tirto.id - Pemerintah akan mulai mengurangi kandungan sulfur pada Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax dan Pertalite mulai kuartal I 2025. Hal ini dilakukan sebagai dukungan terhadap upaya pemerintah menyediakan BBM rendah sulfur.
"Bensin rencananya yang saya tahu, bisa tanya Pertamina juga, bensinnya untuk di tempat (kilang) yang sama dan beberapa tempat lainnya itu mungkin bisa di tahun depan awal gitu. Iya, yang untuk bensin ya, Pertalite, Pertamax," kata Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Rachmat Kaimuddin, di sela acara Indonesia Sustainable Energy Week, di Hotel JW Marriott, Jakarta Selatan, Selasa (10/9/2024).
Adapun BBM jenis solar dengan kandungan sulfur rendah akan dirilis Pertamina dalam waktu dekat. Meski begitu, peluncuran solar rendah sulfur ke pasaran masih harus menunggu kesiapan kilang PT Pertamina (Persero) sebagai produsen dan penyedia bahan bakar.
"Iya, sekarang lagi disiap-siapin sih sebenarnya," imbuh Rachmat.
Sementara itu, pengurangan kandungan sulfur pada Solar, Pertamax, dan Pertalite menjadi hal yang harus dilakukan. Hal ini karena sampai saat ini ketiga jenis bahan bakar tersebut memiliki kandungan sulfur tinggi, sehingga menghasilkan gas buang atau emisi lebih besar pula.
Sebagai informasi, kandungan sulfur pada Solar yang diproduksi Pertamina adalah 2500 ppm, dengan angka setana 48. Sedangkan, Pertalite yang memiliki RON 90 memiliki kandungan sulfur hingga 500 ppm serta Pertamax dengan RON 92 memiliki kandungan sulfur sebesar 500 ppm.
"Itu harus diperbaikin sulfurnya berdua itu. Karena (BBM) yang lain di atas itu sebenarnya udah standar Euro 4 ya," ujar Rachmat.
Meski begitu, pengurangan kandungan sulfur pada Solar, Pertalite dan Pertamax belum bisa diterapkan di seluruh Indonesia karena membutuhkan kesiapan dari kilang Pertamina.
Selain itu, pengalihan penggunaan bensin dari yang memiliki kandungan sulfur tinggi menjadi BBM rendah sulfur juga membutuhkan biaya tinggi.
"Kalau untuk menyediakan BBM tersebut kan butuh upgrade kilang. Jadi kalau untuk Solar di daerah seperti Jakarta lah, ya mungkin. Dan sekitarnya kemampuan teknisnya sebenarnya sudah bisa. Selama tentunya kita perlu berikan dukungan untuk Pertamina," terang Rachmat.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Bayu Septianto