Menuju konten utama

Kabut Radiasi Bukan Disebabkan Hujan Abu atau Aktivitas Merapi

Kawasan lereng Gunung Merapi yang diselimuti Kabut bukan berasal dari hujan abu atau aktivitas Merapi.

Kabut Radiasi Bukan Disebabkan Hujan Abu atau Aktivitas Merapi
Aktivitas guguran awan panas kecil Gunung Merapi terlihat dari Balerante, Kemalang, Klaten, Jawa Tengah, Selasa (26/2/2019). ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho/ama.

tirto.id - Kabut yang menyelimuti sebagian wilayah Yogyakarta terutama di kawasan lereng Gunung Merapi merupakan kabut radiasi yang lumrah terjadi pada saat musim kemarau. Kabut itu bukan berasal dari hujan abu atau aktivitas Merapi.

Hal ini diungkapkan oleh Kepala Stasiun Klimatologi Mlati Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta Reni Kraningtyas. Saat dikonfirmasi ia menjelaskan, kejadian udara kabur pada hari ini disebut dengan kabut radiasi.

"Tidak [karena hujan abu atau aktivitas Merapi]. Ini lazim terjadi pada saat musim kemarau," kata dia saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (14/8/2019).

Reni menjelaskan, kabut radiasi terbentuk pada malam hari saat terjadi pendinginan di permukaan bumi akibat proses pelepasan radiasi gelombang panjang ke atmosfer. Biasanya hal itu terjadi saat cuaca cerah.

Suhu udara permukaan yang sangat dingin menyebabkan uap air di atasnya mengalami pendinginan di bawah titik beku, sehingga terbentuk kabut pada malam hingga pagi hari. Kabut radiasi ini akan hilang seiring terjadinya pemanasan di permukaan bumi yang bersumber dari penyinaran matahari.

Dari pantauan Stasiun Klimatologi Mlati, kejadian kabut radiasi sudah terpantau sejak dua hari terakhir. Dan kejadian ini, menurut Reni, wajar terjadi pada musim kemarau.

"Kabut ini tidak berbahaya bagi kesehatan. Diimbau kepada masyarakat agar lebih berhati-hati dalam berkendara karena jarak pandang yang pendek disebabkan oleh kabut tersebut," ujarnya.

Sementara, itu Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Hanik Humaida juga mengatakan, kabut yang terjadi pada Rabu pagi bukan karena hujan abu atau aktivitas Merapi.

"Tidak ada hujan abu," kata Hanik saat dikonfirmasi reporter Tirto.

Berdasarkan pantauan BPPTKG, memang benar terdapat aktivitas Merapi pada tanggal 13-14 Agustus 2019. Aktivitas tersebut berupa guguran lava dan awan panas, tetapi tidak sampai menyebabkan hujan abu.

Pada tanggal 13 Agustus terjadi guguran awan panas pada pukul 23.31 WIB dengan jarak luncur sejauh 950 meter ke arah Kali Gendol. Sementara guguran lava terjadi sebanyak empat kali dengan jarak luncur 350-650 meter.

Kemudian pada tanggal 14 Agustus atau tempatnya hari ini terjadi guguran awan panas pada pukul 04.52 WIB. Guguran awan panas tercatat meluncur sejauh 950 meter menuju hulu kali Gendol.

Baca juga artikel terkait STATUS GUNUNG MERAPI atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Dhita Koesno