tirto.id - Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi sebagian besar wilayah Indonesia akan mengalami kekeringan. Hal ini karena kemarau panjang yang terjadi, bahkan di sejumlah daerah sudah mengalaminya sejak Mei-Juni 2019.
Kepala Sub Bidang Analisa dan Informasi Iklim BMKG, Adi Ripaldi mengatakan, musim kemarau akan berlangsung hingga Oktober 2019 dan lebih kering ketimbang 2018.
“Sehingga, perlu kewaspadaan dan antisipasi lebih dini dari pemerintah dan masyarakat,” ujarnya di Makassar, seperti dikutip Antara, Rabu (21/8/2019).
Adi mengatakan, kekeringan panjang yang terjadi akibat faktor fenomena El Nino, kuatnya Muson Australia, dan anomali peningkatan suhu udara akibat perubahan iklim.
Menurut dia, beberapa wilayah bahkan sudah mengalami kekeringan meteorologi level ekstrem sejak awal Agustus 2019. Tercatat ada daerah yang sudah lebih dari 60 hari tidak diguyur hujan, bahkan lebih dari 90 hari.
Kondisi cuaca yang memasuki kemarau seperti ini, menurut dokter SMF Paru dan Kedokteran Respirasi RSU UKI dr. Frans Abednego Barus, dapat memicu timbulnya penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA).
Sebab, kata Frans, suhu panas, angin, dan kelembaban udara memengaruhi pernapasan. Sehingga mempermudah ISPA terjadi.
“Seluruh nafas kita adalah organ terbuka. Bila debu masuk akan menyebabkan peradangan dan mempermudah berkembangnya kuman. Dan ISPA pun terjadi,” kata Frans kepada reporter Tirto, Kamis (22/8/2019).
Kemarau Tiba, ISPA Meningkat
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Anung Sugihantono mengatakan saat ini terjadi peningkatan penyakit ISPA di beberapa daerah di Indonesia. Salah satu faktor yang memengaruhi yakni musim kemarau yang terjadi.
“Sejauh ini kami mengikuti data penyakit ISPA dari beberapa daerah yang dilaporkan ke Kemenkes, secara umum dalam tiga minggu terakhir ada peningkatan kasus di Indonesia secara umum. Peningkatan cukup signifikan, tapi tidak tinggi sekitar 3.000 [kasus] periode Agustus ini,” kata dia saat dikonfirmasi reporter Tirto.
Menurut Anung, total jumlah kasus tersebut hasil akumulatif dari beberapa daerah seperti DKI Jakarta, Riau, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Akan tetapi, ia belum bisa merinci jumlah kasus pada masing-masing daerah.
Namun demikian, Anung mengatakan jumlah total kasus penyakit ISPA, baik saat musim kemarau atau tidak, tak pernah menunjukkan angka yang signifikan. Meski jumlah kasus penderita ISPA mencapai 3.000 kasus, Anung mengatakan belum ditemukan adanya kasus kematian akibat hal tersebut.
Oleh sebab itu, Anung mengimbau kepada masyarakat agar menerapkan pola hidup sehat dan bersih. Serta mengimbau juga kepada daerah-daerah untuk sigap mengendalikan ISPA.
"Untuk daerah-daerah dengan intensitas kemarau lebih tinggi, khususnya daerah-daerah yang mengalami kebakaran hutan atau ada hal-hal yang berkaitan dengan peningkatan polutan di satu daerah, agar gunakan masker saat keluar rumah,” kata dia.
Menurut Anung, untuk tetap menjaga daya tahan tubuh, Kemenkes mengimbau agar masyarakat di daerah tersebut lebih banyak mengkonsumsi sayuran, buah-buahan, dan air mineral dari pada biasanya.
Selain itu, kata Anung, masyarakat dimbau tidak melakukan pengobatan secara mandiri. Sebab, kata dia, sebaiknya mempercayakan penanganan kepada fasilitas pelayanan kesehatan dengan tenaga yang kompeten.
“Karna bukan tidak mungkin penyebabnya bukan hanya satu kuman saja. Tapi ada kuman lain yang juga harus diwaspadai. Untuk itu teman-teman kesehatan yang punya kompetensi untuk mendiagnosanya,” kata dia.
ISPA karena Karhutla
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Harrison mengatakan kasus ISPA di daerahnya memang meningkat. Namun, penyebabnya bukan datangnya musim kemarau. Melainkan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).
"Kemarau menyebabkan kebakaran lahan, kebakaran lahan itu biasanya karena perusahaan perkebunan memanfaatkan untuk land clearing atau masyarakat yang berpindah ladang," ujarnya kepada reporter Tirto, Kamis kemarin.
Ia menambahkan, “di musim-musim seperti ini, mereka akan membakar. Lalu September musim tanam, asap inilah yang sebabkan ISPA. Makanya terjadi peningkatan ISPA di Kalimantan Barat.”
Harrison menuturkan, penyebab ISPA merupakan persolaan yang berasal dari hulu. Sementara, ia merasa pihaknya berada di bagian hilir. Maka upaya pengendalian yang dilakukan sebatas imbauan.
"Kami kan di hilirnya. Kami dinkes mengimbau masyarakat, kalau asapnya sedang tebal diminta untuk tidak keluar rumah dan mengurangi aktivitas di rumah. Kalaupun harus keluar, pakai masker. Kami juga sudah bagikan maskernya. Harus banyak minum air putih dan perbanyak istirahat," kata dia.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Abdul Aziz