tirto.id - Presiden Joko Widodo mengatakan pemerintahannya akan berfokus mengurangi tingginya angka kesenjangan ekonomi di Indonesia pada 2017. Dia menganggap indeks kesenjangan pengeluaran penduduk Indonesia atau gini ratio masih tinggi meskipun sempat membaik selama 2016.
Pernyataan Jokowi tersebut menunjukkan fokus pemerintah berniat menguatkan program pengurangan angka kemiskinan di tahun 2017. "Kita harus kerja keras, mati-matian menurunkan angka kesenjangan, baik kesenjangan antar wilayah, maupun kesenjangan kaya dan miskin," kata Jokowi di Sidang Kabinet Paripurna di Istana Kepresidenan Bogor, pada Rabu (4/1/2017) seperti diberitakan oleh Antara.
Jokowi menyandarkan target pengurangan gini ratio itu pada program redistribusi aset dan legalisasi kepemilikan lahan yang akan dilakukan secara besar-besaran selama dua tahun mendatang. Selain itu, pemerintah akan mendorong perluasan akses Kredit Usaha Rakyat bagi masyarakat. Aneka program vokasi juga akan didorong untuk mencetak banyak pekerja terampil dan akan dibarengi dengan penambahan peserta Kartu Indonesia Pintar.
Kekhawatiran Jokowi terhadap angka gini ratio Indonesia di atas beralasan. Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS), yang dirilis Agustus 2016 lalu, angka gini ratio Indonesia per-Maret 2016 ialah 0,397. Angka ini memang menurun dibanding gini ratio pada Maret 2015, yakni 0,408, dan September 2015 yang mencapai 0,402.
Sekalipun demikian, jumlah penduduk miskin di Indonesia masih sangat besar. Data BPS, yang dirilis pada Selasa (3/1/2017) mencatat orang miskin di Indonesia per-September 2016 mencapai 27,7 juta orang atau 10,7 persen dari keseluruhan populasi. Jumlah itu hanya berkurang seperempat juta dibanding kondisi pada Maret 2016.
BPS juga mencatat jumlah penduduk miskin di kawasan perkotaan tercatat berjumlah 10,49 juta orang pada September 2016. Sementara jumlah penduduk miskin di pedesaan mencapai 17,28 juta orang.
Menurut analisis BPS pengaruh dari harga komoditi makanan terhadap tingginya data jumlah orang miskin ini lebih besar ketimbang barang non-makanan. Persentase perananannya mencapai 73,5 persen.
Jenis komoditi makanan yang paling berpengaruh ke nilai garis kemiskinan ialah beras, rokok, daging sapi, telur ayam ras, gula pasir, mie instan, bawang merah dan tempe.
Fokus pemerintah dalam menekan tingginya angka kesenjangan di Indonesia ini sejalan dengan saran Bank Dunia. Laporan triwulanan tentang perekonomian Indonesia, yang diterbitkan oleh Bank Dunia pada Juni 2016 lalu, menyatakan tingginya perkembangan angka kesenjangan di Indonesia selama 15 tahun belakangan harus ditekan.
Bank Dunia khawatir situasi itu bisa menyebabkan kecilnya pertumbuhan ekonomi dan pelambatan pengurangan kemiskinan. Selain itu, tingginya kesenjangan mudah memicu banyak konflik di daerah.
Laporan bertajuk “Resilience Through Reforms” itu menyarankan agar Indonesia secara efektif memanfaatkan paket kebijakan fiskal. Di banyak negara, kebijakan fiskal menjadi salah satu dari empat instrumen paling efektif dalam menekan kesenjangan ekonomi. Contohnya, memperbesar alokasi dana untuk kesehatan dan pendidikan dan membelanjakannya secara lebih efektif. Selain itu, meningkatkan pembangunan infrastruktur yang menyerap banyak tenaga kerja.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom