tirto.id - Pihak kepolisian saat ini menghadapi terorisme lewat pendekatan siber sebagai salah satu upaya melawan terorisme yang bergerak di dunia maya. Pernyataan itu disampaikan langsung oleh Kepala Kepolisian RI (Kapolri) Tito Karnavian.
Perlawanan terhadap terorisme lewat siber, Tito menambahkan, termasuk juga melakukan patroli siber dan serangan siber pada hubungan komunikasi dan jaringan terorisme.
"Kita harus menggunakan kemampuan cyber counter terrorism juga. Jadi melakukan cyber patrol (patroli dunia maya), cyber attack (serangan siber) kepada mereka, termasuk cyber surveillance (pengawasan siber) kepada mereka," kata Tito di Jakarta Selatan, Rabu (21/12/2016) malam.
Patroli siber tersebut dilakukan oleh tim pasukan siber yaitu dengan memantau aktivitas atau pergerakan jaringan terorisme lewat dunia maya.
"Ada tim cyber army, cyber troops (pasukan siber), mereka tiap hari kerjanya hanya membaca website," tuturnya.
Dalam memantau laman website, tim tersebut melakukan pelacakan terhadap situs yang menjadi komunikasi para teroris di dunia maya.
"Kemudian ketangkap satu nanti ada chatting room-nya, mereka kemudian chatting room-nya diikuti ikut masuk dalam gabung dengan mereka itu di antaranya," tuturnya.
Seperti diberitakan Antara, Kamis (22/12/2016), pelacakan tersebut juga dapat dilakukan terhadap alat pengiriman pesan seperti Whatsapp dan Instagram.
"Kan teknik-teknik cyber patrol ini juga sama sebenarnya dengan teknik-teknik dalam dunia nyata ada yang menggunakan surveillance (pengawasan) nyata gitu ya diikuti ada juga kita," ujarnya.
Setelah masuk dalam obrolan komunikasi jaringan teroris itu, Tito mengatakan, pihak kepolisian melakukan penyamaran untuk masuk seolah-seolah menjadi bagian kelompok-kelompok teroris dengan menggunakan berbagai akun termasuk ikut 'chatting' dalam komunitas mereka.
Kapolri mengatakan pemerintah mewaspadai adanya perekrutan teroris melalui media sosial.
"Memang adanya rekruitmen lewat media sosial namanya cyber terorism. Jadi bergerak di dunia maya. Jadi istilah mereka cyber jihad," tuturnya.
Kapolri menuturkan terorisme yang bergerak di dunia maya itu, melakukan rekruitmen dan pelatihan melalui dunia maya.
"Jadi cyber recruitment' (rekrutmen lewat dunia maya), cyber training (pelatihan lewat dunia maya), jadi latihannya tidak melalui fisik tapi hanya online (dalam jaringan)," tuturnya.
Para teroris mempelajari cara membuat bom lewat dunia maya. Mereka juga membuat cyber operation (operasi lewat dunia maya), yakni mensurvei target dan melakukan pendanaan terorisme dalam jaringan.
"Mereka menggunakan bit coin, yang dipakai di dunia maya," tuturnya.
Ancaman terorisme yang dihadapi adalah jaringan teroris. Pihak kepolisian telah menjajaki dari dulu jaringan kelompok teroris hingga sel-sel terkecil.
"Sebagian besar terdeteksi tapi mereka juga sebagian besar berusaha menghindari deteksi intelijen dengan menggunakan metode-metode termasuk sistem komunikasi mereka," ujarnya.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari