Menuju konten utama

Kasus Irman Bisa Jadi Pintu untuk Bongkar Skandal Impor Gula

Kasus dugaan suap yang melibatkan Ketua DPD Irman Gusman bisa menjadi pintu masuk bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membongkar skandal impor gula di Indonesia yang angkanya lebih besar.

Kasus Irman Bisa Jadi Pintu untuk Bongkar Skandal Impor Gula
Sejumlah buruh tani menata batang tebu yang telah dipanen di lahan pertanian Klego, Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (15/7). Saat itu pemerintah tengah menyiapkan skema bisnis untuk lahan pertanian tebu bagi pelaku industri swasta, guna mendorong meningkatkan industri gula di dalam negeri. [Antara foto/Aloysius Jarot Nugroho/aww/16.]

tirto.id - Kasus dugaan suap yang melibatkan Ketua DPD Irman Gusman, pengusaha distributor gula di Padang, direktur CV Semesta Berjaya Xaveriandy Susanto dan seorang jaksa di Pengadilan Negeri atas nama Fahrizal bisa menjadi pintu masuk bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan aparat penegak hukum lain untuk membongkar skandal impor gula di Indonesia. Selain ketiga tersangka tersebut, sejumlah pejabat negara lain yang berhak mengeluarkan izin impor gula disinyalir terlibat dalam skandal gula ini.

Ketua Umum Dewan Pembina Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) HM Arum Sabil kepada Antara, Sabtu (17/9/2016) mengatakan sebelum kasus Irman itu mencuat, KPK telah menerima laporan dari lembaga antikorupsi di Singapura, yakni Corruption Practices Investigation Bureau (CPIB ) yang menyebutkan adanya direksi BUMN yang menerima suap dari fee impor pangan, terutama gula.

Penerima suap tersebut, kata Arum, diduga telah membuka rekening di Singapura untuk menampung fee dari perusahaan Panamex sebesar 50 dolar AS per ton dari 100 ribu raw sugar yang diimpor. Total fee itu mencapai lima juta dolar AS atau setara Rp65 miliar.

"Terkait kasus suap dari fee impor gula yang terjadi di Singapura, kami harap KPK mengusutnya hingga tuntas. Kami yakin kasus ini akan mengungkap kasus perburuan rente dari fee impor gula yang jauh lebih besar yang melibatkan pejabat negara dan pengambil kebijakan di negeri ini," tegas Arum.

Sebelumnya, pada 14 September 2016 Ketua KPK Agus Rahardjo juga menyebut masih adanya praktik korupsi di lingkungan direksi BUMN. Tanpa menyebut nama direksi yang dimaksud, Ketua KPK itu hanya menyatakan pihaknya tengah melakukan penyelidikan terhadap seorang direksi BUMN tersebut.

Lebih lanjut, Arum mensinyalir indikasi suap kepada BUMN dan swasta itu terjadi di hampir semua izin impor gula. [Indonesia sudah mengimpor gula sejak 1967]

Padahal, kata Arum, setiap tahun pemerintah mengimpor gula lebih dari 3,5 juta ton. Angka impor tersebut sebenarnya terlalu tinggi sebab konsumsi langsung rumah tangga terhadap gula rata-rata hanya 9 kilogram per tahun per kapita. Bila dikalikan dengan jumlah penduduk Indonesia di kisaran 255 juta jiwa, maka total kebutuhan konsumsi gula rumah tangga hanya sebesar 2,3 juta ton per tahun.

Sementara itu total produksi gula nasional setiap tahun rata-rata 2,5 juta ton. Dibandingkan dengan total konsumsi gula rumah tangga secara nasional yang hanya 2,3 juta ton, Indonesia punya kelebihan produksi sekitar 200.000 ton.

Artinya, sebut Arum, apa pun alasannya, Indonesia tidak perlu melakukan impor raw sugar untuk diolah menjadi white sugar, terlebih jika untuk dipasarkan di segmen pasar konsumsi rumah tangga nasional.

Arum menduga penggelembungan angka dan rekayasa persepsi harga gula mahal selama ini hanya dijadikan alat legitimasi pembenaran guna melakukan impor gula besar-besaran.

Pabrik Gula Sebagai Kedok Impor

Masalah lain yang menjadi keprihatinan para petani tebu saat ini, sebut Arum, adalah berdirinya pabrik-pabrik gula baru hanya sebagai kedok untuk melakukan impor gula mentah. Buktinya, alih-alih membeli tebu dari petani, pabrik-pabrik gula tersebut justru mengajukan izin impor yang jumlahnya hampir satu juta ton.

Pada 2016 ini, lanjut Arum, pabrik-pabrik gula tersebut telah mendapat izin impor ratusan ribu ton, bahkan ditambah dari perusahaan BUMN, Bulog,dan PT PPI yang juga mendapatkan izin impor raw sugar ratusan ribu ton dan digilingkan di pabrik gula yang hanya sebagai kedok melakukan impor gula mentah itu.

"Saya perlu tegaskan disini, petani tebu pada dasarnya menyambut gembira hadirnya pabrik-pabrik gula baru asalkan bukan sebagai kedok untuk melakukan impor gula mentah," tegas Arum.

Arum berharap pabrik gula-pabrik gula tersebut diaudit dan diinvestigasi karena tidak hanya sebagai kedok, mereka juga menjadi alat pembobol uang negara di bawah BUMN.

Indikasinya, menurut dia ditunjukkan dengan adanya bank "plat merah" di bawah BUMN yang terindikasi masuk dalam perangkap pembiayaan pendirian pabrik gula yang hanya sebagai kedok untuk melakukan impor gula mentah.

Sumber: Antara

Baca juga artikel terkait GULA IMPOR

tirto.id - Ekonomi
Sumber: Antara
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH