Menuju konten utama

Kapan Rabu Abu 2022: Aturan Pantang dan Puasa Katolik Jelang Paskah

Makna puasa dan pantang di Rabu Abu 2022 dan cara memaknainya.

Kapan Rabu Abu 2022: Aturan Pantang dan Puasa Katolik Jelang Paskah
Prodiakon mengoleskan abu pada kening warga katolik saat misa Rabu Abu di Gereja Santo Antonius, Kota Baru, DI Yogyakarta, Rabu (26/2/20). ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/ama.

tirto.id - Rabu Abu 2022 jatuh pada tanggal 2 Maret. Rabu Abu menandai awal mula puasa dan pantang bagi umat Katolik. Hari pantang dilakukan pada hari Rabu Abu dan tujuh Jumat selama masa Prapaskah sampai dengan Jumat Agung pada 15 April 2022.

Menurut Catholic.org, Rabu Abu berasal dari tradisi Yahudi kuno tentang penebusan dosa dan puasa. Abu melambangkan debu yang darinya Tuhan menciptakan kita. Saat imam mengoleskan abu ke dahi seseorang, dia mengucapkan kata-kata: "Ingatlah bahwa kamu adalah debu, dan kamu akan kembali menjadi debu."

Atau, imam dapat mengucapkan kata-kata, "Bertobatlah dan percayalah kepada Injil." Abu juga melambangkan kesedihan, dalam hal ini kesedihan karena kita telah berbuat dosa. Tulisan-tulisan dari Gereja abad Kedua mengacu pada pemakaian abu sebagai tanda penebusan dosa.

Aturan Pantang dan Puasa Saat Prapaskah

Menurut situs web Paroki Minomartani, yang dimaksud dengan berpuasa adalah makan hanya sekali saja dalam sehari pada hari Rabu Abu dan hari Jumat Sengsara dan Wafat Tuhan. Umat beriman yang wajib berpuasa adalah yang berumur antara 18 tahun sampai dengan awal tahun keenampuluh (60).

Yang dimaksud dengan berpantang adalah tidak makan daging atau makanan lain yang disukai pada hari Rabu Abu dan tujuh Jumat selama masa Prapaskah sampai dengan Jumat Agung.

Sesuai dengan tradisi Gereja universal, berpantang ini dapat dilakukan juga setiap hari Jumat sepanjang tahun, kecuali hari Jumat itu merupakan hari pesta wajib. Umat beriman yang wajib berpantang adalah yang sudah genap berumur empat belas (14) tahun.

Laman Iman Katolik merangkum puasa berarti makan kenyang hanya satu kali dalam sehari. Untuk yang biasa makan tiga kali sehari, dapat memilih:

  • Kenyang, tak kenyang, tak kenyang, atau
  • Tak kenyang, kenyang, tak kenyang, atau
  • Tak kenyang, tak kenyang, kenyang
Orang Katolik wajib berpantang pada hari Rabu Abu dan setiap hari Jumat sampai Jumat Suci. Jadi hanya 7 hari selama masa PraPaskah. Yang wajib berpantang adalah semua orang katolik yang berusia empat belas (14) tahun ke atas.

PANTANG berarti:

  • Pantang daging, dan atau
  • Pantang rokok, dan atau
  • Pantang garam, dan atau
  • Pantang gula dan semua manisan seperti permen, dan atau
  • Pantang hiburan seperti radio, televisi, bioskop, film.
Karena begitu ringannya, kewajiban berpuasa dan berpantang, sesuai dengan semangat tobat yang hendak dibangun, umat beriman, baik secara pribadi, keluarga, atau pun kelompok, dianjurkan untuk menetapkan cara berpuasa dan berpantang yang lebih berat.

Penetapan yang dilakukan diluar kewajiban dari Gereja, tidak mengikat dengan sangsi dosa. Dalam rangka masa tobat, maka pelaksanaan perkawinan juga disesuaikan. Perkawinan tidak boleh dirayakan secara meriah.

Secara kejiwaan, Berpuasa memurnikan hati orang dan mempermudah pemusatan perhatian waktu bersemadi dan berdoa. Puasa juga dapat merupakan korban atau persembahan. Puasa pantas disebut doa dengan tubuh, karena dengan berpuasa orang menata hidup dan tingkah laku rohaninya.

Dengan berpuasa, orang mengungkapkan rasa lapar akan Tuhan dan kehendakNya. Ia mengorbankan kesenangan dan keuntungan sesaat, dengan penuh syukur atas kelimpahan karunia Tuhan. Demikian, orang mengurangi keserakahan dan mewujudkan penyesalan atas dosa-dosanya di masa lampau.

Dengan berpuasa, orang menemukan diri yang sebenarnya untuk membangun pribadi yang selaras. Puasa membebaskan diri dari ketergantungan jasmani dan ketidakseimbangan emosi. Puasa membantu orang untuk mengarahkan diri kepada sesama dan kepada Tuhan.

Baca juga artikel terkait RABU ABU 2022 atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Yantina Debora