Menuju konten utama

Jangan Sering Main Ponsel Saat Mengasuh Anak

Orangtua yang kecanduan gawai bisa berpengaruh negatif terhadap perilaku anak.

Jangan Sering Main Ponsel Saat Mengasuh Anak
Ilustrasi orangtua dan gawai. Getty Images/iStockPhoto

tirto.id - Ia sibuk dengan ponsel ketika anak di depannya memainkan sedotan dalam gelas berisi smoothies: memotret makanan pesanan di depannya, membenahi garpu dan pisau, dan memotretnya lagi.

Dalam dua menit, ia mengunggah foto makanan itu di akun Instagramnya, menghidupkan GPS, dan check in di alamat tempat makannya, menulis caption semenarik mungkin, dan menghabiskan makanannya dengan masih memeriksa notifikasi, berapa hati yang masuk dan membalas komentar teman-teman di akunnya. Ketika sang anak rewel, ia menyodorkan tablet dari dalam tasnya dan memilihkan permainan.

Gambaran orangtua itu bisa jadi adalah kita. Memang, tidak semua orangtua sibuk dengan gawainya saat bersama anak. Namun, kita juga tidak bisa memungkiri di masa kini, gawai beserta teknologi dunia mayanya sering menculik seseorang dari kenyataan di sekelilingnya, termasuk anak.

Hal ini turut dilaporkan oleh survei media riset Common Sense. Survei ini melibatkan 1.786 orangtua dari anak-anak yang berusia 8 sampai dengan 18 tahun. Dari penelusuran Common Sense, ditemukan bahwa orangtua menghabiskan waktu di depan layar kira-kira sembilan jam per hari, dengan sebagian besar waktu dialokasikan untuk memeriksa media sosial pribadinya, dibanding 90 menit saja waktu yang dialokasikan untuk kepentingan pekerjaan.

Baca juga: Mereka Memutuskan Tidak Punya Anak

Hasil penelitian tersebut juga menjelaskan bahwa sebesar 78 persen orangtua merasa percaya diri bahwa mereka adalah role model yang baik untuk anak-anaknya. Sementara itu, 56 persen orangtua merasa khawatir atas candu gawai dan teknologi untuk anak-anaknya dan 34 persen di antaranya menganggap bahwa teknologi dapat berpengaruh negatif untuk perkembangan anak-anaknya.

“Temuan ini sangat menarik, orangtua dan anak sama-sama menggunakan gawai dan teknologi untuk hiburan mereka, tapi di sisi lain orangtua juga mengungkapkan kekhawatiran terhadap candu media untuk anak-anaknya,” kata James P. Steyer, pendiri dan CEO Common Sense.

Baca juga: Risiko Kecanduan Gawai pada Anak-anak

Informasi dan aktivitas di dunia maya lainnya memang tidak selamanya berpengaruh negatif pada para penggunanya. Hal ini turut disepakati oleh 94 persen orangtua dalam survei yang sama. Mereka menyatakan bahwa teknologi memiliki manfaat bagi anak-anak mereka. Sebanyak 44 persen orangtua bahkan merasa percaya bahwa gawai dapat membantu membangun persahabatan untuk anak-anaknya.

Alasan yang sama yang juga melatarbelakangi para orangtua tetap bersetia dengan beragam kegiatan dan kesibukan mereka di dunia maya. Namun, penelitian baru-baru ini menunjukkan adanya hubungan antara penggunaan teknologi digital dan disfungsi hubungan potensial antara orangtua dan anak-anak.

Brandon T. McDaniel dalam penelitian di jurnal Child Development menyatakan bahwa perilaku anak yang buruk berhubungan dengan waktu yang dihabiskan orangtua dalam bermain gawai. McDaniel, peneliti dari Illinois State University ini, menyebut gangguan tersebut sebagai "technoference."

Penelitian tersebut melibatkan 170 keluarga dua orangtua, dan periset meminta ibu dan ayah untuk melengkapi kuesioner secara terpisah.

Hampir setengah dari orangtua yang disurvei (48 persen) mengatakan bahwa teknologi mengalihkan perhatian mereka dari anak-anak mereka setidaknya tiga kali sehari. Sementara, 24 persen orangtua menganggap perangkat mobile mengganggu interaksi mereka dengan anak-anak dua kali sehari.

Lebih sedikit responden, atau sekitar 17 persen orangtua menilai teknologi digital mengganggu waktu keluarga.

Namun begitu, ternyata hanya 11 persen orangtua yang berkenan menjauhkan diri dari ponsel, tablet, laptop, iPad dan komputer saat menghabiskan waktu bersama anak-anak mereka.

Baca juga: Mengajarkan Anak-anak Menghindari Berita Hoax

McDaniel menyatakan bahwa technoference dapat menyebabkan masalah perilaku anak, seperti masalah kepekaan, temperamental, hiperaktif, dan rengekan. Kurangnya interaksi tatap muka ibu dan anak juga dilaporkan berpengaruh terhadap keterampilan sosial dan perkembangan emosi anak.

Dr. Jenny Radesky, ahli perilaku anak dan dokter anak dari University of Michigan, menyatakan bahwa orangtua dari anak-anak yang bermasalah justru cenderung menggunakan teknologi sebagai pereda stres, sembari menghabiskan waktu bersama anak-anak mereka.

Perkara ini, menurut Radesky, yang menjadikan orangtua kurang responsif terhadap anak-anak mereka dan bisa menyebabkan interaksi yang kurang ideal dengan anak-anak.

Baca juga: Jika Anak Anda Bilang, "Mama, Aku Ingin Punya Tato"

Infografik Buah jatuh tak jauh dari pohonya

Dampak teknologi yang kerap digunakan orangtua dalam mempengaruhi perilaku anak juga dijelaskan dalam penelitian Laura Birks, peneliti dari Barcelona Institue fo Global Health, Spanyol di jurnal Enviromental International.

Ia melakukan penelitian pada 83.884 pasangan ibu dan anak di Spanyol, Denmark, Norwegia, Belanda, dan Korea. Birks menemukan bahwa seorang anak yang ibunya sering menghabiskan waktu dengan ponsel akan memiliki risiko gangguan pada perilaku dan emosional.

Selain itu, Birks juga menemukan bahwa anak yang lahir dari seorang ibu yang suka menelpon lebih dari empat kali dalam sehari berpeluang sebesar 28 persen menjadi anak yang hiperaktif.

Menanggapi hal ini, Larry Rosen, profesor emeritus di California State University, Dominguez Hills menyarankan kepada setiap orangtua untuk membatasi agenda mereka bermain gawai, terutama ketika bersama anak.

Rosen menyatakan bahwa anak-anak akan menyerap apa yang mereka lihat. Selain itu, mereka juga akan belajar dan membentuk koneksi dari perilaku orangtua mereka.

"Terus-menerus memeriksa ponsel Anda akan memiliki dampak negatif pada koneksi Anda dengan anak," lanjut Rosen.

Baca juga artikel terkait PARENTING atau tulisan lainnya dari Yulaika Ramadhani

tirto.id - Gaya hidup
Reporter: Yulaika Ramadhani
Penulis: Yulaika Ramadhani
Editor: Maulida Sri Handayani