tirto.id - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan kepolisian mesti selektif dalam menangani kasus perihal pelanggaran UU informasi dan transaksi elektronik (ITE).
Hal itu menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo ihwal pasal-pasal karet dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Sigit meminta petugas yang berwenang untuk membuat semacam surat telegram yang bertujuan sebagai pedoman para penyidik.
Kapolri menekankan beberapa hal. “Bila perlu, laporan tertentu yang bersifat delik aduan, yang melapor harus korbannya. Jangan diwakili. Tidak asal lapor, kemudian kami yang kerepotan,” ujar dia dalam Rapat Pimpinan Polri, Selasa (16/2/2021).
Hal berikutnya yang jadi penekanan yakni jika orang tersebut tak berpotensi menimbulkan konflik horizontal, maka tidak perlu ditahan, pun sebaliknya. Misalnya, dalam perkara hoaks atau ujaran kebencian. Namun, proses mediasi dan edukasi harus dilakukan dahulu sebelum polisi membiarkan orang tersebut melenggang.
Sigit juga mengingatkan kepada Direktorat Siber Polri. “Untuk segera buat virtual police. Sehingga begitu ada kalimat-kalimat yang kurang pas, kemudian melanggar UU ITE, (maka) virtual police yang menegur,” jelas dia.
Peneguran itu memperingatkan bahwa pemilik akun diduga melanggar pasal tertentu di UU ITE, yang bisa berimbas berpidana.
Dia ingin kepolisian siber bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika ihwal polisi virtual. “Virtual police dahulu yang mengedukasi. Saya kira ini juga bisa melibatkan influencer yang disukai masyarakat, yang memiliki pengikut banyak. Sehingga proses edukasi dirasakan nyaman, tidak sekadar menakuti,” sambung Sigit.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Maya Saputri