tirto.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggelar rapat bersama sejumlah menteri membahas terkait pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM) di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (23/10/2023). Dalam rapat tersebut, Jokowi setuju untuk membuat instruksi presiden (Inpres) terkait pengelolaan air minum.
Hal itu sesuai saran dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas bersama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
"Disetujui oleh Bapak Presiden untuk dibentuk Inpres (Instruksi Presiden) air minum," kata Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa.
Suharso melaporkan pemerintah baru membangun 3,8 juta sambungan air dari total target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2019-2024 yaitu 10 juta sambungan rumah. Dia mengakui pemerintah akan mempercepat pembangunan demi memenuhi realisasi target RPJMN
"Nah gap yang hampir 6,2 juta lah kita mau coba atasi pada tahun depan tanpa harus membangun air baku karena kebetulan sumber airnya kita sudah punya," ungkap Suharso.
Suharso menuturkan, saat ini Indonesia memiliki idle capacity sekitar 38.000 liter yang dapat disambungkan lebih dari 3 juta sambungan rumah di seluruh Indonesia. Sementara itu, Jokowi kata Suharso menginstruksikan agar rumah-rumah mendapatkan sambungan tersebut diprioritaskan untuk mereka berada di daerah dengan tingkat stunting tinggi.
"Terutama yang membutuhkan intervensi pengadaan air bersih yang lebih baik," kata Suharso.
Sementara itu, Suharso memproyeksikan kebutuhan anggaran berkisar Rp16 triliun untuk instalasi sambungan air bersih ke rumah warga dan Rp1,2 triliun untuk kebutuhan air baku. Suharso mengklaim dana yang bersumber dari alokasi khusus maupun yang ada di Kementerian PUPR cukup untuk menambah tiga juta sambungan baru.
"Anggarannya diperlukan sekitar Rp17-an triliun. Tapi apakah kita akan semuanya, kita akan sisir dulu sudah dialokasikan hari ini seperti apa, baik melalui Dana Alokasi Khusus maupun yang ada di Kementerian PUPR," ungkap Suharso.
Dikutip dari Antara, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan per 2022 terdapat tujuh provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi yakni Nusa Tenggara Timur (NTT) 37,8 persen, Sumatera Barat 33,8 persen, Aceh 33,2 persen, Nusa Tenggara Barat (NTB) 31,4 persen, Sulawesi Tenggara 30,2 persen, Kalimantan Selatan 30 persen, dan Sulawesi Barat 29,8 persen.
Sementara itu, lima provinsi dengan jumlah kasus terbesar berada di Jawa Barat sebanyak 971.792 kasus, Jawa Timur 651.708 kasus, Jawa Tengah 508.618 kasus, Sumatera Utara 347.437 kasus, dan Banten 265.158 kasus.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Intan Umbari Prihatin