hakim sendiri yang dilakukan FPI tersebut mengancam jaminan perlindungan hak asasi manusia (HAM) yang diatur Pasal 28 (E) UUD 1945. Pasal itu berbunyi, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”
Selain itu, intimidasi dan teror atas pengguna media sosial bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 yang merupakan ratifikasi International Covenant on Civil and Political Rights atau Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (Konvenan Sipol). Beleid tersebut mewajibkan negara untuk menjamin hak sipil dan hak politik setiap warga negaranya.
Karena itu, tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh anggota FPI tersebut tidak boleh dibiarkan. Dalam konteks ini, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian meminta agar seluruh jajarannya berani menindak tegas pelaku persekusi yang belakangan ini marak terjadi.
“Saya perintahkan kepada seluruh jajaran kepolisian, kalau ada yang melakukan upaya itu jangan takut tindak tegas, sesuai aturan hukum yang berlaku,” ungkap Tito di Jakarta, Kamis (1/6/2017).
Tito mengaku sejauh ini hanya dua terduga pelaku persekusi yang diamankan. Dua terduga pelaku persekusi tersebut telah mengintimidasi dan melakukan pemaksaan terhadap pelajar berusia 15 tahun berinisial PMA di Cipinang Muara, Jakarta Timur (Jaktim).
“Masalah persekusi, Mabes Polri memberikan atensi, ada beberapa yang sudah kita proses hukum. Seperti di Jakarta Timur, itu ada anak umur 15 tahun, ada dugaan dia dipaksa, didatangi, digruduk,” ujarnya.
Tito juga mengomentari terkait tindakan persekusi yang menimpa Dokter Fiera Lovita. Dia memerintahkan agar aparat kepolisian setempat mengejar pelaku persekusi yang membuat Fiera merasa tak aman di Solok, Sumatera Barat.
Tito berharap jika ada yang merasa dirugikan atas kebebasan berekspresi orang lain, untuk menyerahkan penanganannya pada aparat penegak hukum. Ia menegaskan, masyarakat tidak boleh main hakim sendiri.
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Maulida Sri Handayani