tirto.id -
"Sampai sekarang belum ada permintaan [bantuan pemanggilan paksa]. Sampai sekarang belum ada membahas terkait masalah pemanggilan rektor [UGM] oleh ORI [DIY] kepada kepolisian," kata KDofiri di Yogyakarta, Senin (7/1/2019).
Dofiri mengatakan telah bertemu dengan Ketua ORI Senin (7/1/2019) pagi. Namun dalam pertemuan yang dilakukan di Polda DIY itu tidak ada pembahasan tentang pemanggilan paksa.
"Pertemuan tadi itu [ORI DIY] justru menanyakan perkembangan penanganan [kasus dugaan pelecehan seksual mahasiswa UGM] yang dilakukan oleh polisi," katanya.
Oleh karena itu Dofiri berpesan agar tidak langusung dihubung-hubungkan dengan pemanggilan paksa Rektor UGM.
Meskipun, kata dia, terkait pemanggilan paksa memang diatur dalam Pasal 31 Undang-Undang 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI. Akan tetapi Dofiri menegaskan bahwa sampai saat ini belum ada permintaan untuk bantuan pemanggilan paksa ke institusinya.
Usai melakukan pertemuan dengan Kapolda DIY, Ketua ORI DIY Budi Masturi mengatakan pihaknya belum membicarakan terkait kemungkinan meminta bantuan polisi untuk memanggil paksa Rektor UGM.
Lanjutnya lagi, dalam pertemuan itu, ia berdiskusi dengan Kapolda DIY soal penanganan kasus dugaan pelecehan seksual mahasiswa UGM. Pasalnya baik ORI DIY ataupun Polda DIY sama-sama menangani kasus itu sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
"Berkaitan dengan kasus UGM kami saling berdiskusi mengenai data dan informasi," ujarnya.
Di sisi lain mengenai kemungkinan pemanggilan paksa jika Rektor UGM tiga kali mangkir dari panggilan ORI, sejauh ini kata Budi sudah ada komunikasi dengan pihak UGM.
Dalam panggilan pertama yang dijadwalkan Selasa (8/1/2019), pihak UGM menurut Budi sudah memberikan sinyal positif. Sehingga diharapkan Rektor UGM khususnya dapat koperatif menghadiri panggilan ORI DIY.
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno