tirto.id - Gempa terjadi ketika ada pelepasan energi dari dalam bumi secara mendadak. Proses ini ditandai oleh patahnya lapisan batuan tertentu di kerak bumi.
Energi pemicu gempa terlepas setelah mengalami akumulasi dalam jangka waktu tertentu. Mengutip laman BMKG, akumulasi energi yang muncul dihasilkan dari pergerakan lempeng-lempeng tektonik.
Pergerakan dapat membuat lempeng-lempeng bumi saling mengunci sehingga memicu pengumpulan energi. Saat batuan di lempeng tektonik tidak mampu lagi menahan desakan akibat pergerakan yang terus berlangsung, energi yang terakumulasi tadi terlepas. Proses yang memicu guncangan gempa ini biasa terjadi di sekitar jalur sesar atau patahan.
Maka dari itu, dalam laporan peristiwa gempa bumi kerap keluar istilah pergerakan lempeng tektonik dan patahan (sesar). Kedua fenomena itu juga termasuk di antara faktor penyebab muka bumi mempunyai bentuk bervariasi, bukan hamparan datar.
Lempeng adalah materi penyusun bumi di lapisan paling atas. Merujuk sebuah ulasan di situs UGM, lempeng bumi bisa mempunyai ketebalan hingga 100 kilometer. Lempeng-lempeng tektonik yang tidak stabil dan terus bergerak itu merupakan bagian dari litosfer, lapisan bumi terluar serta kerap disebut kulit bumi.
Sementara patahan atau sesar, dalam ilmu geologi, didefinisikan sebagai bidang rekahan yang dipengaruhi oleh pergeseran relatif satu blok batuan terhadap blok lainnya. Jarak pergeseran blok batuan dan luas bidangnya bisa berukuran milimeter hingga kilometer. Sesar besar umumnya muncul karena gaya tektonik pergerakan lempeng.
Jenis-jenis Pergerakan Lempeng Tektonik dan Contohnya
Tipisnya lapisan kulit bumi menyebabkan bagian ini mudah terpecah menjadi semacam potongan-potongan yang tidak beraturan. Potongan-potongan kulit bumi ini disebut dengan lempeng tektonik.
Menukil penjelasan dalam Modul Geografi terbitan Kemdikbud (2020), lempeng-lempeng tektonik selalu bergerak, secara vertikal maupun horizontal, akibat pengaruh arus konveksi dari lapisan bawahnya, astenosfer. Pergerakan lempeng tektonik ini dapat memicu perubahan letak maupun bentuk kulit bumi.
Kajian terhadap fenomena labilnya kerak bumi berkembang, salah satunya berkat studi dari ahli meteorologi dan geofisika Jerman, Alfred Lothar Wegener. Melalui bukunya, The Origin of Continents an Oceans (1915), Wegener merumuskan teori lempeng tektonik.
Wegener merumuskan teori bahwa dataran benua di bumi sesungguhnya terapung serta bergerak di atas massa yang relatif lembek. Oleh sebab itu, teori Wegener disebut pula teori pengapungan kontinen yang menyimpulkan bahwa kerak bumi tidak bersifat permanen, melainkan senantiasa bergerak secara mengapung.
Ada 7 lempeng tektonik paling utama di dunia, yakni:
- Lempeng Benua Afrika
- Lempeng Benua Antartika
- Lempeng Benua Australia
- Lempeng Benua Eurasia
- Lempeng Benua Amerika Utara
- Lempeng Benua Amerika Selatan
- Lempeng Samudra Pasifik
Sebagai bagian dari kerak bumi yang tidak stabil, lempeng-lempeng di atas terus bergerak. Dilihat dari bentuk dan dampaknya, jenis pergerakan lempeng tektonik bisa dibedakan menjadi 3 macam, yaitu transform, divergen, dan konvergen. Penjelasan tentang 3 jenis pergerakan lempeng itu adalah sebagai berikut:
- Transform merupakan bertemunya 2 lempeng yang menyebabkan gesekan secara menyamping di sepanjang sesar. Pergeseran ini bisa berupa sinistral ataupun desktral. Pergerakan lempeng dengan pola jenis ini mirip dengan pergeseran kerak bumi yang terjadi akibat adanya patahan horizontal. Contoh jenis batas lempeng transform adalah sesar San Andreas di California.
- Divergen merupakan pertemuan dua lempeng yang saling bergerak menjauh akibat terjadinya perpecahan di litosfer. Contoh akibat pergerakan divergen, dapat muncul pemekaran dasar lautan di lempeng samudra. Di lempeng benua, pergerakan jenis ini bisa memicu pembentukan lembah.
- Konvergen adalah pertemuan dua lempeng yang saling berdekatan. Akibat perbedaan kepadatan, salah satu lempeng akan menghunjam hingga masuk ke bawah lempeng lainnya. Pergerakan jenis konvergen juga bisa disebut dengan pertemuan lempeng yang saling bertumbukan. Contoh akibat pergerakan konvergen adalah lempeng tektonik Indo-Australia yang bergerak ke arah utara dan menghunjam ke bawah lempeng tektonik Eurasia yang relatif diam.
Sementara jika dilihat dari segi luas dan waktu terjadinya, pergerakan lempeng tektonik bisa dibedakan menjadi 2, yaitu gerak epirogenetik dan gerak orogenetik. Adapun detail penjelasan dan contohnya adalah sebagai berikut, seperti dikutip dari buku Modul Geografi Kelas X KD 3.5 (2020) terbitan Kemdikbud.
1. Gerak Epirogenetik
Pengertian gerak epirogenitik ialah pergeseran atau pergerakan lempeng (lapisan kerak bumi) yang relatif lambat dan berlangsung dalam waktu lama. Pergerakan epirogenitik juga meliputi daerah yang luas.
Contoh: tenggelamnya benua Gondwana menjadi Sesar Hindia.
Selain itu, terdapat dua macam gerak epirogenitik. Pertama, pirogenitik positif yang merupakan gerak turunnya daratan sehingga permukaan air laut terlihat naik. Contoh: penurunan daratan pulau-pulau di Indonesia timur, seperti yang terjadi di Kepulauan Maluku (dari pulau-pulau barat daya sampai pulau Banda). Kedua, epirogenitik negatif yang berupa naiknya daratan sehingga kelihatannya permukaan air turun. Contoh: naiknya Pulau Buton dan Pulau Timor.
2. Gerak Orogenetik
Gerak orogenetik adalah pergerakan lempeng, atau pergeseran kerak bumi, yang relatif cepat dan berlangsung lebih singkat jika dibandingkan dengan gerak epirogenitik. Pergerakan lempeng orogenetik juga hanya meliputi daerah yang sempit. Orogenetik kerap pula disebut proses pembentukan pegunungan.
Contoh: pembentukan Pegunungan Andes, Rocky Mountain, Sirkum Mediterania, dan sebagainya.
Pergerakan lempeng jenis orogenetik dapat memicu tekanan horizontal dan vertikal di litosfer sehingga berakibat pada kemunculan dislokasi atau perpindahan letak lapisan kulit bumi. Fenomena ini bisa mengakibatkan patahan dan lipatan terbentuk (folded process dan fault process).
Hasil dinamika di litosfer sebagai akibat proses fisika dan kimia, seperti tekanan pada lapisan batuan dalam bumi ataupun aktivitas magma, akan memunculkan tenaga endogen.
Tenaga endogen dengan arah tekanan vertikal bisa membentuk tonjolan di muka bumi. Sementara itu, tekanan dengan arah mendatar bisa mendorong pembentukan lipatan-lipatan di muka bumi (jalur pegunungan lipatan), dan juga retakan atau pematahan lapisan-lapisan litosfer yang mewujud menjadi patahan (sesar).
Macam-macam Patahan dan Penjelasannya
Saat tenaga endogen mendesak dalam tempo cepat ke lapisan batuan padat nan keras, proses pelipatan tak bisa berlangsung sehingga memunculkan retakan. Pada akhirnya, lapisan batuan itu patah.
Pematahan lapisan batuan membuat ada permukaan bumi yang merosot dan membentuk lembah patahan, serta terdapat pula yang naik. Bagian yang merosot disebut graben (slenk). Adapun yang naik membentuk punggung atau puncak dinamakan horst.
Sementara itu, jika dilihat dari segi penyebabnya, ada 3 jenis patahan. Ketiga jenis patahan itu adalah sebagai berikut:
1. Patahan akibat dua tekanan dengan arah horizontal dan saling menjauh.
Pada jenis penyebab ini, dua tekanan dengan arah mendatar dan menjauh satu sama lain mengakibatkan retakan besar muncul di lapisan batuan. Salah satu bagian massa lapisan batuan yang retak itu akan merosot dan menjadi lembah patahan (graben).
2. Patahan akibat tekanan dengan arah vertikal.
Tenaga endogen bisa bekerja di litosfer dengan arah vertikal dalam waktu yang cepat. Pada saat proses seperti ini terjadi, lapisan yang menerima tekanan bakal membumbung disertai kemunculan retakan. Karena ada gaya berat, salah satu bagian dari massa lapisan batuan pun akan menurun dan menjadi graben. Sementara bagian yang lain membentuk horst karena mengalami kenaikan.
3. Patahan akibat 2 tekanan horizontal berlawanan arah.
Jika muncul tenaga endogen yang bekerja di lapisan litosfer dengan arah mendatar dan saling berlawanan arah, akan terbentuk sesar mendatar (strike slip fault).
Patahan (sesar) juga bisa dibedakan berdasarkan arah pergerakan batuan terhadap bidang patahan (sesar) dan gaya penyebabnya. Berdasarkan kedua hal itu, ada 3 jenis patahan (sesar), yakni:
- Normal Faults: muncul akibat gaya tekan maksimum arah vertikal sehingga salah satu bidang batuan bergerak ke bawah mengikuti bidang sesar.
- Reverse Faults: terjadi karena gaya maksimum yang bekerja di lapisan batuan dengan arah horizontal. Sebagai akibat gaya ini, salah satu bagian lapisan batuan bergerak ke atas. Reverse Faults biasa terjadi di area 2 lempeng tektonik yang bertabrakan.
- Strike-slip Faults: terjadi saat lapisan batuan bergerak dengan arah horizontal. Ini akibat gaya maksimum ataupun minimum dengan arah horizontal.
Macam-macam Lipatan dan Penjelasannya
Lipatan adalah bentuk kulit bumi yang serupa gelombang. Pembentukan lipatan dipicu tekanan tenaga endogen, yang berarah mendatar, dari sisi berlawanan. Tekanan mendatar dari 2 arah berlawanan itu menyebabkan lapisan batuan di kulit bumi terlipat.
Proses tersebut melahirkan puncak lipatan (antiklin) dan lembah lipatan (sinklin). Jika puncak lipatan ada banyak, ia disebut antiklinorium. Sebutan untuk deretan beberapa lembah lipatan adalah sinklinorium.
Dilihat dari segi bentuknya, ada 5 jenis lipatan, yakni sebagai berikut:
- Lipatan Tegak: dipicu tekanan dengan kekuatan seimbang yang mendorong lapisan bantuan dari 2 sisi berlawanan dengan posisi setara pula.
- Lipatan Miring: disebabkan tekanan dari 2 sisi berlawanan, tetap dengan kekuatan tidak seimbang. Bagian yang menerima tekanan lebih kuat akan lebih curam.
- Overfoult: lipatan yang terbentuk saat tekanan bekerja di salah satu sisi dengan lebih kuat. Sisi itu akan terlipat sesuai arah lipatan.
- Recumbent Folt: terbentuk pada saat lipatan yang satu menekan sisi yang lain, menyebabkan sumbu lipat hamper datar.
- Overtrust: lipatan yang terbentuk ketika tenaga tekan menekan satu sisi dengan kuatnya sehingga menyebabkan lipatan menjadi retak.
Editor: Iswara N Raditya