Menuju konten utama

Jejak Eva Arnaz, Bom Seks Indonesia Era 1980-an

Selain wajah cantik dan tubuh mulus, bulu ketiak Eva Arnaz terekam dalam dunia film Indonesia 1980-an. Ia adalah ikon bom seks zaman itu.

Jejak Eva Arnaz, Bom Seks Indonesia Era 1980-an
Penampilan Eva Arnaz dalam sebuah film. FOTO/Youtube

tirto.id - Sebuah adegan dalam film dewasa berjudul Di Luar Batas (1984) sukar untuk dilupakan. Seorang laki-laki berewok ubanan menjelang tua sedang menggerayangi perempuan cantik seksi, yang diperankan Eva Arnaz.

Tiba-tiba si perempuan sambil tersenyum manja bilang, “Om, saya mau mandi dulu.”

Si om berewok pun membalas, “Oh, kebetulan saya juga belum mandi. Sama-sama.”

Setelah cium kening, si om berewok lalu menarik si perempuan cantik. Menuju kamar mandi.

Di kamar mandi, si Om menciumi si perempuan cantik yang pasrah itu, dengan membabi-buta. Tiba-tiba si perempuan bilang ke Om Berewok. “Sabar, Om,” kata si perempuan sambil memegangi dada si Om berewok.

“Om punya pisau cukur?” tanya si perempuan.

Si om pun bertanya, “Buat apa?”

“Saya mau cukur ini,” sambil menunjuk ke arah ketiak.

Si om pun bilang “tak usah” lalu mencoba menciumi ketiak si perempuan cantik itu. Tapi si perempuan menjawab, “Tidak mau ah. Risih.”

Aksi lain Eva adalah dalam adegan mandi sambil mendesah dalam film Asal Tahu Saja (1984). Film komedi ini dimainkan Eva Arnaz bersama Benyamin Syueb.

Atau adegan Eva hendak digagahi jagoan jahat dan ketika Eva sedang tidur dengan pakaian tipis dalam film silat Midah Perawan Buronan (1983).

Atau aksinya ketika mandi dalam film Putri Duyung (1985). Lawan mainnya dalam film ini adalah Barry Prima, salah seorang laki-laki yang pernah jadi suaminya.

Film panas lain yang diperani Eva Arnaz adalah cerita berlatar sejarah raja-raja Jawa, Ken Arok Ken Dedes (1983). Dalam film ini, Eva Arnaz yang berdarah Padang itu berperan sebagai Ken Dedes, seorang perempuan yang dalam sejarah dianggap menurunkan raja-raja Jawa. Sementara karakter Tunggul Ametung diperankan Advent Bangun dan Ken Arok, bekas rampok yang jadi raja dan belakangan mempersunting Ken Dedes, diperankan George Rudy.

Dalam film ini, Ken Dedes berpakaian tipis. Sudah pasti Ken Dedes terlihat cantik dan menawan. Adegan menarik dalam film ini adalah ketika Ken Dedes turun dari tandu. Aksesoris yang menutupi area selangkangannya terlepas dan cahaya yang menyilaukan mata Ken Arok terpancar dari sekitar paha Ken Dedes.

Meski dicap sebagai bom seks era 1980-an, Eva tak memulai karier sebagai bintang film panas. Dalam beberapa film pertamanya, dia tampil sopan dan jauh dari kesan "buka-bukaan".

Film Duo Kribo (1977) besutan Edward Sirait, yang dibintangi duo legenda rock Indonesia berambut kribo—pentolan God Bless Ahmad Albar dan dedengkot AKA Ucok Harahap—tak hanya membuat dua orang itu makin terkenal, tapi juga menjadi debut penting bagi aktris pendatang baru bernama Eva Yanthi Arnaz. Dalam film tersebut, aktris dengan tinggi badan 168 cm itu berperan sebagai Monalisa. Eva adalah jebolan None Jakarta 1976 dan Ratu Jakarta 1977 kelahiran 14 Juli 1958.

Buku Apa siapa orang film Indonesia (1999: 181) menyebut, setelah Duo Kribo, Eva Arnaz bermain dalam Musim Bercinta dan Nafas Perempuan. Keduanya dirilis pada 1978. Menurut catatan J.B. Kristanto dalam Katolog Film Indonesia 1926-2005 (2005: 176), pada dua film itu Eva Arnaz berpasangan dengan Roy Marten. Masa itu Roy Marten sedang berjaya.

Selain itu, seperti ditulis J.B. Kristanto (hlm. 174), Eva Arnaz ikut serta dalam film Kuda-kuda Binal (1978). Tahun berikutnya, Eva Arnaz menjadi lawan main bintang bulutangkis Liem Swie King dalam film Sakura Dalam Pelukan (1979). Eva juga pernah bermain dalam Lima Cewek Jagoan (1980) dan Cewek Jagoan Beraksi Kembali (1981).

Peran Eva Arnaz di tahun-tahun awal kariernya di dunia film itu bukan peran yang "hot". Aktingnya kebanyakan masih sebagai pemeran pembantu, termasuk dalam film-filmnya bersama Roy Marten dan Suzanna. Dalam film Lembah Duka (1981), Eva juga bertindak sebagai peran pembantu. Ia berperan sebagai pelacur dan germo yang mengalami serentetan kegagalan berumahtangga.

Infografik Eva Arnaz

Sempat Kawin-Cerai

Semasa mudanya, Eva Arnaz mengalami masa kawin-cerai. Mulai dengan Kiki Saelan, Barry Prima, juga Adi Bing Slamet. Dengan Kiki Saelan—anak dari Kolonel Maulwi Saelan—Eva hanya sebentar merasakan perkawinan.

“Hanya dua bulan saja. Kawin Desember, Januari pisah,” tulis Film Majalah (Vol. 144-157, 1992).

Sementara Barry Prima adalah lawan mainnya dalam film Membakar Matahari (1981). Adi Bing Slamet, yang tak lain adalah putra dari seniman Bing Slamet, dikenal sebagai bintang cilik pada era 1970-an.

Dalam Membakar Matahari, Eva berperan sebagai perempuan yang diperkosa perampok di kampung lalu dipekerjakan sebagai pelacur di Jakarta. Dalam film Serbuan Halilintar (1982), Eva bermain bersama Barry Prima juga.

Peran utama lain didapatkannya dalam film Gadis Bionik (1982), yang terinspirasi serial Bionic Woman (1976). Begitu juga dalam Warok Singo Kubro (1982). Dalam film ini, Eva Arnaz tampil garang. Sesuatu yang menjadi ciri khasnya, bulu ketiak, pun sudah tampak di film ini.

Selain sebagai pemeran utama, Eva Arnaz juga dikenal sebagai aktris pernah meramaikan film-film Warkop Prambors DKI (Dono Kasino Indro). Seperti Maju Kena Mundur Kena (1983), Pokoknya Beres (1983), Atas Boleh Bawah Boleh (1986), Sabar Dulu Dong (1989), juga Lupa Aturan Main (1991).

Pada era 1990-an, Eva Arnaz tidak lagi berjaya di bioskop Indonesia. Banyak aktris panas lain yang meramaikan bioskop di tahun-tahun terakhir Orde Baru itu.

Sepanjang era 1980-an hingga 1990-an, film panas memang ramai di bioskop-bioskop Indonesia. Sebagian besar penontonnya adalah orang-orang muda dan berjenis kelamin laki-laki. Para penonton itu, menurut Iman Budhi Santoso dalam Kisah Polah Tingkah: Potret Gaya Hidup Transformatif (2001), “kepinginnya memang menikmati dunia fantasinya yang datang dari sensualitas Meriam Bellina, Eva Arnaz, Yenny Farida, Inneke Koesherawati atau Kiki Fatmala” (hlm. 76).

Di masa jayanya sebagai bom seks, penampilan Eva Arnaz mirip Edwige Fenech, bintang panas Italia era 1970-an. Tapi Eva yang dulu bukanlah Eva yang sekarang. Dalam 20 tahun terakhir, pakaiannya cenderung tertutup dan identitas Islam kerap mewarnai penampilannya.

Baca juga artikel terkait FILM INDONESIA atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Humaniora
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Ivan Aulia Ahsan