Menuju konten utama

Jimly Asshiddiqie: Pengawasan Panitera Harus Diperketat

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie berpendapat terbongkarnya kasus suap dengan tersangka panitera PN Jaksel menandakan pengawasan terhadap kinerja panitera pengadilan perlu lebih diperketat. 

Jimly Asshiddiqie: Pengawasan Panitera Harus Diperketat
Jimly Asshiddiqie (memakai peci hitam) di Kantor ICMI, Jakarta, Rabu (9/8/2017). ANTARA FOTO/ Reno Esnir.

tirto.id - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menyatakan kinerja panitera pengadilan semakin membutuhkan pengawasan ketat.

Pernyataan Jimly ini menanggapi penangkapan Panitera Pengganti PN Jaksel bernama Tarmizi (TMZ) oleh KPK, pada 21 Agustus 2017, karena menerima suap dari pengacara terkait kasus perdata.

Menurut Jimly, pengawasan terhadap panitera pengadilan harus lebih ketat ketimbang untuk para hakim.

"Panitera itu salah satu masalah. Kode etik hakim ada. Tapi kode etik panitera dilupakan," kata Jimly di Universitas Muhammadiyah Jakarta, pada Rabu (23/8/2017).

Alasan dia lainnya, panitera seringkali bekerja dalam waktu lama di satu kantor pengadilan. Sementara hakim selalu berpindah setiap lima tahun sekali.

"Dia (panitera) berhubungan dengan lawyer (pengacara) bertahun-tahun, maka sudah pasti itu perlu ada manajemennya. Maka pengawasan pada panitera harus lebih ketat. Saya kira ini (Kasus suap panitera PN Jaksel) jadi pelajaran," kata Jimly.

Selama ini, menurut Jimly, di sejumlah kasus, muncul modus berupa panitera meminta suap ke pengacara, dengan mengatasnamakan hakim, untuk keperluan pengurusan perkara. Padahal, seringkali permintaan itu hanya bualan panitera saja.

Jimly menjelaskan pengawasan kepada panitera semestinya menjadi tanggung jawab ketua pengadilan sebagai bagian dari reformasi internal dan tanggung jawab administrasi.

"Mereka (ketua pengadilan) punya tanggung jawab untuk membina. Jangan hanya menikmati kedudukan sebagai ketua, tapi manajemen yudicial governance tidak diurus," kata Jimly.

Dia menambahkan pengawasan pimpinan pengadilan ke para panitera bisa diperketat dengan memanfaatkan instrumen sanksi pelanggaran etik. "Dengan dipecat salah satunya," kata Jimly.

Karena itu, menurut Jimly, Ketua PN Jaksel juga harus dimintai pertanggungjawaban. Dia berpendapat kasus suap ke panitera bisa terjadi karena kelalaian ketua pengadilan dalam pengawasan.

"Sebagai ketua dia punya tanggung jawab untuk manajeman dan mengawasi sistem. Sistemnya harus dibenahi agar anak buahnya benar," ujar Jimly.

Baca juga artikel terkait SUAP PANITERA atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Hukum
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Addi M Idhom