tirto.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan pertumbuhan ekonomi nasional pada 2018 mampu terkerek di poin 5,4 hingga 6,1 persen. Dia berpendapat target ini realistis dan kredibel.
"Saya ingin menekankan RAPBN 2018 harus disusun dengan semangat optimisme, tapi harus realistis dan kredibel sejalan dengan perbaikan ekonomi dunia. Kita juga harus berani meningkatkan target pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4 hingga 6,1 persen," kata Jokowi di Sidang Paripurna Kabinet di Istana Negara, Jakarta, Rabu (15/3/2017) seperti dikutip Antara.
Sidang Paripurna Kabinet kali ini bertopik “Kapasitas Fiskal (Resource Envelopes) dan Pagu Indikatif RAPBN Tahun 2018 dan Peningkatan Peringkat Kemudahan Berbisnis (Ease of Doing Business/EODB) Tahun 2018.”
Dalam sidang itu, Jokowi memerintahkan kepada semua kementerian bekerja keras dan melakukan langkah konkret untuk mewujudkan target pertumbuhan 6,1 persen. Jokowi melarang para anak buahnya hanya bekerja monoton, linier, dan biasa-biasa saja.
Dia berharap pemenuhan target pertumbuhan 6,1 persen di 2018 bisa dicapai dengan meningkatkan rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) menjadi 11 persen.
Selain itu, Jokowi ingin agar dilakukan penajaman program prioritas sehingga betul-betul mendorong produktivitas sekaligus mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan investasi.
"Karena kapasitas fiskal terbatas, investasi tidak bisa tergantung pada pemerintah," kata dia.
Menurut Jokowi, dalam dua tahu mendatang sumber-sumber investasi nasional mayoritas harus berasal dari swasta dan badan usaha milik negara (BUMN). Porsinya, dipatok 70 hingga 80 persen.
"Capital Expenditure (capex/pengeluaran modal) BUMN harus ditingkatkan sehingga ini akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi kita."
Oleh karena itu, Jokowi memerintahkan agar peluang bagi pihak swasta untuk investasi diperbesar. "Kalau ada swasta yang mau masuk serahkan saja kepada swasta. Jangan APBN masuk. Jangan BUMN masuk."
Jokowi menargetkan Indonesia segera mampu menempati peringkat 40-an dalam hal kemudahan berusaha atau ease of doing business (EODB) sehingga lebih banyak investor masuk ke Tanah Air.
Tahun lalu, ia mengimbuhkan, peringkat Indonesia memang meloncat naik, tapi masih pada angka 91. Dia menginginkan Indonesia semakin dikenal sebagai negara yang berada di garis terdepan dalam kemudahan berusaha.
"Harus sekali lagi secara detail, harus betul-betul dilihat apakah di perizinan, apakah di regulasinya sehingga peringkat kita bisa naik, ini masalah persepsi," ujar dia.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom